Saya adalah mahasiswa magister psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang memiliki ketertarikan pada Psikologi dan Filsafat serta aktif dalam organisasi Muhammadiyah.

Menggugat Perlindungan Hukum bagi Guru Indonesia

Muhammad Iqbal Syahsaputra

3 min read

Pendidikan sudah tidak aman untuk guru dan murid. Kasus-kasus kriminalisasi terhadap guru terus bermunculan, menciptakan ketegangan dalam dunia pendidikan. Padahal negara telah memberikan kekuatan hukum bagi guru untuk menjalankan proses pembelajaran dengan aman dan tenang.

Paradoks Penerapan UU Perlindugan Guru

Komponen utama dari perlindungan hukum yang diberikan kepada guru berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 mencakup berbagai bentuk perlindungan hak dan tanggung jawab profesional mereka. Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan bahwa pendidik dapat melakukan tugasnya tanpa takut akan kriminalisasi atau tekanan yang tidak semestinya. Tidak hanya itu, undang-undang ini juga mengatur tentang hak atas keselamatan fisik dan mental. Perlindungan hukum yang ditetapkan dalam undang-undang ini meliputi perlindungan profesional, guru berhak atas perlindungan hukum dalam menjalankan peran mereka dalam pendidikan.

Namun, fakta di lapangan justru sebaliknya. Guru masih sangat rentan untuk dikriminalisasi saat menjalankan pekerjaannya. Seperti yang dialami Sambudi, guru SMP Raden Rahmat, Sidoarjo, pada 2016. Ia dilaporkan ke polisi karena mencubit muridnya yang tidak melaksanakan solat. Meskipun tindakan tersebut dilakukan dalam konteks mendidik, tanpa niat untuk menyakiti, laporan ini menyorot kerentanan kriminalisasi terhadap guru meskipun UU No. 14 Tahun 2005 menjamin perlindungannya. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara praktik perlindungan hukum dan realita di lapangan.

Selain itu, undang-undang ini juga mengatur keselamatan dan kesehatan pekerjaan. Aturan ini mengamanatkan bahwa lembaga pendidikan menyediakan lingkungan kerja yang aman dan memastikan kesehatan fisik dan mental guru. Namun sebaliknya, dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk proses belajar dan mengajar justru masih penuh kekerasan. Kejadian ini menimpa Zaharman, guru di SMAN 7 Rejang Lebong, pada 2023. Ia mengalami kebutaan permanen setelah dianiaya oleh orang tua murid. Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata betapa guru rentan terhadap kekerasan, meskipun hukum telah menjamin perlindungan terhadap keselamatan mereka.

Baca juga:

Selain 2 kasus di atas, kasus lain yang membuktikan kerentanan guru adalah kasus yang menimpa Khusnul Khotimah, guru SD Plus Darul Ulum di Jombang. Pada Februari 2024, Khusnul Khotimah dilaporkan ke polisi atas tuduhan kelalaian yang menyebabkan salah satu muridnya terluka. Meski tuduhan tersebut masih dalam proses hukum, peristiwa ini menambah panjang daftar kasus yang menunjukkan bahwa keselamatan kerja bagi guru masih sangat rentan.

Tantangan yang Dihadapi Guru

Studi yang dilakukan oleh Amalia & Ufarioh (2022) yang berjudul “Kebijakan Perlindungan Profesi Guru terhadap Tindak Krimilitas” menyatakan guru menghadapi berbagai tantangan yang kompleks dalam peran profesional mereka, terutama dalam konteks mempertahankan disiplin dan memastikan lingkungan belajar yang aman. Studi ini menyoroti beberapa aspek kunci dari tantangan ini.

Pertama, tindakan disiplin sebagai salah satu tantangan utama yang dihadapi guru adalah kebutuhan untuk mendisiplinkan siswa secara efektif. Tugas ini dapat menjadi lebih rumit oleh harapan orang tua dan masyarakat, yang mungkin memiliki pandangan berbeda tentang tindakan pendisiplinan yang tepat. Guru sering menemukan diri mereka dalam situasi sulit di mana otoritas mereka dipertanyakan, yang mengarah pada potensi konflik dengan orang tua dan siswa.

Selanjutnya, pengaruh hukum perlindungan anak yang berangkat dari doktrin perlindungan anak memainkan peran penting dalam membentuk lanskap pendidikan. Meskipun undang-undang ini dirancang untuk melindungi siswa, mereka dapat secara tidak sengaja membatasi kemampuan guru untuk menegakkan disiplin. Guru mungkin merasa terkendala dalam tindakan mereka, takut akan dampak jika mereka dianggap terlalu ketat atau jika metode mereka ditantang oleh orang tua atau kelompok advokasi.

