Arogansi Turis Asing: Noktah Merah Pariwisata Bali

Mina Megawati

2 min read

Kenapa turis asing di Bali tak berhenti berulah? Mulai dari kebut-kebutan di jalan tanpa helm, berkelahi sambil mabuk, tidak menghormati tempat sakral, menyalahgunakan visa turis untuk bekerja, sampai berkemah di ruang publik saat Hari Raya Nyepi. Turis-turis mancanegara seakan tak mau belajar bahwa di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Baca juga:

Bali memang membutuhkan wisatawan. Tanpa wisatawan, roda perekonomian Bali nyaris tak berjalan. Setelah lebih dari dua tahun lumpuh akibat pandemi, kini Bali mulai ramai. Hilir mudik wisatawan asing bertambah dari hari ke hari. Okupansi dan harga hunian kian meningkat dan ruas-ruas jalan dipenuhi warga asing.

Meskipun begitu, Bali tak bisa menerima begitu saja arogansi wisatawan dalam bentuk apa pun. Tindakan tegas terhadap turis asing yang melanggar aturan terus ditunjukkan oleh berbagai pihak, mulai dari petugas imigrasi, pecalang, bahkan masyarakat umum. Tokoh masyarakat yang aktif bermedia sosial seperti Ni Luh Djelantik aktif menggunakan platformnya untuk menegur dan mempublikasikan perilaku turis yang tak sesuai aturan. Dirjen Kementerian Hukum dan HAM, Silmy Karim, bahkan secara terbuka memberi arahan untuk mengadakan operasi pelanggaran keimingrasian oleh warga negara asing yang mengganggu ketertiban dan kedamaian.

Namun, tindakan tegas saja ternyata belum cukup. Perlu ada upaya untuk mencari tahu akar masalah dari arogansi turis asing ini agar hal serupa tidak terus terjadi. Apakah mulanya murni kesalahan individu atau justru keramahan orang Bali yang disalahartikan?

Seperti yang baru-baru ini terjadi, Gubernur Bali, Wayan Koster, menindak tegas ulah wisatawan asal Rusia dan Ukraina yang membuat gaduh dan menyalahgunakan izin masuk. Tindakan tegas Koster diapresiasi warga Bali karena menunjukkan adanya upaya pemerintah daerah untuk melindungi martabat dan penghidupan warganya.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Ida Bagus Agung Partha Adnyana menyebut kualitas turis menjadi prioritas bagi Bali. Wisatawan diharapkan bisa menghormati adat dan budaya Bali. Dia juga menekankan bahwa keramahan warga Bali telah disalahgunakan oleh turis asing yang semena-mena.

Sikap arogan wisatawan asing boleh jadi muncul karena mereka merasa dibutuhkan oleh Bali. Sangat disayangkan, upaya untuk bersikap tegas seakan tenggelam oleh keramahan yang menjadi ciri khas orang Bali. Tak jarang, turis asing menganggap remeh aparat yang biasa bersikap kompromis ketika menghadapi pelanggaran hukum yang mereka lakukan.

Ketegasan di Ranah Abu-Abu

Ketika seseorang mampu bersikap tegas, ia akan bisa memecahkan suatu permasalahan dengan lebih baik, mampu mengomunikasikan teguran dan masukan kepada orang lain secara efektif, serta mempunyai kepercayaan diri sehingga tidak mudah terpengaruh atau plin-plan dalam bertindak. Maka dari itu, aparat negara di Bali mesti bisa tegas dalam menindak pelanggaran hukum oleh turis asing; tanpa kompromi, tanpa terkecuali.

Namun, belum lama ini, seorang turis asal Australia mengungkapkan kekesalannya karena jalannya dipotong oleh rombongan moge yang dikawal polisi di salah satu ruas jalan di Bali. Satu masalah yang tampak jelas pada peristiwa itu, polisi menunjukkan sikap mementingkan kelompok eksklusif. Ada bias sikap di kalangan aparat. Kalau seperti ini, bukankah usaha aparat bersikap tegas justru bakal memantik kekesalan ketimbang perilaku taat aturan? Bagaimana bisa aparat bersikap tegas, tetapi masih hobi membeda-bedakan perlakuan?

Sue Hadfield dan Gill Hasson dalam buku Bersikap Tegas dalam Segala Situasi menerjemahkan sikap tegas sebagai sebuah pendekatan berbeda untuk memenuhi kebutuhan kita. Sikap tegas diwujudkan dengan memberitahu orang lain tentang apa yang kita inginkan dengan cara lugas, percaya diri, dan adil. Bersikap tegas berarti membuka diri bagi pandangan orang lain meskipun itu berbeda dengan pandangan kita; tidak berusaha menguasai pihak mana pun, tidak pula takluk. Orang yang tegas akan mampu menentukan batasan, serta percaya diri untuk mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab.

Ajeg Bali

Menegakkan awig-awig (peraturan) setempat tentu perlu diiringi dengan nilai-nilai humanis. Orang Bali tetap konsisten bersikap tegas menindak para pelanggar peraturan secara adil terlepas itu wisatawan ataupun warga lokal .

Penegakan awig-awig perlu kesadaran dari pihak tuan rumah maupun wisatawan. Prinsip di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung jangan hanya jadi slogan, tetapi mesti benar-benar diterapkan dan dibuktikan dengan aksi. Sebab, kenyamanan hanya bisa diwujudkan dengan sikap saling menghargai, bukan saling mengganggu, apalagi melangkahi wewenang masing-masing. Semua pihak perlu introspeksi ke diri. Para pemberi komando mesti bersedia pasang badan dan mau mendengar apa saja hambatan pelaksanaan di lapangan.

Baca juga:

Bali mesti mengingat kembali konsep “ajeg Bali” pada tataran individu dan lingkungan. Ajeg di situ berarti kukuh, tidak goyah, tegak, dan lestari. Tataran individu dimaknai sebagai kemampuan manusia Bali untuk memiliki kepercayaan diri dan kultural. Sementara itu, tataran lingkungan dimaknai sebagai terciptanya ruang hidup budaya Bali yang bersifat inklusif dan multikultural, tetapi selektif terhadap pengaruh-pengaruh luar.

Ajeg Bali merupakan upaya pembaharuan terus-menerus yang dilakukan secara sadar oleh manusia Bali untuk menjaga identitas, ruang, dan proses budaya mereka. Ajeg Bali adalah soal bagaimana membentuk identitas tegas tanpa menanggalkan keramah-tamahan.

 

Editor: Emma Amelia

Mina Megawati

One Reply to “Arogansi Turis Asing: Noktah Merah Pariwisata Bali”

  1. Satu yang ingin saya tambahkan adalah RESPECT. Selain menjunjung aturan dimana kita berada, sikap MENGHARGAI adalah salah satu kunci penting dari akhlak dan tindakan kita.

    Turis menghargai tuan rumah dan begitupun sebaliknya. Saling menghargai.

    Semoga dengan cara berpikir seperti ini, turis bisa menghormati semua aturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat (Provinsi Bali) dan semua warga Bali pun memberikan rasa hormat agar turis bisa nyaman tinggal di Bali dengan tetap memperhatikan tata krama dan sopan santun. Simbiosis mutualisme yang lahir dari RESPECT.

    Seperti apa yang disampaikan Mbok Ni Luh Djelantik di berbagai plafform, Bali sudah pada tahap untuk diselamatkan. Kembalikan situasi Bali pada saat mulai dikenal oleh dunia sebagai salah satu destinasi wisata populer, aman, nyaman dan terus melestarikan kearifan lokalnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email