Setiap 10 Desember, dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia sebagai pengingat momen bersejarah ketika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 1948. Tahun 2024 menandai 76 tahun sejak lahirnya DUHAM—dokumen yang menjadi tonggak penting bagi pelindungan dan pemajuan hak asasi manusia secara global.
Tema peringatan Hari HAM Sedunia tahun ini mencerminkan komitmen universal terhadap hak asasi manusia sebagai kekuatan transformasi sosial. Dengan mengusung tema global “Our Rights, Our Future, Right Now”, PBB menegaskan bahwa hak asasi manusia bukan sekadar gagasan abstrak, melainkan instrumen nyata yang melindungi martabat manusia, memberdayakan masyarakat, dan membangun masa depan yang lebih baik.
Di Indonesia, tema yang diangkat adalah “Harmoni dalam Keberagaman Menuju Indonesia Emas 2045″ sebagai refleksi visi bangsa yang inklusif dan damai dalam menyongsong 100 tahun kemerdekaan. Peringatan ini mengundang seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melangkah mewujudkan harmoni keberagaman dengan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.
Sekilas mengenai hak asasi manusia
Sejatinya, hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada setiap individu sejak lahir, mencerminkan nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, dan martabat manusia tanpa memandang kebangsaan, etnis, atau agama. Sebagaimana tercantum dalam DUHAM, HAM meliputi hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial (Sipol), dan budaya yang bersifat universal (Ekosob).
Keberadaan HAM bergantung pada dua pilar utama: duty bearer dan rights holder. Duty bearer, dipikul oleh pemerintah, yang bertanggung jawab menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM, sementara rights holder adalah individu yang berhak menuntut pemenuhan hak tersebut. Interaksi antara keduanya tidak bersifat sepihak; pemerintah wajib menciptakan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan hak, sementara masyarakat berkewajiban mengawasi agar pemerintah menjalankan tanggung jawabnya sesuai prinsip HAM.
Di Indonesia, meskipun telah ada pelbagai upaya untuk memajukan HAM, seperti pembentukan Komnas HAM dan ratifikasi konvensi internasional, tantangan masih banyak ditemukan. Masyarakat sebagai rights holder harus terus mengawal pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai duty bearer agar harmoni keberagaman yang menjadi visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan secara nyata, bukan sekadar formalitas dan slogan.
Baca juga:
Pengabaian HAM di Indonesia
Kondisi HAM di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Hal ini tecermin dari upaya pemerintah yang terlihat tidak serius dalam menghormati, memenuhi, dan melindungi HAM warga negaranya. Yang terbaru, kasus penembakan siswa SMK di Semarang telah disimpulkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM.
Kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya, khususnya berat masa lalu, di antaranya peristiwa 1965-1966, penghilangan paksa aktivis, dan pelanggaran HAM tahun 1998, dan masih banyak yang lainnya, hingga kini belum terselesaikan secara tuntas. Ketidakjelasan penyelesaian kasus-kasus ini mencerminkan lemahnya komitmen pemerintah untuk menegakkan keadilan dan memberikan pemulihan yang layak bagi para korban sehingga menjadi catatan kelam dalam sejarah penegakan HAM di Indonesia.
Pelanggaran HAM pun terjadi dalam bentuk kekerasan terhadap kelompok minoritas dan konflik agraria akibat proyek infrastruktur serta eksploitasi sumber daya alam. Penggusuran paksa tanpa solusi yang adil kerap melanggar hak ekonomi dan sosial masyarakat terdampak. Hal ini menunjukkan kegagalan pemerintah sebagai duty bearer dalam menjalankan tanggung jawabnya untuk melindungi hak asasi warganya.
Saatnya Menjunjung Tinggi HAM
Pembatasan ruang gerak aktivis, intimidasi terhadap jurnalis, dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi semakin memperburuk kondisi HAM di Indonesia. Upaya membumikan HAM harus diwujudkan melalui langkah konkret, bukan sekadar slogan tahunan. Tanpa tindakan nyata, cita-cita harmoni keberagaman dan keadilan sosial hanya akan menjadi retorika kosong tanpa dampak bagi rakyat.
