Pemikir amatir dan penulis prematur.

Peristiwa Seni Aldo Ahmad: Momen Kehancuran Fantasi Musikal

Boby Jeri

3 min read

Pertemuan saya dengan Aldo terjadi di universitas tempat kami berkuliah. Aldo Ahmad adalah senior saya yang beberapa kali membuat karya-karya aneh bin nyeleneh. Karya pertama yang saya jumpai (dan kebetulan saya ikut memainkan) berjudul PCCZ Saiki alias Polah Cah Cilik Zaman Saiki.

Bagi saya yang kala itu terbiasa mendengar dan menikmati musik yang identik dengan teknikalitas dan harmoni modern konvensional, memukul velg dan membunyikan gelas yang sudah dibasahi dengan dielus bibirnya adalah teknik yang sangat tidak familiar dan bunyinya pun tidak harmonis secara ilmu harmoni Barat modern. Bahkan, salah satu dosen saya mengkritisi partitur PCCZ Saiki yang dibilang tidak sesuai dengan kaidah penulisan partitur musik.

Baca juga:

Wacana dekolonial yang saya minati belakangan membawa saya ke ingatan terkait karya seni Aldo Ahmad yang pernah saya jumpai pada masa lalu, bahkan bertemu lagi dengannya. Saya kembali bertemu Aldo Ahmad event yang diselenggarakan oleh Kombo Lab di Yogyakarta tanggal 20 Januari 2023 lalu. Dia adalah salah satu performer pada pertunjukan musik eksperimental yang tidak nge-pop tersebut.

Acara tersebut diawali dengan diskusi tentang sound art—aktivitas artistik yang menjadikan suara sebagai medium utama—dengan metode improvisasi. Metode improvisasi pada event ini mencoba melampaui konsep improvisasi yang umum pada musik barat modern yang masih terkungkung oleh disiplin-disiplin harmoni, teknik, dan ritmis yang konvensional. 

Metode improvisasi Aldo Ahmad berusaha melepaskan diri dari struktur musikal modernis. Musik dibiarkan tercipta secara refleks improvisatif. Sederhananya, meminjam istilah J.F. Lyotard, seni dipahami sebagai peristiwa.

Aldo Ahmad yang saat itu berkolaborasi dengan Lica—seorang seniman asal Taiwan—menyuguhkan penampilan improvisasi liar yang menciptakan atmosfer ngeri dan membingungkan bagi saya. Seolah-olah penampilan Aldo dan Lica menanamkan sesuatu di dalam diri saya. 

Saya mendapati ada perbedaan antara perjumpaan dan keterlibatan dengan seni Aldo Ahmad. Perjumpaan; seolah saya hanya lewat dan tidak melebur alias berjarak dengan karya seni Aldo. Kesan aneh adalah manifestasi keberjarakan antara diri saya dan seni Aldo Ahmad. Sebenarnya, aneh dalam konteks tersebut adalah aneh dalam estetika modern (yang indah nan manis).

Sementara itu, keterlibatan saya artikan sebagai ikut masuk dalam proses kreatif dan menjadi agen yang memiliki efek tertentu dalam peristiwa kesenian tersebut. Dalam pertunjukan improvisasi, sang improvisator melebur dengan suasana dan agen-agen yang mengondisikan pertunjukan tersebut.

Kehancuran Fantasi Musikal

Ingatan yang kuat terhadap karya-karya Aldo pada masa kuliah adalah bibit-bibit kehancuran fantasi musikal saya. Fantasi dalam psikoanalisis Jacques Lacan adalah konstruksi realitas yang terbentuk dari dunia imajiner dan dunia simbolik. Fantasi membuat dunia subjek tertata rapi dan familiar sehingga subjek yang berfantasi merasa seolah-olah dirinya merasa utuh dan tahu tentang apa yang disebut realita. Dalam konteks fantasi musikal, konstruksi subjek mengenai dunia musik membentuk pengetahuan secara ontologis tentang apa yang bersifat musikal, apa yang bukan.

Sebagai subjek yang terbentuk fantasi musikalnya secara modernis, saya memiliki pandangan bahwa musik itu adalah medium yang digunakan sebagai entertainment. Maka dari itu, musik memiliki tetek bengek seperti teknik, teori, hingga struktur pementasan yang tujuannya adalah menyampaikan sesuatu dengan medium bunyi supaya penonton atau pendengar akan terhibur, serta merasakan eargasm.

Karya seni musik Aldo terdahulu seperti PCCZ Saiki masih bisa saya kategorikan dalam fantasi musikal modernis karena masih ada unsur entertainment yang saya dapatkan, yaitu aneh dan lucu—pokoknya menghibur. Padahal, sebenarnya hal itu adalah sistem operasi ketaksadaran sebagai bentuk defense mechanism dengan menghindari keganjilan musikal yang berisiko menghancurkan fantasi musikal. Memaknai keanehan musik Aldo sebagai keanehan dan kelucuan musikal familiar yang masih dalam horizon modern populer (musik sebagai entertainment) adalah upaya ngeles saya supaya tidak ribet-ribet memikirkannya secara serius. Namun, sayangnya, data memori musikal Aldo masih tersimpan rapi. Bagi saya, ingatan itulah yang lantas bersifat subversif.

Yang juga berpengaruh dalam momen hancurnya fantasi musikal saya adalah wacana dekolonisasi seni yang membawa refleksi secara sadar tentang bagaimana estetika modern membentuk realitas musikal dan mendorong saya untuk mencari pengalaman musikal berbeda walaupun sebenarnya saya masih belum bisa keluar dari sana. Terang saja, saya kadang masih merasa risih dengan nada sumbang dan teknik non konvensional.

Perasaan ganjil yang muncul setelah menyimak performance Aldo dan Lica mendobrak struktur mapan mengenai music performance yang ada dalam fantasi saya. Aldo menghancurkan struktur fantasi saya tentang seorang perkusionis yang selalu setia pada instrumen perkusinya. Ia bisa dengan tiba-tiba berjalan menjauh dari perkusinya, lalu berteriak lantang. Tak hanya itu, Aldo Ahmad juga menghancurkan fantasi terkait hierarki panggung antara performer dan penonton dengan berjalan ke tempat penonton hingga ke luar gedung pertunjukkan dan masuk tiba-tiba melalui pintu samping gedung. 

Baca juga:

Dekolonisasi Seni Musik

Aldo Ahmad berhasil membawa musik ke ruang yang terbebas dari hegemoni estetika Barat dan industrial yang berisiko mengalienasi subjek dari akar pengalaman musikalnya. Kendati demikian, Aldo tetap memasukkan unsur-unsur modern berupa instrumen dan teknik yang ia dapatkan semasa mempelajari musik modern.

Namun, hal itu saya baca sebagai upaya dekolonisasi dengan melahirkembalikan dirinya sebagai subjek seniman hibrida. Bagi saya, Aldo Ahmad sukses mengukuhkan identitasnya sebagai seniman otentik yang resisten terhadap hegemoni kolonialisme seni yang berwajah industri seni dan institusi pendidikan seni gaya Barat.

 

Editor: Emma Amelia

Boby Jeri
Boby Jeri Pemikir amatir dan penulis prematur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email