Tak hanya itu, kekerasan dan ancaman juga menjadi aspek yang perlu untuk dikaji dengan ketat. Studi ini menunjukkan bahwa guru semakin menjadi sasaran kekerasan, tidak hanya dari siswa tetapi juga dari orang tua dan bahkan administrator sekolah. Kondisi seperti ini berpotensi menciptakan ketakutan, sehingga sulit bagi guru untuk melakukan tugasnya secara efektif. Prevalensi kekerasan semacam itu menambah stres dan kompleksitas peran mereka.

Guru mungkin juga mengalami isolasi profesional, terutama ketika mereka menghadapi tantangan tanpa dukungan yang memadai dari kolega atau administrasi. Kurangnya dukungan ini dapat memperburuk perasaan dan menghambat kemampuan mereka untuk mengatasi masalah atau mencari bantuan saat dibutuhkan.

Baca juga:

Aspek terakhir yang menarik untuk didiskusikan adalah menyeimbangkan tanggung jawab guru. Guru ditugaskan untuk tidak hanya mendidik siswa tetapi juga mengelola perilaku kelas, menangani kebutuhan siswa individu, dan berkomunikasi dengan orang tua. Menyeimbangkan tanggung jawab ini bisa sangat berat, terutama ketika mereka dihadapkan dengan tekanan dan harapan eksternal dari berbagai pemangku kepentingan dalam sistem pendidikan.

Perlunya Perbaikan 

Meskipun Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 memberikan perlindungan hukum bagi guru, implementasi di lapangan masih jauh dari harapan. Kasus-kasus kriminalisasi terhadap guru menunjukkan bahwa masih ada celah dalam penerapan hukum yang menguntungkan para pendidik. Untuk itu, perlu adanya perbaikan dalam penegakan hukum serta kebijakan yang lebih mendukung perlindungan terhadap profesi guru.

Pertama, perlu adanya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap kekerasan atau intimidasi terhadap guru. Pelaku kekerasan terhadap guru harus diberikan sanksi yang jelas untuk memberikan efek jera dan memastikan guru dapat bekerja dalam lingkungan yang aman. Saat ada kasus kriminalisasi terhadap guru, perlu ada perlindungan khusus oleh badan berbadan hukum untuk memastikan keselamatan fisik maupun mental guru. Dalam hal ini, pemerintah bisa memberikan kewenangan lebih bagi serikat guru mengenai advokasi dan pembangunan kesadaran politik mengenai hak dan kewajiban guru, serta implementasi pembangunan keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan.

Kedua, reformasi kebijakan pendidikan yang memperjelas batasan-batasan pendisiplinan yang dapat diambil oleh guru tanpa harus takut dihukum, sehingga mereka dapat menjalankan peran mereka secara efektif tanpa rasa takut. Undang-undang juga perlu mengatur bagaimana sistem advokasi guru dapat dipermudah dan dilindungi oleh aparat penegak hukum negara. Kemudian, pemerintah melalui kementerian pendidikan dasar dan menengah membuat aturan mengenai pembentukan musyawarah sekolah. Musyawarah sekolah adalah musyawarah yang diikuti oleh pihak sekolah dan wali murid untuk membahas kesepakatan terkait tata tertib dan aturan yang berlaku di lingkungan sekolah. Kesepakatan tersebut ditandatangani sehingga memiliki kekuatan di mata hukum melalui aturan dari pusat yang dibuat.

Solusi yang ditawarkan bukan berarti sudah sempurna, tantangan ke depan yang perlu diwaspadai adalah adanya oknum guru yang menjadikan aturan pengamanan terhadap guru sebagai celah untuk melindungi dari tindakan kejahatan yang memang sah di mata hukum, misalnya kejahatan asusila. Selain itu, juga ada potensi dalam pembuatan reformasi kebijakan yang sarat akan kepentingan dan ditunggangi oleh pihak-pihak terkait, misalnya pungli dari pihak sekolah dengan alasan keperluan fasilitas sekolah. Kekhawatiran ini akan menjadi pengingat bagi pemangku kebijakan untuk mengkaji lebih dalam pembuatan kebijakan guru sehingga mampu untuk diimplementasikan tanpa konflik kepentingan.

Untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan kondusif, perlu ada penegakan hukum yang lebih tegas serta reformasi kebijakan pendidikan. Ini termasuk penyuluhan kepada masyarakat dan penegak hukum tentang hak dan kewajiban guru, serta perlindungan yang lebih jelas terhadap profesi mereka.

 

 

Editor: Prihandini N

Muhammad Iqbal Syahsaputra
Muhammad Iqbal Syahsaputra Saya adalah mahasiswa magister psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang memiliki ketertarikan pada Psikologi dan Filsafat serta aktif dalam organisasi Muhammadiyah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email