Langkah konkret tersebut harus mencakup penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat masa lalu melalui mekanisme yang transparan dan berkeadilan, serta memastikan pemulihan hak bagi para korban. Pemerintah pun perlu memperkuat perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk minoritas etnis, agama, dan gender, dengan menghapus kebijakan diskriminatif serta menindak tegas pelaku kekerasan terhadap mereka.
Baca juga:
Di sisi lain, kebijakan pembangunan harus dirancang dengan mempertimbangkan hak-hak masyarakat lokal, terutama dalam proyek infrastruktur dan eksploitasi sumber daya alam. Pemerintah harus menjadikan warga sebagai subjek dalam pembangunan, bukan objek. Selain itu, pemerintah harus mengedepankan dialog partisipatif sekaligus substantif untuk menghindari konflik agraria dan memastikan keadilan bagi warga terdampak.
Selain itu, kebebasan berekspresi dan ruang demokrasi perlu dijaga dengan membatasi penggunaan undang-undang yang berpotensi membungkam kritik—misalnya UU ITE—serta melindungi aktivis dan jurnalis dari intimidasi. Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat membangun masyarakat yang inklusif dan berkeadilan, sekaligus menjadikan hak asasi manusia sebagai fondasi utama dalam menyongsong visi Indonesia Emas 2045.
HAM dan Indonesia Emas 2045
Langkah-langkah tersebut, jika dijalankan dengan konsisten, dapat membuka jalan menuju Indonesia yang lebih adil dan harmonis, dengan masyarakat yang merasakan langsung pemenuhan hak-haknya. Pembumian hak asasi manusia bukan hanya soal pencapaian legislasi atau pembuatan kebijakan yang baik, tetapi lebih pada implementasi nyata di tingkat masyarakat. Negara harus memastikan bahwa setiap warganya, tanpa terkecuali, dapat menikmati hak-hak dasar mereka, baik itu hak untuk hidup, hak atas pendidikan, kesehatan, kebebasan berpendapat, maupun hak atas pekerjaan yang layak.
Penting bagi pemerintah untuk mendorong kesadaran hukum di masyarakat agar hak-hak asasi manusia tidak hanya dipahami sebagai norma yang ada di dalam undang-undang, tetapi juga sebagai nilai yang harus dihargai dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan hak asasi manusia yang inklusif dan menyeluruh harus diperkenalkan sejak dini, dengan melibatkan semua lapisan masyarakat agar generasi mendatang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya hak-hak mereka dan menghormati hak orang lain.
Baca juga:
Selain itu, kita perlu menumbuhkan budaya dialog dan toleransi yang sehat dalam masyarakat. Keberagaman suku, agama, dan budaya harus dilihat sebagai kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan dihargai, bukan sebagai sumber perpecahan. Dalam konteks ini, penting untuk memperkuat peran media sebagai pilar demokrasi yang mengedukasi masyarakat tentang hak-hak asasi manusia, serta memberikan ruang bagi suara-suara yang terpinggirkan untuk didengar.
Indonesia Emas 2045 sebagai cita-cita besar bangsa harus dilandasi oleh komitmen yang kuat untuk menegakkan dan membumikan hak asasi manusia, dengan memberi ruang bagi setiap individu untuk berkembang, berpartisipasi, dan menikmati hasil pembangunan secara adil. Dengan demikian, perjuangan untuk hak asasi manusia bukanlah sekadar perjuangan jangka pendek atau tahunan, tetapi merupakan perjuangan panjang yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga internasional untuk menciptakan dunia yang lebih beradab dan manusiawi.
Peringatan Hari Hak Asasi Manusia 2024, dengan tema “Harmoni dalam Keberagaman Menuju Indonesia Emas 2045″ harus menjadi momentum untuk meninjau kembali langkah-langkah yang telah diambil dalam pelaksanaan hak asasi manusia dan menilai sejauh mana kita telah mencapai tujuan bersama. Jangan biarkan mimpi besar ini terabaikan oleh retorika semata. Saatnya untuk memperkuat komitmen kita dalam memperjuangkan hak asasi manusia secara nyata, sehingga dapat mewujudkan Indonesia yang lebih maju, damai, dan sejahtera untuk semua.
Editor: Prihandini N