Melawan Amnesia Sejarah: Pelajaran dari Belanda

Kelvin Ramadhan

3 min read

Amnesia terhadap peristiwa sejarah akan sangat berbahaya, bukan saja menggerogoti integritas moral dan intelektual, melainkan juga menjadi dasar bagi kejahatan yang terentang pada masa depan.

Pelanggengan dan normalisasi terhadap perang sering kali menjadikan tindak kejahatan kemanusiaan sebagai fenomena yang berantai. Di satu sisi kita bisa saja marah atas invasi Rusia atas Ukraina, invasi Israel atas Palestina, mengecam kamp kosentrasi muslim Uyghur, dan bersimpati terhadap diskriminasi hak-hak muslim di India, namun di sisi lain kita seakan-akan amnesia bahwa bangsa ini tumbuh dari berbagai persitiwa kelam nan berdarah, pergolakkan pemberontakkan, konflik horizontal hingga pelanggaran HAM berat. Sebut saja misalnya tragedi 1965, pembantaian Santa Cruz 1991, Tanjung Periok 1984, kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa, kasus Munir, Marsinah, dan Wiji Thukul yang tidak pernah terungkap dan tidak pernah dituntaskan.

Dari berbagai kasus yang tergolong sebagai tindak kejahatan kemanusiaan, terdapat peran negara di dalamnya. Negara diharapkan bertanggung jawab mengungkap adanya penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM masa lalu, serta melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa. Mengingat tindak kejahatan kemanusiaan tergolong sebagai hostis humanis generis (musuh seluruh umat) dan penyelesaiannya tidak mengenal kadaluwarsa.

Bagaimana bentuk pertanggungjawaban negara dalam menuntaskan kasus kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM, baru-baru ini ditunjukkan oleh Belanda ketika mengakui dan menyatakan permintaan maaf mendalam terhadap Indonesia atas kejahatan perang yang ekstrim dan sistematis pada 1945-1950.

Perdana Menteri Mark Rutte, pada Kamis (17/02) menyatakan permohonan maaf mendalam kepada bangsa Indonesia sebagai tanggapan atas hasil penelitian tiga lembaga penelitian berjudul Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia, 1945-1950 dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa adanya pembiaran terjadinya kekerasan ekstrem. Dalam penelitian ditemukan bahwa militer Belanda terlibat dalam penggunaan kekerasan ekstrem yang sistematik dan meluas selama 1945-1950, dan pemerintahan Belanda pada saat itu melakukan pembiaran baik dari segi hukum, militer, dan yudisial.

Baca juga: Penjajahan, Perbudakan, dan Mahalnya Permintaan Maaf

Permintaan maaf yang disampaikan oleh Rutte ini bahkan melebihi permintaan Raja Willem Alexander saat kunjungannya ke Jakarta pada tahun 2020 lalu. Pada saat itu, Raja Willem memang telah melakukan permintaan maaf terlebih dahulu atas “kekerasan berlebihan, 1946-1949”, namun tetap mempertahankan atau membenarkan sikap kerajaan Belanda pada tahun 1949.

Berbeda dengan pernyataan Raja, Rutte menyatakan sikap, bahwa institusi-institusi belanda yang melakukan kekerasan ektrem ini juga melibatkan pemerintahan, parlemen, militer, hingga lembaga peradilan Belanda. Rutte juga menegaskan bahwa pengakuan terhadap pendirian yang selama ini dipegang oleh kabinet-kabinet pemerintahan Belanda sejak 1969 tidak dapat lagi dipertahankan.

Pelajaran untuk Indonesia

Pengakuan Perdana Menteri Belanda yang dinyatakan sebagai sikap resmi pemerintahan secara keseluruhan tak terkecuali dosa-dosa dari para awak militer terdahulu yang di satu sisi juga mereka anggap sebagai pahlawan nasional ini patut dicontoh Indonesia.

Lantas apa saja yang pesan moral yang patut dicontoh oleh Indonesia dari Belanda? Pertama, apa yang ditunjukkan oleh Belanda ini merupakan satu sikap dari sebuah bangsa yang besar. Bangsa besar tidak hanya mengagungkan jasa pahlawannya semata namun juga mampu mengakui kemungkinan adanya tindakan kesewenang-wenangan dari para pendahulu, apalagi ketika terjadi kejahatan kemanusiaan.

