Fisikawan Partikelir. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Penulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar pada Sains (2022).

Obrolan Teknik Bersama Nenek

Joko Priyono

2 min read

Para bocah pernah diajak mengingat nenek. Nenek itu sangat penting jika mengacu pada salah satu lagu gubahan Ibu Soed, Nenek Moyangku Seorang Pelaut.

Nenek moyangku seorang pelaut

Gemar mengarung luas samudra

Menerjang ombak, tiada takut

Menempuh badai sudah biasa

Lagu itu mengisahkan masa lalu punya nenek. Di penjelasan babak sejarah, orang-orang memilih menggunakan frase “neek warisan”. Nenek menelusuri sejarah bangsa maritim. Lagu itu bukan angan-angan di masa depan, tetapi suatu perjalanan penting. Nenek mewakili berbagai aspek ilmu dan pengetahuan; bagaimana menghadapi ombak, kesadaran dalam berlayar, dan tata cara memahami arah angin.

Lema nenek agak bermasalah saat para bocah mendengarkan lagu lain yang menemani masa kanak-kanak mereka: Burung Kakak Tua .

Burung kakak tua

Hinggap di jendela

Nenek sudah tua

Giginya tinggal dua

Lagu ini tak melulu menggunakan kata nenek. Terkadang, ia juga dilantunkan dengan kata kakek. Liriknya mengisahkan imajinasi tentang kerapuhan dan kerentaan orang tua. Tak ada gairahnya lagi.

Baca juga:

Buku bacaan anak berjudul Nenekku Seorang Engineer (2022) terbitan Kiddo menyangsikan penggambaran nenek—atau kakek—dalam lagu Burung Kakak Tua. Buku ini terjemahan dari salah satu seri Profesi STEAM garapan Shini Somara dan Nadja Sarell, diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Daniel Santosa. Bersamaan dengan itu, buku ini juga menyiratkan pemahaman tentang peran gender yang tidak konvensional kepada pembacanya.

Nenekku Seorang Engineer mengisahkan obrolan panjang seorang bocah bernama Zara dengan neneknya. Perbincangan diawali dengan rasa penasaran Zara. “Zara ingin tahu semuanya! Pagi ini dia melihat pesawat terbang dari jendela kamarnya, dan dia juga HARUS bisa membuat pesawat terbangnya sendiri.”

Sosok Zara adalah seorang bocah yang cerewet. Ia ingin tahu banyak hal atas apa yang diceritakan oleh neneknya. Nenek Zara hadir dengan berbagai kisah yang menggambarkan keberadaan alat, pengetahuan, ruang, hingga pengalaman. Semuanya dikemas dengan napas ilmu dan pengetahuan.

Suatu saat, mereka melewati sebuah proyek pembangunan yang dipenuhi oleh kendaraan dan banyak orang. Zara bertanya kepada neneknya mengapa sebuah derek bisa mengangkat beban. Dengan enteng, neneknya menjawab, “Ah, derek memanfaatkan bobot pengimbang untuk menyeimbangkan bebannya. Mirip jungkat-jungkit yang butuh dua orang di masing-masing ujungnya supaya bisa seimbang.”

Zara dan nenek mudah berdialog karena kisah mereka berangkat dari ruang perkotaan—terlebih, buku itu awalnya diterbitkan di Inggris. Situasi di buku belum tentu langsung bisa diterima oleh beberapa bocah Indonesia.

Kisah Zara mengingatkan saya kepada sebuah novel garapan penulis Jepang, Yosichi Shimada, Saga no Cabai Bachan. Novel ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Indah S. Pratidina dan diterbitkan Pustaka Inspira pada 2013 dengan judul Nenek Hebat dari Saga. Novel ini mengisahkan kehidupans seorang nenek bernama Osano yang merawat cucunya di masa kehancuran Jepang pasca dibom pada 1945.

Nenek Osano hidup dalam kemiskinan, kecemasan, dan ketidakjelasan, tetapi ia adalah sosok yang cerdik dalam merawat dan membesarkan cucunya. Nenek Osano punya kemampuan mengolah diri dengan konsep ilmu dan pengetahuan di tengah gejolak. Lewat kacamata Nenek Osano, novel ini mengisahkan bagaimana bangsa Jepang bangkit dari keterpurukan.

Kita kembali ke buku Nenekku Seorang Engineer. Penggunaan tokoh Zara dan neneknya memberi kisah bagi para bocah bahwa ahli teknik maupun yang menekuni bidang ilmu dan pengetahuan itu bukan hanya laki-laki. Perempuan juga bisa—sebagaimana diwakili oleh sosok nenek. Menariknya, buku ini tidak gamblang menunjukkan pesan-pesan yang mendorong bocah perempuan harus jadi ini dan itu. Penceritaannya tidak satu arah sehingga kedua tokohnya saling mengerti dan memahami proses yang terjadi dalam babak ilmu dan pengetahuan.

Tulisan lain oleh Joko Priyono:

Pada akhirnya, pembaca menyampaikan paham bahwa dialog terbaik adalah dialog yang dihubungkan dengan rasa pengetahuan, dengan masalah. Benar apa yang tertulis di buku itu, “Pemahaman yang lebih baik tentang dunia yang kita tinggali akan membantumu mengembangkan, mengubah, bahkan menemukan jawaban dan masalahmu sendiri.” Kutipan ini sekaligus menyiratkan pentingnya berimajinasi dan bertanya.

 

Editor: Emma Amelia

Joko Priyono
Joko Priyono Fisikawan Partikelir. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Penulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar pada Sains (2022).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email