Mahasiswa Sejarah tingkat Akhir disebuah kampus negeri di Jawa Tengah.

Sejarawan dalam Pusaran Pariwisata Indonesia

alif rama

3 min read

Sebagai mahasiswa sejarah, saya merasa prihatin saat pertama kali melihat dan mengunjungi langsung objek wisata yang bertemakan sejarah, sebab banyak objek wisata yang berasal dari peristiwa sejarah Indonesia dan Islam dikembangkan dengan corak-corak kekinian, dan secara gamblang telah menghapus nilai-nilai penting sejarah dalam objek wisata utama.

Rasa prihatin ini semakin mencuat kala mengetahui kabar bahwa kawasan Kota Tua di Jakarta tidak berhasil menjadi warisan dunia akibat adanya proses reklamasi yang dianggap mencederai nilai sejarah Kota Tua. Program reklamasi yang dilakukan pada masa Gubernur Anies Baswedan dianggap memutus garis sejarah dan secara tidak langsung menghilangkan peran empat pulau penting. Keempat pulau yang eksis pada masa VOC itu digunakan sebagai garis pertama pertahanan Batavia, serta pulau transit perbaikan kapal jarak jauh.

Tak berhenti sampai di situ, adanya proses normalisasi Kali Besar di kawasan Kota Tua juga dinilai UNESCO terlalu banyak mengubah nilai orisinalitas. Arsitektur yang terlalu terpaku pada gaya masa kini semakin menambah daftar panjang kegagalan Kota Tua sebagai warisan dunia dalam objek benda.

Melupakan Sejarah, Menghilangkan Keunikan

Catatan data Kementerian Pariwisata menyebut bahwa hampir seluruh bangunan yang ada di Indonesia, khususnya destinasi objek wisata, terbentuk karena peristiwa sejarah yang cukup panjang. Objek wisata di Indonesia sendiri punya karakteristik yang beragam dan berpotensi menjadi destinasi yang menarik.

Upaya-upaya perlindungan dan pengembangan wajib dilakukan, seperti dengan menyiapkan konsep dasar yang melibatkan peran besar sejarawan dalam membentuk masterplan dan implementasi yang konkrit. Analisis kondisi sosial, baik dari geografis, budaya, bahkan sejarah merupakan salah satu langkah penting dalam pelestarian objek wisata. Objek wisata yang sangat bervariasi di Indonesia tentu bersifat aksi-reaksi dalam pengelolaan yang menyeluruh dan penuh strategi tanpa menghilangkan sisi-sisi keunikan dan keunggulannya.

Baca juga:

Sayangnya, sebagian orang masih menanggap sejarah adalah ilmu kuno dan terkesan ketinggalan zaman. Hal ini pun semakin diperkuat dengan adanya gagasan bahwa ilmu sejarah merupakan sesuatu yang terkesan tidak berguna untuk dipelajari. Ilmu sejarah seakan tidak mendapatkan porsi yang cukup untuk eksis dalam pengembangan objek wisata. Benarkah demikian? 

Peminggiran Peran Sejarawan

Sebagai mahasiswa sejarah, tentu saja saya merasa pemerintah sebagai pemangku kekuasaan di Indonesia terlalu sering menyepelekan sejarawan dan budayawan dalam menyampaikan opini apabila menyangkut pembangunan kota. Padahal sejarawan menjadi salah satu fondasi penting dalam pengembangan dan pembangunan kota serta destinasi wisata. Salah kaprah terkait ilmu sejarah yang selama ini terjadi tentu saja patut diluruskan.

Pengembangan dan pembangunan objek wisata yang selama ini hanya berkutat di sekitar ilmu manajemen, arkeologi, arsitektur, tata kota, serta geologi harus dikaji lebih lanjut. Biar bagaimanapun, suatu tempat yang menjadi pusat kebudayaan pasti melalui proses sejarah yang panjang di dalamnya. Dan sudah sepantasnya sejarawan turut ambil bagian dalam mengembangkan dan membangun ulang objek wisata sebagai destinasi menarik, tanpa mengurangi sedikit pun nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.

