Program makan bergizi gratis di sekolah sering kali menjadi sorotan dalam kebijakan publik. Di satu sisi, program ini dianggap sebagai langkah positif untuk memastikan bahwa anak-anak, terutama dari keluarga kurang mampu, mendapatkan nutrisi yang cukup agar bisa fokus belajar. Namun, di sisi lain, muncul kritik bahwa pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan peningkatan kualitas pendidikan, seperti perbaikan fasilitas sekolah, pelatihan guru, atau kurikulum yang lebih relevan. Pertanyaannya adalah: mengapa pemerintah lebih fokus pada makan bergizi daripada kualitas pendidikan? Apakah ada agenda tersembunyi di balik kebijakan ini? Ataukah ini hanya bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola prioritas?
Lebih lanjut bahwa, program makan bergizi gratis di sekolah sebenarnya bukanlah ide yang buruk. Banyak penelitian menunjukkan bahwa nutrisi yang cukup sangat penting untuk perkembangan kognitif anak. Anak yang lapar sulit untuk berkonsentrasi, dan ini tentu berdampak pada prestasi akademik mereka. Dalam konteks ini, program makan bergizi gratis bisa dilihat sebagai upaya untuk memastikan bahwa semua anak, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar.
Baca juga:
Namun, masalahnya adalah program ini sering kali dijadikan sebagai “solusi instan” yang menutupi masalah yang lebih besar: rendahnya kualitas pendidikan. Alih-alih mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kualitas guru, memperbaiki fasilitas sekolah, atau mengembangkan kurikulum yang lebih relevan, pemerintah justru memilih untuk fokus pada hal-hal yang bersifat fisik dan jangka pendek. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah pemerintah benar-benar peduli pada masa depan pendidikan, ataukah mereka hanya ingin terlihat “berbuat sesuatu” tanpa menyentuh akar masalah?
Ada anggapan bahwa pemerintah mungkin “tidak mau kita pintar” karena takut akan aksi massa. Ini bukanlah argumen yang sepenuhnya tanpa dasar. Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat yang terdidik dan kritis cenderung lebih sulit untuk dikendalikan. Mereka lebih mungkin untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah, menuntut transparansi, dan bahkan melakukan protes jika hak-hak mereka diabaikan. Dalam konteks ini, program makan bergizi gratis bisa dilihat sebagai cara untuk “membeli” kepatuhan masyarakat tanpa harus memberdayakan mereka melalui pendidikan yang berkualitas.
Pemikiran ini mengingatkan kita pada Paulo Freire. Seorang filsuf pendidikan asal Brasil, yang dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed (Pendidikan Kaum Tertindas) ini mengkritik sistem pendidikan yang disebut sebagai “pendidikan gaya bank”. Menurut Freire, sistem pendidikan sering kali dirancang untuk mempertahankan status quo, di mana pengetahuan hanya “ditransfer” dari guru ke murid tanpa mendorong pemikiran kritis atau kesadaran sosial. Freire berargumen bahwa pendidikan seharusnya membebaskan dan memberdayakan individu untuk memahami dan mengubah realitas sosial mereka.
Jika kita mengaitkan pemikiran Freire dengan situasi ini, bisa dikatakan bahwa program makan bergizi gratis, meski penting, tidak cukup untuk membawa perubahan struktural dalam masyarakat. Pendidikan yang berkualitas dan membebaskan adalah kunci untuk menciptakan kesadaran kritis di masyarakat. Jika pemerintah hanya fokus pada hal-hal seperti makan bergizi tanpa memperbaiki kualitas pendidikan, bisa jadi ini adalah cara untuk mempertahankan ketidaksetaraan sosial dan mencegah munculnya gerakan massa yang kritis.
Ketimpangan sosial adalah masalah yang sangat mendasar di banyak negara, termasuk Indonesia. Anak-anak dari keluarga kurang mampu sering kali tidak memiliki akses ke pendidikan yang berkualitas. Hal ini membuat siklus kemiskinan terus bergulir. Program makan bergizi gratis mungkin bisa membantu mengurangi beban ekonomi keluarga miskin, tetapi tidak akan menyelesaikan masalah ketimpangan sosial.
Pendidikan yang berkualitas seharusnya menjadi alat untuk memutus siklus kemiskinan. Pemerintah perlu memastikan bahwa semua anak, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka, memiliki akses ke pendidikan yang berkualitas. Ini termasuk memperbaiki fasilitas sekolah, meningkatkan kualitas guru, dan mengembangkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Salah satu masalah utama dalam kebijakan publik adalah alokasi anggaran yang tidak seimbang. Pemerintah sering kali lebih memilih untuk mengalokasikan anggaran pada program-program yang memberikan hasil instan dan mudah dilihat, seperti makan bergizi gratis, daripada investasi jangka panjang seperti peningkatan kualitas pendidikan. Ini bisa dimengerti dari sudut pandang politik, karena program-program seperti makan bergizi gratis lebih mudah untuk dipromosikan dan mendapatkan dukungan publik.
Namun, ini adalah pendekatan yang berbahaya. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang membutuhkan komitmen dan konsistensi. Tanpa pendidikan yang berkualitas, masyarakat tidak akan mampu bersaing di era globalisasi yang semakin kompetitif. Ini bukan hanya tentang mendapatkan pekerjaan yang baik, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang kritis, kreatif, dan inovatif.
Program makan bergizi gratis memang penting, terutama untuk memastikan bahwa anak-anak tidak belajar dalam keadaan lapar. Namun, ini tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah perlu menyeimbangkan kedua aspek ini. Jika anggaran hanya difokuskan pada hal-hal yang bersifat “fisik” seperti makan bergizi, sementara kualitas pendidikan diabaikan, maka ini bisa menjadi indikasi bahwa pemerintah lebih tertarik pada stabilitas sosial jangka pendek daripada pemberdayaan masyarakat jangka panjang.
Seperti yang dikatakan Paulo Freire, pendidikan seharusnya menjadi alat untuk membebaskan, bukan untuk menindas. Jika pemerintah benar-benar ingin memajukan masyarakat, maka mereka harus memastikan bahwa pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membangun kesadaran kritis yang memungkinkan masyarakat untuk memahami dan mengubah kondisi mereka. Tanpa itu, program seperti makan bergizi gratis hanya akan menjadi “bantuan sementara” yang tidak menyelesaikan akar masalah ketimpangan sosial.
Baca juga:
- Pendidikan Pembebasan Sejak dalam Pikiran
- Menggagas Pendidikan Pembebasan Melalui Pelajaran Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik. Jika pemerintah serius tentang memajukan masyarakat, maka mereka harus memprioritaskan kualitas pendidikan, bukan hanya makan bergizi gratis. Karena hanya dengan pendidikan yang berkualitas, kita bisa menciptakan masyarakat yang benar-benar merdeka dan berdaya. (*)
Editor: Kukuh Basuki