Kiat-Kiat Meredakan Polarisasi Politik

Said Sulaiman

2 min read

Polarisasi politik terjadi secara terang-terangan di Indonesia. Ketika masyarakat terpecah menjadi dua kubu yang ekstrem, mencapai kesepakatan atau bekerja sama dalam mencari solusi menjadi sangat sulit. Polarisasi ini tidak hanya menciptakan perpecahan dalam pemilu, tetapi juga memengaruhi cara pandang kita terhadap kebijakan, pemerintah, dan bahkan sesama warga negara. Hal ini terlihat dalam perdebatan politik yang lebih terfokus pada identitas kelompok daripada pembahasan kebijakan secara rasional yang didasarkan pada kepentingan publik luas.

Di Indonesia, salah satu contoh nyata dari polarisasi politik terjadi selama Pemilihan Presiden 2019 yang mengakibatkan perpecahan tajam antara pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Ketegangan ini tidak hanya terbatas pada ranah politik, tetapi juga turut memengaruhi aspek sosial dan budaya. Media sosial, misalnya, telah menjadi medan pertempuran ideologi, di mana kedua kubu saling menyerang dengan narasi yang dapat memecah belah.

Baca juga:

Sejak Pemilu 2024, polarisasi politik di Indonesia semakin mencolok dan terasa tajam. Berbagai isu nasional yang awalnya diharapkan bisa dijadikan agenda bersama, seperti penanganan bencana alam, masalah ekonomi, dan pengelolaan sumber daya alam, kini banyak dilihat dari sudut pandang politik. Sebagai contoh, kebijakan pemerintah dalam menghadapi krisis ekonomi global dan inflasi, yang seharusnya menjadi perhatian bersama, justru menjadi topik perdebatan sengit antara pihak pemerintah dan oposisi.

Kepercayaan terhadap Lembaga Negara

Polarisasi politik tidak hanya memperburuk ketegangan sosial, tetapi juga berdampak langsung pada kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2020 menunjukkan adanya penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah serta lembaga-lembaga negara setelah pemilu. Masyarakat lebih cenderung melihat kebijakan yang diambil pemerintah melalui lensa politik, bukan dari sudut pandang kepentingan nasional. Kebijakan yang seharusnya menguntungkan seluruh warga negara sering dipandang sebagai usaha untuk memperkuat posisi kelompok politik tertentu.

Sebagai contoh, kebijakan ekonomi atau sosial yang diterapkan oleh pemerintah sering kali mendapat pandangan meragukan dari sebagian kelompok, meskipun kebijakan tersebut memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang luas. Ketika polarisasi mengakar dalam pandangan publik, setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bisa dianggap sebagai langkah yang hanya menguntungkan satu kelompok saja, dan bukan sebagai solusi bagi kepentingan seluruh masyarakat.

Pendidikan Politik dan Dialog

Untuk menjaga kelangsungan demokrasi, semua pihak harus mencari solusi untuk meredakan polarisasi yang ada. Salah satu cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan politik yang berfokus pada pemahaman kritis tentang isu-isu penting dan membangun sikap saling menghargai atas perbedaan. Pendidikan politik yang berkualitas tidak hanya memberikan pengajaran tentang teori politik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar demokrasi seperti toleransi, kesetaraan, dan pentingnya dialog antara kelompok-kelompok yang berbeda.

Sebagai contoh, di berbagai negara maju, pendidikan kewarganegaraan menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan. Di Finlandia, contohnya, pendidikan politik dan kewarganegaraan sudah dimulai sejak usia dini di sekolah-sekolah dengan fokus pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan pemahaman terhadap pluralisme. Program semacam ini telah terbukti efektif dalam membentuk generasi muda yang lebih toleran dan siap untuk berdiskusi dengan bijak, tanpa terjerumus ke dalam ekstremisme.

Baca juga:

Di Indonesia, pendidikan politik dapat diintegrasikan secara lebih luas, khususnya melalui kurikulum yang mengajarkan pentingnya diskusi serta pemahaman tentang keberagaman ideologi dan pandangan politik. Upaya ini dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan dan seminar-seminar politik yang menonjolkan sudut pandang netral dan berbasis data, bukan sekadar opini politik. Selain itu, program pendidikan politik juga dapat menyasar masyarakat umum melalui media, kampanye edukasi politik, atau bahkan aplikasi digital yang memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi yang lebih jelas.

Program Dialog untuk Meredakan Polarisasi

Selain pendidikan politik, program dialog antarkelompok dapat menjadi solusi nyata untuk meredakan polarisasi. Contohnya, di beberapa daerah di Indonesia, terdapat forum-forum diskusi yang mempertemukan individu atau kelompok dengan pandangan politik yang berbeda untuk bercakap-cakap dan mencari kesamaan. Di Jawa Timur, ada beberapa inisiatif dari organisasi masyarakat sipil yang mengadakan dialog lintas agama dan politik sebagai bagian dari upaya untuk membangun kesadaran akan pentingnya persatuan meskipun ada perbedaan pendapat.

Program-program semacam ini perlu didorong dan diperluas oleh pemerintah, media, serta organisasi masyarakat sipil. Dialog antarkelompok yang berbeda berpotensi mengurangi ketegangan dan memfasilitasi komunikasi yang lebih sehat dalam masyarakat yang terpolarisasi.

Polarisasi politik merupakan sebuah tantangan besar bagi demokrasi kita. Ketika masyarakat terbelah menjadi dua kubu yang ekstrem, kebijakan serta tindakan pemerintah menjadi sulit diterima secara objektif oleh semua pihak. Oleh karena itu, pendidikan politik yang menekankan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai serta terbukanya ruang untuk dialog antarkelompok sangatlah penting untuk mempertahankan persatuan bangsa. Demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud jika kita, sebagai masyarakat, mampu menyatukan perbedaan dan bekerja sama demi kepentingan bersama, tanpa terjebak dalam polarisasi yang dapat mengarah pada perpecahan.

 

 

 

Editor: Prihandini N

Said Sulaiman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email