Kebijakan energi Indonesia akan memasuki babak baru pada tahun 2024. Salah satu perubahan besar yang direncanakan Presiden Prabowo Subianto adalah meningkatkan tujuan dari program subsidi energi. Tujuan dari rencana ini adalah untuk mengubah cara masyarakat dalam menerima subsidi energi, yang sebelumnya banyak yang tidak tepat sasaran. Banyak perdebatan telah terjadi tentang perubahan ini, dan siapapun akan merasakan dampaknya termasuk mahasiswa.
Selama bertahun-tahun, ekonomi Indonesia bergantung pada subsidi energi. Berbagai industri menerima subsidi ini, termasuk bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 kg, dan listrik. Subsidi energi akan dialokasikan sebesar Rp189,1 triliun pada tahun 2024. Angka-angka yang luar biasa ini menunjukkan betapa pentingnya subsidi bagi kehidupan sehari-hari orang Indonesia. Mahasiswa mungkin tidak menyadari dampak subsidi energi pada berbagai aspek kehidupan, seperti transportasi dan biaya sehari-hari.
Sebagai contoh, kendaraan pribadi dan transportasi umum menggunakan BBM yang disubsidi secara signifikan. Jika subsidi ini dikurangi, kenaikan harga BBM akan berdampak langsung pada harga transportasi. Selain itu, kenaikan harga LPG 3 kg, yang sering digunakan di kos-kosan mahasiswa untuk memasak, akan meningkatkan biaya hidup mahasiswa yang tinggal jauh dari rumah.
Dampak Perubahan Skema
Mahasiswa pasti akan terkena dampak yang signifikan dari rencana Prabowo untuk mengubah program subsidi energi menjadi bantuan langsung tunai bagi masyarakat miskin. Secara umum, perubahan skema ini memiliki dampak positif dan negatif.
Sisi positifnya adalah subsidi diberikan tepat sasaran. Salah satu kritik utama terhadap subsidi energi saat ini adalah fakta bahwa banyak orang yang memiliki sumber daya yang cukup juga menikmatinya. Sebagai contoh, kendaraan pribadi kelas menengah atas sering menggunakan bensin bersubsidi, padahal subsidi ini seharusnya diberikan kepada orang-orang yang benar-benar membutuhkannya. Subsidi baru ini akan diberikan kepada masyarakat kurang mampu secara langsung secara tunai.
Hal ini dapat dianggap sebagai langkah positif untuk mengurangi ketimpangan ekonomi bagi mahasiswa. Dengan subsidi yang lebih tepat sasaran, kesejahteraan masyarakat miskin diharapkan meningkat. Kesenjangan sosial berkurang. Sebagai generasi muda yang memperhatikan keadilan sosial, kita pasti mendukung inisiatif yang berusaha mewujudkan kesetaraan.
Masalah adalah potensi naiknya harga bahan bakar yang pastinya akan menyulitkan hidup mahasiswa. Biaya kehidupan sehari-hari dapat meningkat jika subsidi BBM, LPG, dan listrik dikurangi. Bagi mahasiswa yang bergantung pada transportasi umum, kenaikan harga BBM dapat berdampak langsung pada biaya transportasi mereka. Ini pasti menambah beban mahasiswa, terutama bagi mereka yang berasal dari daerah dengan biaya hidup tinggi atau luar kota.
Untuk LPG, sebagian besar mahasiswa yang tinggal di kos-kosan menggunakan tabung gas 3 kg yang disubsidi. Jika harga LPG naik, biaya memasak juga akan naik. Itu juga berlaku untuk listrik. Jika biaya listrik meningkat, siswa yang menggunakan perangkat elektronik seperti laptop, ponsel, dan lainnya akan merasakan dampaknya. Walaupun mungkin dalam jangka panjang, mahasiswa mungkin akan mengubah gaya hidup mereka untuk menghemat lebih banyak energi.