Pengakuan atas kesalahan bukanlah hal yang mudah. Bahwa butuh keberanian bahkan kenekadan untuk menghadapi masa lalu (kelam) bangsa sendiri. Sangat sulit untuk mengakui kesalahan sendiri, terlebih kesalahan kolektif sebagai sebuah bangsa

Demi perwujudan cita-cita menjadi sebuah bangsa yang besar serta sarat akan nilai-nilai etis Pancasila ada baiknya Indonesia dapat terbebas dahulu dari masa lalu (kelam). Dalam hal ini, pemerintah memiliki tanggung jawab sebagai representasi negara guna memenuhi rasa keadilan bagi korban.

Pemerintah memiliki komitmen penuh, untuk menuntaskan seluruh kasus-kasus kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM masa lalu, terlebih posisi Indonesia saat ini sebagai Anggota Dewan HAM PBB 2020-2022. Dengan penjalanan mandat dari komunitas internasional ini, Indonesia harus mampu menunjukkan kontribusi nyata nya dalam penyelesaian dan pemajuan HAM di tingkat global.

Kedua, pengakuan keabsahan dan penghormatan terhadap riset ilmiah. Penelitian atas kejahatan perang periode 1945-1949 merupakan penelitian yang didanai oleh pemerintah Belanda melalui tiga lembaga risetnya yang dilakukan selama empat tahun dengan anggaran dana sebesar 4,1 juta Euro atau Rp 66,7 miliar. Riset tersebut melibatkan 115 peneliti dan tenaga pendukung, termasuk juga 26 peneliti dari Indonesia.

Sebenarnya tidak ada hal yang baru atas penelitian ini karena kesimpulan serupa juga sudah dikemukakan oleh para sejarawan Belanda yang telah melakukan penelitian terhadap topik yang sama sebelumnya. Namun, kesimpulan penelitian tersebut memiliki implikasi yang sangat berbeda karena penelitian ini merupakan state-sponsorship dan mengatasnamakan negara. Sementara penelitian-penelitian terdahulu lebih bersifat individual.

Setelah melalui proses publikasi, hasil penelitian mendapat kecaman dan penolakan dari berbagai kalangan di Belanda. Dampaknya tentu, pengakuan keabsahan penelitian ini akan menjurus kepada pengakuan terhadap peristiwa Proklamasi Indonesa 17 Agustus 1945. Ya, memang sampai saat ini belanda secara de jure belum mengakui 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Bagi Belanda, Indonesia baru merdeka pada Desember 1949.

Secara konsekuensi politis, pengakuan terhadap hasil penelitian tersebut akan menjurus terhadap pengakuan proklamasi Indonesia. Jika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, artinya Belanda telah mengakui bahwa mereka berperang selama empat tahun (1945-1949) di wilayah negara yang merdeka. Sama artinya bawa Belanda telah melakukan invasi dan Indonesia bisa menuntut klaim ganti rugi atas belanda.

Dari dukungan dan reaksi atas penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah Belanda benar-benar menunjukkan sikap profesional dan penghormatan mereka terhadap proses-proses akademis. Pemerintah Belanda tidak malu-malu mengakui apa yang menjadi hasil penelitian meskipun hal tersebut dapat menjadi ancaman hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, ibarat memercikan limbah di muka sendiri, mengingat isu-isu nasionalisme, islamphobia, dan anti imigran sedang marak di Eropa.

Jika pemerintah Belanda dengan sangat berani dapat mengakui fakta-fakta sejarah atas tindak kejahatan kemanusiaan masa lalu, apakah pemerintah Indonesia juga memiliki keberanian dan profesionalisme yang sama untuk mengungkap dan menuntaskan kasus kejahatan kemanusiaan dan pelanggaaran HAM masa lalu? Apakah arah historiografi Indonesia ke depan dapat direkonstruksi ulang dan menunjukkan keberpihakkan kepada fakta-fakta yang ditemukan dari hasil penelitian ilmiah?

Belajar menjadi bangsa yang dewasa dengan bersikap terbuka terhadap segala kemungkinan fakta sejarah adalah pekerjaan rumah kita bersama untuk menuju cita-cita sebagai bangsa yang besar. Bangsa Indonesia harus terlepas dari pengalaman masa lalu (kelam) dalam artian menuntaskannya dengan dengan tanpa adanya campur tangan kepentingan politik tertentu.

Bangsa Indonesia harus kembali dirajut ulang dalam perspektif kepentingan bersama sebagai sebuah bangsa. Kita juga harus terus menjaga ingatan dari amnesia terhadap persitiwa sejarah yang tentunya akan sangat berbahaya jika tidak dilakukan, bukan saja menggerogoti integritas moral dan intelektual, melainkan juga menjadi dasar bagi kejahatan yang terentang pada masa depan.

Kelvin Ramadhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email