Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Suka ngomongin Politik, Hukum dan Kebijakan Publik.

PDI-P dan Omong Kosong Oposisi

Bayu Nugroho

2 min read

Tulisan ini dibuat sebagai kritik terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai yang diharapkan menjadi oposisi keras pemerintahan Prabowo-Gibran. Harapan saya terhadap PDI-P mulai sirna sehubungan dengan sikap partai yang tidak jelas terhadap berbagai isu kerakyatan.

Partai berlogo moncong banteng ini justru sibuk berperang narasi dengan mantan Presiden Joko Widodo terkait dengan kasus hukum yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto. PDI-P tak ubahnya partai yang terobsesi pada Joko Widodo, yang dikhianati dan merasakan sakit hati yang tak kunjung padam. Padahal yang sedang memimpin Indonesia secara definitif sekarang bukanlah Jokowi, melainkan Prabowo Subianto.

Oposisi Setengah Hati

Jika ditilik lebih lanjut, satu-satunya partai politik yang belum bergabung dengan KIM-Plus hanyalah PDI-P. Publik menantikan sikap spartan politisi PDI-P sebagai oposisi seperti halnya dulu getol mengkritik kebijakan Presiden SBY. Bahkan, dalam sepuluh tahun SBY berkuasa PDI-P konsisten menjadi oposisi.

Sebut saja ketika SBY terpaksa menaikan harga BBM berapa ratus perak saja, PDI-P yang waktu itu menjadi oposisi mengorkestrasi aksi demonstrasi hingga membuat Puan Maharani menangis ketika sedang berorasi. Konsistensi oposisi tersebutlah yang dinantikan masyarakat di pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, hingga lebih dari seratus hari pemerintahan Prabowo-Gibran, isu pertemuan Megawati-Prabowo sempat mencuat demi menjajaki peluang PDI-P bergabung dengan KIM-Plus.

Baca juga:

Namun, rencana tersebut urung terlaksana akibat kasus hukum yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus hilangnya Harun Masiku. Sikap partai yang cenderung wait and see membuat keberpihakan PDI-P dipertanyakan publik.

Untuk berbagai isu tertentu, PDI-P justru sejalan dengan pemerintah, sebut saja soal kenaikan PPN 12% dan yang terbaru terkait dengan revisi UU TNI yang ketua Panjanya adalah kader PDI-P sendiri, yaitu Utut Adianto selaku ketua Komisi I DPR RI.

Berbagai sikap yang ditujukkan PDI-P memperlihatkan bahwa partai yang identik dengan ideologi marhaenisme tersebut sudah seperti menjadi bagian dari koalisi pemerintahan yang membuat setiap usulan undang-undang yang diajukan oleh pemerintah sudah pasti akan disahkan tanpa ada perlawanan yang bearti di parlemen.

Orkestrator Revisi UU TNI

Komisi I DPR RI berencana mengesahkan revisi UU TNI dalam rapat paripurna pada tanggal 20 Maret 2025. Produk legislasi ini ditentang oleh masyarakat sipil karena semakin memperkuat posisi tantara aktif di berbagai jabatan sipil.

Setidaknya terdapat berbagai isu krusial yang dibahas, yaitu perluasan jabatan bagi militer aktif di ranah sipil serta perpanjangan usia pensiun dinas militer bagi prajurit TNI. Pembahasan dalam revisi UU TNI ini dilakukan secara kilat dan sembunyi. Bahkan tahapan konsinyering Komisi I DPR RI dilakukan secara tertutup di dalam hotel bintang lima tanpa adanya keterbukaan informasi ke publik, serta dilaksanakan tidak di hari kerja.

Hal ini jelas membuat publik jengah lantaran saat ditelisik dalam sistem pemantauan web DPR RI tidak terdapat satupun naskah akademik maupun RUU yang dapat diakses. Orkestrator dalam proses perumusan revisi UU TNI ini adalah Utut Adianto yang menjabat sebagai Ketua DPR RI Komisi I yang kemudian ditugasi juga sebagai ketua Panja revisi UU TNI.

Saat dimintai keterangan perihal diadakannya rapat secara tertutup di hotel bintang lima, Utut adianto mengatakan bahwa hal tersebut biasa dilakukan oleh anggota DPR RI dalam tahap konsinyering. Ia beralasan pembahasan revisi tersebut dilakukan secara marathon sehingga membutuhkan tempat untuk tidur. Tentu sikap DPR RI yang mendukung adanya perluasan kewenangan militer aktif ke dalam jabatan sipil merupakan langkah mundur dalam demokrasi di Indonesia.

Baca juga:

PDI-P sendiri menjadi besar lantaran menentang kekuasaan otoriter Soeharto yang di-backing oleh militer. Mungkin perlu ada yang mengingatkan Megawati bahwa ada andil kudeta militer oleh Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dalam pelengseran ayahnya dari tampuk kekuasaan sebagai Presiden.

Membaca Sikap PDI-P dalam Kongres Partai

PDI-P telah menjadwalkan pelaksanaan kongres partai pada bulan April mendatang. Dalam kongres tersebut akan dibahas banyak hal, antara lain pemilihan ketua umum dan juga sekretaris jenderal, terlebih pasca Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Selain itu, sikap Megawati terkait arah politik PDI-P juga patut dinantikan. Melihat berbagai permasalahan pelik akibat kebijakan sembrono pemerintah,  oposisi  sangatlah diperlukan. Akan tetapi, melihat sikap dan siasat PDI-P hari ini, rasanya akan sulit, terbukti dalam berbagai kesempatan sikap PDI-P justru sejalan dengan pemerintah.

PDI-P hingga sekarang tidak beroposisi dengan Prabowo, tetapi dengan Jokowi. Berbagai pernyataan yang keluar dari PDI-P justru tidak menyoroti kebijakan pemerintah. PDI-P hanya perang argumentasi dengan Jokowi yang jelas sudah tidak menjabat sebagai presiden. Hal ini membuktikan bahwa PDI-P hari ini kehilangan arah dalam menentukan sikap. PDI-P banyak membuat drama dan hanya mementingkan ego sektoral partai. Miris dan memprihatinkan!

 

 

Editor: Prihandini N

Bayu Nugroho
Bayu Nugroho Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Suka ngomongin Politik, Hukum dan Kebijakan Publik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email