Kemungkinan apa yang bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari setelah UU TNI disahkan? Siapa dan apa saja yang terancam di bawah UU ini?
Pada hari pengesahannya saja, sudah banyak masyarakat sipil yang menjadi korban tindaan represif aparat. Masyarakat yang berdemo yang menolak UU TNI dipukul, dikeroyok hingga luka berat. Saat aksi mereka juga ada dalam bayang-bayang penculikan aparat. Aggota kepolisian membawa senjata untuk mengamanan demo. Bahkan driver ojek online menjadi korban keberingasan aparat.
Melihat Kembali Orde Baru
Melihat kondisi seperti ini, rasa khawatir akan lahirnya neo-orba semakin besar. Memang benar Soeharto telah meninggalkan kita, tetapi pemikirannya seolah ingin dibangkittkan kembali dengan disahkannya UU TNI ini. Yang semakin mengkhawatirkan, muncul potensi besar buku akan dibredel, aktivis bisa aja diculik, dan pers akan dibungkam.
Baca juga:
Seperti yang terjadi pada hari pengesahan UU TNI, Tempo yang terkenal keras mengkritik pemerintah dikirimi kepala babi. Dalam catatan sejarah, pada 1994 Tempo pernah dibredel karena memberitakan indikasi korupsi dalam pembelian kapal perang eks Jerman Timur yang dinilai dapat membuat kestabilan nasional terganggu.
Tidak hanya pers yang menjadi korban keganasan orde baru. Aktivis juga bisa menjadi korban dari adanya neo-orba setelah pengesahan UU TNI. Menurut data dari Amnesty Indonesia, pada rentan waktu 1997-1998, sebanyak 22 aktivis dinyatakan menghilang dan yang berhasil dikembalikan hanya sembilan orang. Kita tak bisa melupakan Widji Thukul yang sangat getol membela orang-orang tertindas hingga saat ini masih tidak diketahui keberadaannya, juga para aktivis mahasiswa yang meninggal dunia karena ditembak oleh aparat militer.
Selain pers dan para aktivis, buku pasti akan terkena imbas dari lahirnya neo-orba. Dalam sejarah, pada masa orde baru banyak sekali buku yang dibredel. Karya-karya Pramoedya Ananta Toer salah satunya. Bahkan perpustakaan Pram dibakar habis, setidaknya delapan karyanya hangus dan tidak pernah muncul di muka publik. Bayangkan saja, Tetralogi Pulau Buru karya Pram yang baru saja diterbitkan ulang untuk memperingati satu abad kelahirannya berpotensi dibredel lagi setelah UU TNI sah. Tidak menutup kemungkinan, karya-karya penulis yang kritis dan tajam mengkritik pemerintah, seperti karya Okky Madasari atau George Orwell, dibredel juga.
Baca juga:
Bersatulah!
Dari UU TNI ini, kita bisa membayangan betapa mengerikannya neo-orba. Kita bisa membayangkan apabila bersuara tentang keadilan, kita akan dibungkan atau diculik. Membaca buku yang mengkritik pemerintahan harus dilakukan sembunyi-sembunyi.
Hari ini kita bisa melihat bagaimana perputaran ekonomi kita lesu. Di bawah neo-orba, Indonesia Emas akan menjadi angan-angan yang tak akan pernah bisa tercapai. Indonesia hari ini gelap, dan hari-hari esok bisa saja akan lebih gelap lagi. Semuanya karena keputusan ngawur pemerintah.
Sebagai penulis, saya pun takut dan ketar-ketir jika neo-orba benar-benar terjadi. Maka dari itu, sebagai rayat Indonnesia, mari kita bersatu untuk melawan penindasan! Jangan sampai neo-orba lahir demi membuat kenyang para penguasa tirani itu.
Editor: Prihandini N