Lantas, bagaimana seharusnya sejarawan bersikap? Dan di mana posisi sejarawan dalam sebuah mega proyek pengembangan dan pembangunan objek wisata? Sebagaimana yang telah diajarkan dalam ranah akademik, sejarawan tentu memiliki beberapa nilai keterampilan yang selama ini cenderung dipandang sebelah mata. Keterampilan dalam menulis, komunikasi lisan, wawasan tata letak, dan presepsi kritis yang telah ditanamkan dalam proses akademik, sudah barang tentu menjadi modal berharga bagi sejarawan untuk ikut serta dalam proyek pengembangan dan pembangunan objek wisata di Indonesia.

Bagi seorang sejarawan, sejarah sejatinya memberikan nilai-nilai dasar yang mencakup pemahaman terkait sifat multisegi dari kualitas hidup yang pernah terkandung pada masa lampau. Kemampuan menulis sejarawan tentu berguna sebagai salah satu metode dalam memberikan kritik dan sikap opositif sebagai basis dasar bagi arsitek dan teknisi dalam mengembangkan dan membangun objek wisata yang bersifat modern, serta dapat memfasilitasi lingkungan saat ini tanpa mengurangi nilai historis yang dimiliki.

Komunikasi lisan yang baik juga merupakan salah satu ¨senjata¨ penting yang dimiliki sejarawan dalam menempatkan diri sebagai salah faktor berkembangnya destinasi objek wisata. Sejarawan yang memiliki kompetensi dalam ¨menceritakan¨ sejarah dapat menjadi pemandu wisata yang terafiliasi langsung dengan objek wisata. Dengan begitu, proses penyampaian sejarah yang terkandung dalam objek wisata tetap bersifat ¨kesejarahan¨ sekaligus memiliki pendekatan-pendekatan yang cenderung kekinian.

Baca juga:

Pada dasarnya, sejarawan yang mampu menginterpretasi peristiwa dan bangunan di masa lalu juga sudah barang tentu memiliki kemampuan yang cukup baik dalam melihat tata letak sebuah bangunan pada masanya. Kemampuan dasar yang dimiliki oleh sejarawan ini juga diperlukan dalam menanamkan nilai-nilai historis yang terkandung pada cagar budaya. Dengan demikian, saat proses revitalisasi telah selesai, objek destinasi wisata bisa memiliki keunikan sekaligus mengandung nilai historis.

Dengan posisi yang cukup krusial, maka sudah seharusnya sejarawan dituntut untuk dapat memahami arsitektur dan sosiologi secara dasar terhadap kondisi lingkungan yang menjadi objek destinasi wisata. Berjalannya fungsi dasar sejarawan ini tentu akan menjadi nilai tambah apabila ia dapat memberikan penilaian terhadap aspek-aspek yang perlu dikembangkan dalam revitalisasi cagar budaya. Maka dari itu, dengan kemampuan seperti di atas, sejarawan tentu dapat ditempatkan sebagai perencana utama, asisten, sekaligus penasihat arsitek dalam pembangunan dan pengembangan objek wisata.

Presepsi kritis, yang merupakan kemampuan utama sejarawan, juga menjadi nilai penting apabila nantinya ia mendapatkan porsi cukup besar dalam membangun dan mengembangkan objek wisata. Objek wisata yang saat ini cenderung berkiblat pada arsitektur kekinian dengan mengedepankan spot-spot ¨instagramable¨ sebenarnya bukan masalah besar. Namun, hal tersebut akan menjadi ¨dosa¨ apabila beberapa objek wisata yang seharusnya mengedapankan aspek edukatif, khususnya sejarah, seolah dihilangkan dengan dalih perkembangan zaman. Maka dari itu, sejarawan yang memiliki presepsi kritis harus bertindak sebagai pihak oposisi dan sumber kritik untuk mengembalikan perkembangan dan pembangunan objek wisata berorientasi sejarah.

 

Editor: Prihandini N

alif rama
alif rama Mahasiswa Sejarah tingkat Akhir disebuah kampus negeri di Jawa Tengah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email