Mimpi Mobil Listrik Indonesia

Elis Nurhayati Hart

3 min read

Di tengah kesibukan hajatan besar mudik, serombongan delegasi pejabat dan pengusaha Indonesia berkunjung ke pabrik mobil listrik asal Texas, Amerika, Tesla Inc, milik Elon Musk untuk menawarkan kesempatan investasi di Indonesia.

Kunjungan pada 25 April 2022 tersebut dipimpin oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Pandjaitan, didampingi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Dalam pertemuan ini, Menko Marves tidak hanya menawarkan pembangunan pabrik baterai lithium, tetapi juga undangan untuk berinvestasi membangun pabrikan mobil listrik di Indonesia.

Baca juga:

Seperti pasangan yang sedang penjajakan, hubungan RI dan Elon Musk dikabarkan “putus-nyambung”. Sebelumnya, beberapa kali diberitakan Menko Marves dan Bos Tesla membahas program hilirisasi nikel mulai dari pengembangan industri baterai hingga adaptasi secara luas pada kendaraan listrik. Kesepakatan tersebut batal karena RI dianggap ‘Banana Republic’, yang sontak ditolak dan dikoreksi bahwa “Indonesia is a great country”.

Dalam ilmu politik, rupanya ‘banana republic’ atau republik pisang merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan negara yang tidak stabil secara politik dan ekonomi. Ketidakstabilan itu dikarenakan mereka bergantung pada ekspor komoditas sumber daya dari luar. Menko Marves berusaha meyakinkan bahwa kondisi saat ini telah berbeda dari sebelumnya dan RI tak rela didikte. Indonesia kini sudah ada kesepakatan dengan perusahaan China CATL dan perusahaan Korea Selatan LG.

Mungkin kita bertanya, kenapa RI ngotot bekerja sama dengan pihak yang telah merendahkan kita, padahal sudah ada mitra investor lain? Menko Marves menyebut bahwa Tesla memiliki enam sektor usaha yang berpotensi digarap di tanah air. Keenam sektor itu adalah mobil listrik, baterai lithium-ion, satelit akses internet, tempat peluncuran satelit, pesawat hipersonik, dan penstabil energi. Konon, RI membutuhkannya.

Dilema atau Sinergi?

Semata beralasan bahwa RI membutuhkan tampaknya tak cukup untuk menjadi landasan kebijakan. Industri mobil listrik, misalnya, dapat menghadirkan dilema atau justru bisa mendatangkan sinergi antara kemandirian nasional versus kebutuhan akan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI). Menjadi dilematik ketika FDI harus mematikan potensi karya anak bangsa. Sebaliknya, menjadi sinergis ketika FDI dan investasi berbasis kemandirian nasional tumbuh bersama.

Kebijakan kendaraan listrik nasional terdorong oleh kepedulian terhadap isu-isu lingkungan, perubahan iklim, dan pemanasan global, antara lain pencemaran udara akibat emisi gas buang dan penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil. Indonesia menargetkan produksi dan penggunaan mobil listrik nasional berbasis baterai 400.000 unit pada 2022. Sah-sah saja jika kita beranggapan atau setidaknya berharap sebagian dari produk industri mobil listrik itu akan bermerek nasional, karya anak bangsa dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tinggi, dan harga terjangkau.

Dalam mewujudkan mimpi mobil listrik nasional, Indonesia dianggap kalah ”selangkah” dari negara tetangga Turki. Wihana Kirana Jaya, Guru Besar FEB UGM, menyampaikan bahwa Turki sudah membuat prototipe mobil listrik nasional, yakni model sedan dan sport utility vehicle (SUV), dan menyiapkan infrastruktur, terutama lahan untuk pembangunan pabrik di Bursa, kota terbesar keempat Turki di selatan Istanbul. Presiden Turki sudah mencoba menyetir sendiri prototipe mobil listrik itu. Pabrik telah memasuki lini produksi pada 2021 dengan tingkat produksi kapasitas penuh 175.000 unit pada 2022 dan menyerap 4.000 pekerja.

Profesor ekonomi bisnis yang juga Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi ini menyarankan Indonesia sebaiknya tak ragu untuk segera mengikuti langkah Turki dengan menyiapkan prototipe standar/model mobil listrik nasional untuk diuji coba sekaligus menyiapkan lahan untuk pabriknya juga. Selanjutnya, penyiapan infrastruktur charging station perlu memperhitungkan perkembangan, jumlah, dan sebaran mobil listrik, durasi pengisian, serta kapasitas jelajah dengan baterai penuh.

Ekosistem industri kendaraan listrik akan melibatkan berbagai industri ikutan yang cukup besar, mulai dari bahan baku, produksi komponen, hingga distribusi pada pengguna akhir. Jumlah tenaga kerja yang akan terserap dalam mata rantai industri mobil listrik ini pun cukup banyak. Mobil listrik berpotensi membawa angin segar terkait green job, selain berpotensi meningkatkan penerimaan ekspor cukup besar.

Ahli lainnya, A Prasetyantoko, Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, menyebut ada beberapa alasan mengapa Indonesia berpeluang menjadi pemain penting dalam mata rantai industri kendaraan listrik global.

Pertama, alam Indonesia menyediakan bahan baku utama baterai listrik seperti nikel, kobalt, aluminium, dan mangan. Hanya lithium yang masih impor. Sekitar 80 persen bahan baku baterai listrik ada di pasar domestik, sisanya impor.

Kedua, regulasi cukup kondusif bagi investasi dan pengembangan industri kendaraan listrik. Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memudahkan perizinan serta pendanaan investasi melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Sementara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2021 memberikan fasilitas pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. PP ini juga mengatur tarif PPnBM sebesar nol persen untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles (BEV) atau fuel cell electric vehicle (FCEV).

Ketiga, Indonesia dengan penduduk lebih dari 240 juga dengan jumlah kelas menengah lebih dari 40 juta merupakan pasar kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara.

 Singkatnya, ekosistem industri yang baik memerlukan ekosistem regulasi yang solid, dan ekosistem industri kendaraan listrik Indonesia dianggap memiliki semuanya.

Tentunya, setiap langkah untuk mengurangi emisi perlu didukung demi kelestarian kehidupan di Planet Bumi. Transformasi kendaraan berbasis BBM fosil yang kotor ke kendaraan bertenaga listrik yang bersumber dari energi bersih baru dan terbarukan adalah salah satu solusi masuk akal. Untuk mewujudkan mimpi itu, Indonesia harus bangun, bekerja dan menyingsingkan lengan baju. Banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan terlebih dahulu. Jangan sampai mimpi mobil listrik yang memenuhi harapan banyak pihak mengenai industri yang berkelanjutan secara ekonomi, ekologi dan pertanggungjawaban sosial, sekedar jadi mimpi yang berkelanjutan.

 

Elis Nurhayati, Pegiat Isu Keberlanjutan dan Peserta Program Eksekutif PPM School of Management

Elis Nurhayati Hart

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email