Penulis mengajar di Sekolah Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo. Penjaga blog ruangkosong.web.id.

Letak Kesalahan Berbahasa Kita

Ahmad Baharuddin Surya

3 min read

Kita perlu merefleksikan ulang berbagai kesalahan berbahasa Indonesia yang kita pakai setiap hari. Kita perlu mengaktifkan kembali kesadaran bahwa kesalahan-kesalahan dalam pengaplikasian bahasa Indonesia menandakan bahwa kita sebagai masyarakat belum serius memahami bahasa nasional kita sendiri. Padahal kecintaan kita pada bahasa Indonesia mencerminkan kecintaan kita pada bangsa ini.

Sebagai sarana belajar, mata pelajaran bahasa Indonesia di pendidikan formal merupakan sarana awal yang pas untuk siswa belajar berbahasa. Dari mata pelajaran itu, siswa diharapkan lebih terampil mengaplikasikan bahasa dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Namun kenyatannya, sebagai guru bahasa Indonesia, saya sering mendapat cerita dari guru mata pelajaran lain bahwa masih banyak siswa yang kesalahan berbahasanya fatal. Di antaranya kesalahan menempatkan tanda titik koma, penulisan huruf kapital, salah merangkai kalimat, dan masih sering memakai ragam bahasa tidak baku sehingga menyebabkan tulisan mereka tidak sempurna. Kelogisan tulisan mereka tidak sampai ke pembaca. Akibatnya tulisan mereka tidak bisa dimaknai dengan utuh.

Belajar Bahasa yang Sia-Sia

Para siswa bertahun-tahun belajar bahasa Indonesia di pendidikan formal, tetapi masih saja ditemukan kesalahan-kesalahan yang sifatnya fatal seperti itu. Lantas pertanyaannya, apa yang mereka dapat selama belajar bertahun-tahun? Dari pertanyaan ini kita harus refleksi bersama-sama di mana letak kesalahannya.

Perlu diketahui, produk bahasa berupa tulisan atau teks merupakan produk yang secara tidak langsung bisa mencerminkan bagaimana karakter seseorang. Kerumitan ia menulis sama seperti kerumitan ia berpikir, sebab apa yang ia tulis sebenarnya adalah apa yang ia pikirkan.

Baca juga:

Selain menulis, keterampilan berbahasa juga sangat dibutuhkan ketika berbicara. Tidak jauh berbeda kondisinya dengan keterampilan menulis, karena keterampilan berbicara juga masuk dalam keterampilan dasar berbahasa.

Pikiran berupa ide dan konsep hanya bisa disampaikan dengan bahasa. Percuma jika seseorang mempunyai ide cemerlang tetapi ia tidak bisa membahasakannya, maka pemikiran itu akan berhenti dan bisa jadi malah membingungkan si pemikir itu sendiri.

Maka dari itu, keterampilan berbahasa sangatlah dibutuhkan. Tidak hanya bagi seorang pemikir, ilmuwan, akademisi, dan sebagainya, melaikan untuk semua orang. Karena kita makhluk sosial, butuh bahasa untuk membangun relasi yang baik.

Akibat Kesalahan Berbahasa

Bayangkan jika kita membangun relasi tetapi bahasa yang digunakan tidak sepaham, maka yang terjadi bukannya mempererat relasi, melainkan relasi itu justru semakin menjauh, sebab ketidaksepahaman berbahasa mengakibatkan salah paham terus-menerus. Lagi-lagi, kunci membangun relasi adalah dengan komunikasi. Sedangkan kunci komunikasi adalah dengan menggunakan bahasa yang sepaham.

Salah satu wadah untuk mengasah keterampilan berbahasa ada di pendidikan formal, melalui mata pelajaran bahasa Indonesia. Jika kenyataannya masih ditemui banyak kesalahan, artinya ada proses pengajaran yang harus diperbaiki. Bisa dari materi ajar atau metode mengajarnya.

Saya melihat ada dua faktor bagaimana siswa kurang terampil berbahasa. Pertama karena kurang terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, sumber materi ajar yang mereka pelajari di sekolah.

Faktor pertama hanya mengikuti faktor kedua, karena yang perlu diutamakan terlebih dahulu ada pada pemahaman tentang kaidah kebahasaannya. Jika kaidah kebahasaan sudah dikuasi, lanjut ke tahap berikutnya, yaitu membiasakan. Jika mereka salah pada tahap menulis, otomatis tiga keterampilan dasar berbahasa lainnya (membaca, mendengar, dan berbicara) juga salah, sebab membaca sangat memengaruhi bagaimana seseorang menulis.

