Setumpuk PR untuk Kota Pendidikan

Rahmat Iskandar Rizki

3 min read

Berdasarkan survei Goodstats yang diikuti oleh 300 responden pada akhir tahun 2022, Yogyakarta, Malang, dan Bandung berada di urutan teratas sebagai kota tujuan favorit masyarakat Indonesia untuk menempuh pendidikan. Menyusul di posisi keempat hingga tujuh adalah Jakarta, Solo, Surabaya, dan Makassar.

Mengapa sebuah kota disebut sebagai kota pendidikan atau kota pelajar? Menurut amatan saya, pola pemilihan sebuah kota sebagai rujukan populer untuk belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan perguruan tinggi ternama, biaya hidup murah, banyaknya pelajar rantau, dan kedekatan jarak dari tempat wisata. Sehubungan dengan faktor-faktor itu, kota pendidikan ternyata juga memiliki sisi ironisnya sendiri.

Nama Besar Perguruan Tinggi

Banyaknya perguruan tinggi di suatu kota membentuk asumsi publik bahwa kota tersebut memiliki iklim yang ramah akademik dan ekosistem pendidikannya baik. Padahal, kenyataannya belum tentu seperti itu.

Justru, jadi berbahaya jika sebuah kota menjual dan meromantisasi gelar kota pendidikan dengan menumpang imej satu atau dua kampus ternama yang berakreditas tinggi sembari mengabaikan kualitas pendidikan di kampus-kampus tier 2, tier 3, dan seterusnya. Dalam kasus ini, banyaknya pilihan dan tingginya peluang masuk perguruan tinggi di suatu kota yang surplus kampus tidak selalu berdampak baik, terutama bagi para mahasiswa dan calon mahasiswa. Terlepas dari mana pun perguruan tingginya, mereka telah mengeluarkan ongkos yang tidak sedikit untuk bisa mengenyam bangku kuliah, maka mereka berhak atas pendidikan tinggi yang berkualitas baik, bukan yang asal lulus, apalagi yang tega menjual ijazah dan gelar abal-abal.

Biaya Hidup Murah

Tidak semua pelajar atau mahasiswa berasal dari keluarga berada. Biaya hidup murah di suatu kota jelas menjadi salah satu pertimbangan utama bagi mereka dalam menentukan hendak menempuh pendidikan di mana.

Memang benar besar-kecilnya biaya hidup tergantung dari gaya hidup masing-masing. Mau uang kiriman atau gaji berapa pun, kalau kita tak bisa mengaturnya, rasanya akan selalu kurang.

Banyak Didatangi Pelajar dari Berbagai Daerah

Kalau kota industri ramai diserbu para pencari kerja, kota yang disebut-sebut sebagai kota pendidikan ramai diserbu oleh calon mahasiswa dari berbagai daerah. Promosi langsung maupun tak langsung, misalnya testimoni tentang kondisi kota dan lingkungan akademik dari orang terdekat yang pernah kuliah di sana, membuat para calon mahasiswa berduyun-duyun merantau ke kota pendidikan.

Jangan sampai membeludaknya calon peserta didik ini malah dijadikan kesempatan kampus-kampus untuk mengkapitalisasi pendidikan. Kita tak ingin generasi muda yang haus ilmu ini berakhir di kampus-kampus yang hanya peduli bagaimana caranya meraup sebanyak-banyaknya profit tanpa ada usaha lebih untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan di sana.

Dekat dengan Daerah Wisata

Banyak artikel mengulas betapa faktor dekat dengan tempat wisata turut memengaruhi pilihan kota tujuan belajar orang-orang. Saya merasa faktor ini tidak urgen alias pertimbangan tersier saja. Namun, saya tak menampik bahwa kuliah berkorelasi dengan tingkat stres mahasiswa sehingga healing menjadi kebutuhan. Tempat terbaik untuk healing tentu saja tempat wisata.

Jika dikomparasikan, tiga kota tujuan pendidikan terfavorit memang punya banyak opsi wisata yang lokasinya dekat. Jogja punya Malioboro, Pantai Selatan, dan galeri-galeri seni. Bandung punya Jalan Braga, Bandung Raya, dan Tangkuban Perahunya. Lebih semarak lagi, Malang punya banyak wisata di daerah Batu, Malang Raya, dan sekitarnya.

Tak heran, di Jawa Timur, Kota Malang menjadi primadona bagi mereka yang melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi, diikuti oleh Surabaya dan Jember. Banyaknya kampus ternama membuat imej Kota Malang lekat dengan kota pendidikan. Di samping itu, biaya hidup di Malang pun relatif terjangkau. Suasana Malang pun lebih dingin dan nyaman ketimbang Surabaya dan Jember.

Baca juga:

Titel kota pendidikan ataupun kota pelajar kerap disematkan semata-mata karena empat faktor tersebut. Saya merasa, penyematan titel kota pendidikan atau kota pelajar perlu ditinjau ulang dengan memasukkan aspek kelayakan kota sebagai pertimbangan.

Kota pendidikan kerap menyaru dengan kota industri atau kota pariwisata. Tumpang tindih antara beragam orientasi kota ini bisa menimbulkan problem seperti ketimpangan, gentrifikasi, dan tingkat kepadatan penduduk yang berlebih di satu wilayah. Berkaca dari situasi ini, pemerintah mesti mulai mempertimbangkan untuk membuat kawasan khusus pendidikan di tiap kota/kabupaten agar arus perpindahan orang dengan tujuan pendidikan tidak terkonsentrasi ke daerah itu-itu saja.

Tugas bagi kota-kota yang sudah telanjur mendapat predikat kota pendidikan adalah bagaimana mengintegrasikan kawasan pendidikan dengan fasilitas publik. Pemerintah, pihak kampus, dan seluruh lapisan masyarakat harus andil dalam mengkaji dan menerapkan penataan ulang kawasan asrama atau kost dan fasilitas publik seperti trotoar, area parkir umum, sarana-prasarana angkutan umum, dan sebagainya.

Terkhusus urusan angkutan umum, masa sebuah kota yang sudah telanjur dikenal sebagai kota pendidikan transportasi publiknya cuma ada angkot? Selain itu, ada baiknya perguruan tinggi diwajibkan menyediakan asrama dan dapur umum agar pemenuhan kebutuhan mahasiswa akan tempat tinggal dan makan tidak lantas merembet pada peminggiran warga lokal karena maraknya pembangunan kost. Adanya asrama di lingkungan kampus juga bisa menekan ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi di kalangan mahasiswa yang pada skala kota akan membantu mengurangi kemacetan lalu lintas.

Berkaca pada kota-kota pendidikan yang ada di Eropa, kita bisa tahu bagaimana sistem tata kota, tata kelola pendidikan, fasilitas penunjang, dan aksesibilitas para pelajarnya terintegrasi. Tujuannya agar problem seperti pemukiman padat yang semrawut, area rawan banjir karena minim wilayah resapan, sistem sanitasi yang buruk, parkir liar, dan kemacetan bisa ditangani dengan baik. Status kota pendidikan perlu dibarengi dengan perbaikan fasilitas penunjang dan SDM masyarakat di sekitarnya juga.

 

Editor: Emma Amelia

Rahmat Iskandar Rizki

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email