Fisikawan Partikelir. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Penulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar pada Sains (2022).

Bahasa Indonesia untuk Mengasuh Anak

Joko Priyono

2 min read

Dalam liputan pendek berjudul Biasakan Anak Bicara Bahasa Indonesia yang terbit di Tribun Jateng tahun lalu, penyanyi Anggun C. Sasmi tampil penuh senyum. Meski tinggal di Perancis, Anggun masih sudi mengajari anaknya berurusan dengan bahasa Indonesia. Sikap yang menegaskan anggapan bahwa ibu menjadi rujukan penting dalam kebahasaan seorang anak.

Di situ dituliskan, “Tinggal di Perancis selama bertahun-tahun, penyanyi Anggun C. Sasmi tak ingin melupakan akarnya sebagai orang Indonesia. Bahkan, Anggun tetap membiasakan putrinya, Kirana Cipta Montana, yang lahir di Perancis, bicara dengannya dalam bahasa Indonesia.” Membaca itu, saya jadi terpantik untuk menelusuri kesejarahan pentingnya bahasa Indonesia terhadap anak. Namun, saya tak ingin langsung mencipta istilah klise yang tak jauh-jauh dari sisa ingar-bingar peringatan Sumpah Pemuda.

Baca juga:

Konon, banyak keluarga di abad ke-21 menghadapi tantangan perkara bahasa karena perkembangan masif televisi dan internet. Banyak orang kemudian terkonstruk bahwa yang asing itu yang modern dan unggul. Hal ini sebagaimana juga pernah dicatat oleh Wardi lewat bukunya, Terbaca: Sejenak Bertema Anak (2021).

Wardi menelusuri sejarah kepustakaan tentang bagaimana asuhan keluarga semakin mengabaikan budaya lokal. Wardi menulis, “Acuan-acuan dari negara-negara asing diakui benar, tinggi, penting, dan sah. Kita jangan merasa bersalah! Anak-anak kita dalam asuhan nalar imajinasi kolosal berkiblat global. Hal-hal mengacu lokal masih berlaku, berkurang dan berkurang.” Pernyataan Wardi, meski terkesan menyerah dan menampakkan “pemakluman”, tapi menyiratkan kegelisahannya terhadap perkembangan bahasa Indonesia.

Saya tidak bermaksud untuk menegasikan bahasa asing. Sebab, seiring perkembangan zaman, penggunaan bahasa memang perlu penyesuaian dengan mengarusutamakan asas keselarasan. Hal yang perlu diutarakan, bagaimana mestinya merefleksikan kembali posisi bahasa maupun kebudayaan yang menjadi jati diri itu menjadi sebuah kearifan dalam pangkuan kehidupan dunia ini. Bahasa sering menjadi masalah serius. Orangtua seperti kita mengharapkan seorang anak mau memberikan napas bagi keberlangsungannya ketika dihadapkan pada perkembangan.

Betapa pun masalah dalam bahasa Indonesia terus menjadi beban pekerjaan bagi pemerintah, kesadaran dari warga masyarakat itu terus diperlukan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Soeratman melalui esai Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia: Kewajiban dan Tanggung Jawab Seluruh Rakyat (1984), yakni bahasa Indonesia itu patri persatuan bangsa yang cukup ampuh. Bahasa Indonesia kemudian terkoneksi pada kesadaran kebhinnekaan. Tiap orang diajak memahami hak dan kewajiban antara satu dengan lainnya.

Anak dan Asuhan Keluarga

Conny Semiawan dikenal sebagai pakar pendidikan anak, baik formal, informal, dan nonformal. Di buku berjudul Penerapan Pembelajaran Pada Anak (2009), ia menggarisbawahi pentingnya pengasuhan keluarga dalam proses tumbuh dan kembang seorang anak. Keluarga punya peran sebagai penumbuh kepedulian, kesadaran, dan totalitas terhadap lingkungan pada diri anak.

Kaitannya dengan bahasa adalah anak dididik dengan bahasa ibu. Dari sana, seorang anak melewati fase demi fase pertambahan umur, lalu beranjak untuk adaptasi dengan berbagai dimensi yang ada, mulai dari lingkungan sekitar, pendidikan, dan masyarakat secara luas. Kita kemudian akan menyadari bagaimana kegagalan pola asuh dalam urusan berbahasa akan berdampak signifikan bagi tumbuh-kembang seorang anak.

Sejalan dengan itu, Shinichi Suzuki berbagi penelitiannya tentang bahasa ibu dalam buku Mengembangkan Bakat Anak Sejak Lahir (1989). Shinichi menyebutkan bahwa saat seorang anak dapat berbicara dalam bahasa ibunya dengan lancar, perkembangan kekuatan mental si anak akan baik. Itu menjalar dan berpengaruh pada aspek lingkungan pendidikan hingga perkembangan minat dan bakat.

Tulisan lain oleh Joko Priyono:

Bacaan

Bahasa mengajak kita membicarakan buku. Saya menemukan tulisan Murti Bunanta dalam bunga rampai Berkelana Lewat Buku: Kisah Tujuh Penulis (2021). Melalui tulisan Semasa Kecil Sampai Tujuh Puluh Tahun Kemudian, ia mengenang masa kanak-kanaknya mengenai singgungannya dengan ibu, buku, dan bahasa. Kisah itu semakin memperkuat atas apa yang pada masa berbeda diterapkan oleh Anggun, tanpa mengecualikan peranan bahasa dalam lagu-lagu yang membentuk kreativitas dan daya imajinasi sang diva.

Murni mencatatkan, “Masih membekas dalam ingatan ketika setiap malam saya didudukkan di atas meja bundar yang sebenarnya adalah meja makan keluarga. Ibu lalu memeluk pinggang saya dengan kedua tangannya dan mulailah ‘dunia antah berantah’ muncul dari cerita lisan ibu. Secara tidak langsung, ibu saya menunjukkan ‘dunia dongeng’ yang penuh keajaiban, kebahagiaan, kesediaan, ketabahan, kegembiraan, serta kejenakaan yang semuanya merefleksikan umat manusia.”

Duh, kita malah kembali diingatkan pada kisah kecil dari Anggun C. Sasmi. Pada tahun 1981, penerbit Rosda Jayaputra menerbitkan sebuah buku cerita anak dengan judul Kami Sahabat Manusia dengan keterangan nama penulis Anggun Cipta Sasmi. Kalau kita merujuk pada Anggun penyanyi tadi, masa itu ia baru berusia tujuh tahun. Rupa-rupanya, buku itu adalah garapan bapaknya yang mengisi dunia buku anak pada era 1980-an, Darto Singo. Saya jadi menduga, pengasuhan orang tua menjadi “gen” yang terwariskan secara turun-temurun.

 

Editor: Emma Amelia

Joko Priyono
Joko Priyono Fisikawan Partikelir. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Penulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar pada Sains (2022).

One Reply to “Bahasa Indonesia untuk Mengasuh Anak”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email