Baca juga:

Ada dua jenis orang membaca. Pertama membaca untuk menulis dan membaca hanya sekadar membaca. Jika siswa dibiasakan membaca untuk menulis, selain mereka dapat memaknai teksnya, mereka juga akan diarahkan untuk mencermati semua kaidah kebahasaan dalam teksnya. Namun, jika mereka hanya sekadar membaca, mereka hanya mendapat pemahamannya saja. Itu pun kalau membacanya benar.

Faktor Kesalahan Berbahasa pada Siswa

Faktor paling mendasar sebenarnya ada pada materi ajar yang mereka dapat di bangku sekolah. Sebagai pengajar, sampai hari ini saya kadang merasa bingung dengan muatan materi ajar yang tersusun dalam bahan ajar siswa. Di bahan ajar itu, mereka hanya difokuskan belajar pada jenis teksnya saja, tidak pada kaidah kebahasaan yang mereka butuhkan.

Jenis teks tersebut di antaranya, puisi, cerpen, hikayat, novel, dan sebagainya. Dari situ yang terjadi adalah siswa sering mengulang materi-materi kaidah kebahasaan yang sama di teks-teks sebelumnya.

Bukan hanya itu, mereka juga belajar teks yang sama. Satu contoh materi cerpen. Mereka sudah mendapat materi itu di SMP, tetapi di SMA mereka mendapatkannya kembali. Lagi-lagi dengan muatan materi yang sama.

Pengulangan itulah yang kadang membuat mereka bosan sehingga para guru sering berinisiatif memberi materi tambahan tentang kaidah kebahasaan yang tidak tercantum pada bahan ajar mereka. Misalnya, di teks cerpen, mereka sudah mendapat materi kata kerja dan konjungsi. Itu mereka akan mendapat lagi di teks novel dengan muatan materi yang sama pula.

Sementara itu, ketika mereka mengahadapi UTBK untuk masuk ke perguruan tinggi, soal-soal yang mereka kerjakan sama sekali tidak berhubungan dengan materi yang mereka dapat di mata pelajaran bahasa Indonesia. Mereka belum pernah mendapatkan materi itu. Contohnya materi ragam baku, kalimat efektif, analisis ide pokok, penempatan tanda titik koma, kata serapan, majas, dan kata depan. Saya sebagai pengajar tidak pernah menjumpai kaidah-kaidah kebahasaan itu benar-benar sengaja dicantumkan dalam materi pokok di salah satu jenis teks.

Siswa hanya Belajar Ragam Teks, Bukan Kaidah Kebahasaan

Dari situ dapat disimpulkan bahwa dari mata pelajaran bahasa Indonesia siswa hanya sekadar belajar jenis teks, bukan belajar kaidah kebahasaan inti yang mereka butuhkan. Alangkah baiknya, bahan ajar yang dikeluarkan oleh pemerintah perlu ditinjau ulang dan memasukkan kaidah kebahasaan sebagai materi pokok di samping mereka belajar jenis teks. Fungsinya untuk menanggulangi kesalahan yang berlebihan.

Mereka juga lebih banyak mendapat referensi pengetahuan tentang materi kebahasaan yang beragam. Jika keterampilan berbahasa mereka sudah benar, untuk membuat teks apa pun, mereka juga akan bisa. Tinggal membiasakannya saja.

Materi jenis teks bukan materi primer. Ia hanya sekunder, pendukung dari materi kaidah kebahasaan. Yang primer justru kaidah kebahasaannya, atau bisa juga dipadukan dan diberi bobot yang seimbang untuk dipelajari siswa. Kenapa jenis teksnya termasuk materi sekunder? Karena belajar jenis teks masih dibutuhkan untuk mereka berlatih mengaplikasikan penerapan kaidah kebahasaan yang benar.

Di samping itu, banyak juga sekolah yang bangga menerapkan English day sebagai program unggulannya, tetapi anehnya sama sekali tidak pernah memberi hari untuk mereka menggunakan bahasa Indonesia yang efektif.

Meskipun kita sering pakai bahasa Indonesia, tetapi coba kita nilai sendiri, kita lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia, bahasa campuran, atau bahkan bahasa slang yang berkembang di media sosial. Terkadang, hal-hal baik perlu dilakukan berkala dan kontinyu. Meski awalnya agak ragu, atau bahkan malu.

 

 

Editor: Prihandini N

Ahmad Baharuddin Surya
Ahmad Baharuddin Surya Penulis mengajar di Sekolah Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo. Penjaga blog ruangkosong.web.id.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email