Pemikiran Kiri Islam Memandang Fenonema Menjual Agama

sajad Khawarismi

2 min read

Fenomena “menjual agama” semakin menjadi perhatian dalam masyarakat modern, terutama ketika agama digunakan untuk kepentingan pribadi, politik, ekonomi, atau sosial yang menguntungkan pihak tertentu. Dalam konteks Islam, hal ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk, mulai dari pemanfaatan agama oleh elite politik untuk mengonsolidasikan kekuasaan hingga komersialisasi nilai-nilai religius dalam pasar global. Pemikiran kiri Islam, yang sering kali mengkritik ketidakadilan sosial dan ekonomi, memberikan perspektif penting tentang bagaimana agama dapat dipergunakan untuk menantang atau justru mendukung sistem dominasi yang ada.

Agama sebagai Alat Hegemoni

Dalam pemikiran kiri Islam, agama sering dianggap sebagai alat yang digunakan oleh kelompok-kelompok dominan untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Ali Shariati, pemikir kiri Islam terkemuka, mengkritik bagaimana agama digunakan oleh para penguasa untuk memperkuat status quo dan menindas rakyat kecil. Dalam karyanya, Religion vs Religion, Shariati mengungkapkan bahwa agama sering dimanipulasi oleh elite untuk membenarkan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu, bagi Shariati, “menjual agama” adalah tentang menjadikan agama sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan, bukannya alat pembebasan.

Agama dalam Politik Islam

Islam, sebagai agama dengan tradisi kuat dalam pengorganisasian sosial, politik, dan hukum, memiliki potensi besar untuk dipergunakan dalam politik. Namun, dalam banyak kasus, Islam digunakan oleh para elite untuk mempertahankan kekuasaan politik. Sayyid Qutb, seorang intelektual dan aktivis Ikhwanul Muslimin, menulis bahwa hegemoni Barat telah merasuki dunia Islam dan menggunakan agama sebagai alat untuk mempertahankan dominasi ekonomi dan politik. Dalam bukunya Social Justice in Islam, Qutb menegaskan bahwa kapitalisme global dan imperialisme Barat telah mengubah agama menjadi alat untuk membenarkan ketidakadilan sosial, sementara tujuan sejati agama Islam adalah untuk menantang dan melawan struktur kekuasaan yang menindas.

Baca juga:

Agama dalam Kapitalisme dan Pasar Global

Dalam konteks ekonomi, komodifikasi agama adalah sebuah fenomena yang tidak bisa diabaikan. Dalam masyarakat kapitalis global, agama sering menjadi komoditas yang diperdagangkan untuk tujuan konsumsi. Produk-produk yang berkaitan dengan agama, mulai dari buku, pakaian, hingga jasa spiritual, telah menjadi bagian dari pasar yang lebih besar. Ini sering kali dilihat sebagai bentuk dimana nilai-nilai religius dikomersialkan demi keuntungan ekonomi. Pemikiran kiri Islam, yang dipengaruhi oleh teori-teori Marxian, melihat fenomena ini sebagai bentuk alienasi agama dari tujuan utamanya, yaitu pembebasan umat dari ketidakadilan.

Pemikir seperti Imam Khomeini dan Ali Shariati mengkritik komersialisasi agama dan melihatnya sebagai upaya untuk mengurangi makna sosial dan politik yang sesungguhnya dari ajaran agama. Khomeini, meskipun lebih dikenal dengan pandangannya tentang negara Islam, sering mengingatkan pentingnya agama sebagai pembebasan dari eksploitasi ekonomi. Dalam Islamic Government, ia menegaskan bahwa agama tidak seharusnya dipakai sebagai alat untuk mengalihkan perhatian umat dari ketidakadilan ekonomi yang mereka alami.

Perspektif Pembebasan dalam Pemikiran Kiri Islam

Pemikiran kiri Islam menekankan bahwa tujuan agama adalah untuk menghapuskan penindasan dan ketidakadilan. Ali Shariati menegaskan bahwa agama harus menjadi kekuatan pembebasan yang melawan sistem sosial yang menindas, baik itu kapitalisme, feodalisme, atau imperialisme. Dalam On the Sociology of Islam, ia menulis bahwa Islam tidak hanya menyarankan kehidupan spiritual tetapi juga mengharuskan umatnya untuk memperjuangkan keadilan sosial dan pembebasan politik. Shariati berpandangan bahwa “menjual agama” yang dilakukan oleh kekuasaan dan kapitalisme adalah perusakan terhadap inti ajaran Islam yang seharusnya menuntun umat menuju kebebasan dan keadilan sosial.

Teologi Pembebasan Islam yang diusung oleh banyak pemikir kiri Islam modern, termasuk yang ada di negara-negara seperti Iran dan Pakistan, juga mendekati pemikiran Shariati. Mereka melihat bahwa agama Islam bukanlah sekadar alat untuk mengontrol massa, tetapi alat untuk melepaskan rakyat dari belenggu sistem yang menindas. Dalam pandangan ini, “menjual agama” adalah kebalikannya, yaitu mengubah agama menjadi produk yang bisa dipasarkan untuk tujuan tertentu tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan moral bagi masyarakat.

Baca juga:

Menanggapi Fenomena “Menjual Agama”

Di banyak negara, terutama yang mayoritas Muslim, agama dipergunakan sebagai alat untuk memperoleh dukungan massa dan mempertahankan kekuasaan politik. Para politisi sering mengklaim legitimasi agama untuk membenarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial. Di sisi lain, sektor ekonomi memanfaatkan agama untuk memperkenalkan produk-produk religius yang banyak diminati.

Namun, dari perspektif pemikiran kiri Islam, ini adalah bentuk penyalahgunaan agama yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial. Pemikir kiri Islam, seperti Shariati, mengingatkan bahwa agama yang sejati adalah agama yang mengupayakan kebebasan dari segala bentuk penindasan, baik penindasan politik, sosial, maupun ekonomi. Oleh karena itu, tantangan terbesar dalam konteks zaman sekarang adalah bagaimana mengembalikan agama kepada inti ajaran moral dan pembebasan sosialnya, serta menanggapi berbagai bentuk komersialisasi dan politisasi agama.

Menjual dengan doktrin agama dalam perspektif pemikiran kiri Islam mengacu pada fenomena ketika agama dimanfaatkan oleh kekuasaan atau kapitalisme untuk memperkuat dominasi dan mengeksploitasi masyarakat. Pemikiran kiri Islam menentang komodifikasi dan politisasi agama, serta menegaskan bahwa agama harus digunakan untuk pembebasan sosial dan keadilan, bukan untuk kepentingan politik atau ekonomi semata.

Seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan globalisasi, pemikiran kiri Islam memberikan wawasan yang sangat relevan untuk memahami bagaimana agama dapat kembali menjadi sumber kekuatan moral dalam memperjuangkan hak-hak rakyat yang tertindas dan melawan berbagai bentuk penindasan sosial.

 

 

Editor: Prihandini N

sajad Khawarismi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email