Setelah lama terkatung-katung, Presiden Joko Widodo kembali mendorong RUU Perampasan Aset untuk segera disahkan menjadi UU oleh DPR. Akankah pihak legislatif bersedia mendukung langkah pemerintah itu?
Pasca kasus transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kemenkeu viral dan eks pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh KPK, ketegasan Jokowi menjadi hal yang sangat ditunggu masyarakat. Apalagi Menkopolhukam Mafhfud MD dalam RDPU dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu, meminta agar DPR mendukung RUU Perampasan Aset dan mengesahkannya sebagai UU. Kini Jokowi harus memperjelas di mana dia berdiri.
Baca juga:
UU Perampasan Aset ini akan menjadi payung hukum untuk memudahkan penyelidikan bagi aparat, terutama dalam kasus korupsi. Permintaan Jokowi itu diharapkan menjadi langkah maju untuk mengeluarkan Indonesia dari jurang negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. Mekanisme RUU ini pun akan mempermudah pelacakan hingga perampasan aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan untuk dikembalikan kepada negara.
Pemberantasan korupsi sendiri telah dimulai sejak masa Orde Lama, sekitar tahun 1957, dengan pembentukan panitia Retooling Aparatur negara. Meski korupsi masih terus terjadi hingga kini dan kita berhadapan dengan jalan panjang yang berliku, asal tidak berhenti memperjuangkan pemberantasan korupsi, ini sudah cukup menjadi tanda bahwa kita masih perduli dengan hak kita sebagai warga negara.
Mencontoh Negara Lain
Menurut laporan Transparency International (TI) tahun 2022, negara dengan tingkat antikorupsi terbaik dunia antara lain Denmark (90 poin), Finlandia (87 poin), Selandia Baru (87 poin), Norwegia (84 poin), dan Singapura 83 poin.
Berbicara tentang Singapura, pemerintah Singapura sangat serius dalam menangani korupsi dengan membentuk lembaga Antirasuah independen bernama Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
CPIB punya kewenangan penuh dalam menangani kasus korupsi, baik yang terjadi di tubuh pemerintah maupun swasta. Selain itu, jika kepolisian menangani sebuah kasus dan menemukan indikasi korupsi, kasus tersebut akan langsung diserahan ke CPIB. Lembaga ini pun tidak memiliki divisi pengawasan.
Pihak berwenang di Singapura akan menangkap, memberi hukuman seumur hidup, memiskinkan pelaku sehingga mampu memberikan efek jera. Namun, yang paling penting adalah dukungan pemerintahnya. Dulu Singapura pernah menjadi negara dengan tingkat korupsi tinggi. Namun, pemerintah dan semua pihah di sana bertekad untuk bisa menghapus korupsi.
Kemauan untuk Mengesahkan RUU Perampasan Aset
Artinya, korupsi bisa dihapuskan asal ada kemauan, dukungan, dan ketegasan penindakan dari pihak berwenang. Oleh karena itu, Indonesia pun memiliki peluang serupa Singapura. Pengesahan RUU Perampasan Aset bisa menjadi salah satu senjata memerangi korupsi.
TI juga mengungkapkan, Indonesia sendiri hanya memiliki 34 poin sebagai negara antikorupsi atau peringkat 110 dari 180 negara di dunia. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia itu sendiri turun 4 poin dari tahun 2021, sekaligus menjadi penuruan drastis sejak tahun 1995. Kondisi tersebut menjadi tantangan berat. Artinya korupsi di Indonesia adalah hal yang sangat serius untuk diberantas.
Kerugian akibat korupsi tentu saja berdampak pada kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek. Namun, harapan agar Indonesia bisa masuk lima besar negara antikorupsi terbaik harus terus didorong.
Praktik korupsi sesungguhnya adalah salah satu penindasan terhadap hak-hak masyarakat. Jika melihat kesehateraan negara-negara antikorupsi terbaik dunia, pelayanan, pembangunan, pendidikan, dan banyak aspek lainnya bisa dimaksimalkan di sana.
Demi mengembalikan kepercayaan publik dan memberantas korupsi, RUU Perampasan Aset sudah seharusnya disahkan. Dibutuhkan dukungan dan gerakan masyarakat sipil, baik melalui media sosial dan bila perlu gerakan di jalanan demi bisa mencapai cita-cita menjadi negara antikorupsi terbaik dunia.
Sekali lagi, upaya pemberantasan korupsi tidak mudah dan cepat, tapi bukan tidak bisa dicapai. Semua pihak perlu bergerak mendukung, mengawasi, dan mengawal penindakan yang sedang berjalan. Apalagi Singapura telah membuktikan bisa keluar dari jeratan itu lewat sikap tegas yang didukung semua pihak.
Baca juga:
Meskipun langkah Jokowi untuk mendesak kembali DPR mendapat banyak reaksi sangsi, hal itu bukanlah sebuah indikasi negatif. Hal tersebut justru menjadi tantangan bagi pemerintah untuk terus mendesak DPR sebagai bentuk tanggung jawab pada masyarakat. Jokowi harus membuktikan integritas pemerintah yang saat ini makin menipis di mata publik.
Menanti Sikap Jokowi
Jokowi juga tidak boleh lupa untuk memperhatikan dan menunjukkan sikap terkait hal-hal yang telah diungkap Mahfud MD. Dengan begitu, indikasi-indikasi korupsi dapat diusut secara tuntas untuk membuktikan benar tidaknya segala kecurigaan yang mencuat ke publik. Termasuk transparasi pengelolaan keuangan negara.
Sekarang bola RUU Perampasan Aset ada di tangan DPR. Ini menjadi waktu-waktu di mana lembaga legislatif tersebut harus membuktikan keberpihakannya kepada rakykat yang diwakilinya. Jika tidak ingin masyarakat menuduh macam-macam, DPR harus membuktikan bahwa tidak ada kepentingan yang membuat mereka takut untuk mengesahkan UU tersebut. RUU Perampasan Aset akan menjadi penentu wajah DPR dalam memberantas korupsi.
Ada pepatah yang mengatakan, harapan dan rasa kecewa harus memiliki porsi yang sama agar tidak sakit hati jika tidak sesuai. Namun, dalam hal pemberantasan korupsi, jika hanya memilih diam dan berdoa tanpa aksi sekecil apa pun, selamanya kita akan dikuasai oleh ketidakadilan dan pasrah pada nasib.
Maka dari itu, bersatu untuk mengawal RUU Perampasan Aset adalah bentuk tanggung jawab kita untuk masa depan generasi selanjutnya.
Editor: Prihandini N