Gaya Hidup Hemat Energi
Setiap kesulitan memiliki kesempatan untuk berubah dan beradaptasi. Harga energi yang naik dapat menjadi momentum bagi mahasiswa untuk mulai menghemat energi. Ini tidak hanya berkaitan dengan mengurangi biaya, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab kita terhadap lingkungan.
Kita sebagai generasi muda yang tumbuh di tengah masalah perubahan iklim dapat melihat pengurangan subsidi energi sebagai dorongan untuk beralih ke penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, siswa dapat mempertimbangkan untuk menggunakan peralatan listrik yang hemat energi atau menggunakan cara transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti bersepeda atau berbagi mobil. Di negara-negara maju, tren ini sudah populer, dan ini mungkin kesempatan bagi kita untuk memulainya di Indonesia.
Baca juga:
- Mobil Listrik di Panggung Politik 2024
- Mimpi Mobil Listrik Indonesia
- Solusi Palsu Transisi Massal Kendaraan Listrik
Dengan semakin berkurangnya subsidi energi konvensional, ini juga dapat menjadi peluang untuk mendorong inovasi di bidang energi terbarukan. Mahasiswa di kampus dapat mulai berpartisipasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi energi terbarukan seperti panel surya dan teknologi baterai yang lebih efisien. Universitas adalah tempat penting untuk mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan energi di masa depan.
Jika siswa menyadari pentingnya energi terbarukan, kita akan mengurangi ketergantungan kita pada energi bersubsidi dan berkontribusi terhadap keberlanjutan Bumi. Bayangkan jika kita suatu hari nanti dapat memasang panel surya di kos-kosan atau di kampus untuk menghasilkan energi sendiri! Berkat kesadaran akan pentingnya energi hijau, kita dapat mewujudkan mimpi ini menjadi kenyataan.
Mengawal Kebijakan
Mahasiswa memiliki kewajiban etika untuk berpartisipasi dalam pembicaraan tentang kebijakan publik, seperti subsidi energi, sebagai kelompok yang memiliki akses ke pendidikan dan informasi. Kebijakan ini berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sektor ekonomi. Oleh karena itu, penting bagi secara aktif dalam mengkritik dan memberikan kritik.
Baca juga:
- Wajah Bopeng Transisi Energi di Tangan Presiden Baru
- Indonesia Emas dan Penantian akan Transportasi dan Logistik yang Berkeadilan
Dalam hal ini, siswa dapat menyuarakan pendapat mereka melalui berbagai media, termasuk diskusi di kampus dan media sosial. Kami dapat meminta pemerintah untuk memastikan bahwa perubahan pada program subsidi benar-benar tepat sasaran dan tidak akan berdampak negatif pada masyarakat yang paling rentan. Agar subsidi benar-benar sampai ke tangan yang berhak, sangat penting untuk memastikan bahwa data penerima dipastikan kualitas keakuratannya dan disimpan dengan aman.
Meskipun upaya Prabowo Subianto untuk mengubah program subsidi energi memiliki tujuan yang baik, tidak menutup kemungkinan akan terjadi berbagai masalah di waktu depan. Sebagai anggota masyarakat yang terkena dampak kebijakan ini, mahasiswa harus memahami dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Dengan subsidi yang lebih tepat sasaran, kesenjangan sosial diharapkan akan berkurang. Namun, tantangan kenaikan harga energi masih harus diatasi.
Namun, di balik kesulitan ini, ada peluang besar untuk meningkatkan kesadaran akan efisiensi energi dan mendukung inovasi energi terbarukan. Sebagai agen perubahan, siswa memiliki peran penting dalam menjamin masa depan energi Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan.
Apakah subsidi ini solusi atau malah menciptakan masalah baru? Satu hal yang pasti: kita tidak bisa tinggal diam. Kita harus berpartisipasi aktif, baik melalui diskusi, penelitian, maupun tindakan nyata untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. (*)
Editor: Kukuh Basuki