Memorabilia (1)
ingin perang petasan
dengan bocah di gang seberang
bermain bola di jalan tengah malam
subuh itu kami belajar mengisap rokok
satu persatu kawan tumbuh dewasa
masalah hidup berbeda
cara pandang juga
ada yang saling menjauh
hanya karena berbeda-beda
aku kangen pada masa itu
di masa ramadan
menjadi remaja masjid dadakan
di masa ramadan
menjadi jamaah ceramah subuh
di masa ramadan
tadarus qur’an menanti magrib kumandang
tapi, siapa yang sudi bersetia kenang
masa-masa belakang?
(2023)
–
Ramadan (1)
jika kau memang tamu agung itu
maka izinkanlah aku merengkuh
sang Akbar yang hadir karena
kaset pita melantunkan qari di
masjid-masjid, musala-musala
jika kau memang tamu agung itu,
maka bikinkanlah aku rindu
sematang sajian sahur ibu
yang dikejar-kejar imsak
sehangat kopiku, yang lantak
dengan pekik asyhadu
dan hayya alash sholah itu.
(2023)
–
Ramadan (2)
di tengah keterasingan
dan kenikmatan yang anonim
aku diam-diam mencari arti iman
dari menahan lapar seharian
semasih borjuis-borjuis kota
berlomba-lomba sajikan takjil
buat si proletar berbuka
tapi ada yang malu tak punya
baju koko untuk ke musala
dan sempat ingin gantung diri
sebab tak kaffah mensyukuri
dan tak mengimani, kata ustad
dalam ceramah di Spotify
sedang umat sibuk bayangkan kegemilangan Cordoba
dan duka di Gaza;
jauh diterawang
dekat tak terbayang.
(2023)
–
Panoptikon
sementara sekarang
pencegahan dini
timbulkan ke-chaos-an
hadirkan kaki ibu di hadapan
utopia di telapak kaki ibu,
yang tak sempat diminta restu
untuk melakukan revolusi
atau insureksi
menantang tirani.
(2023)
*****
Editor: Moch Aldy MA