Neck Deep datang ke Indonesia. Berbagai kota mau disambangi. Mulai dari Jakarta, Jogja, sampai Denpasar. Semua gembira dan, memang, kedatangan band ini layak untuk dirayakan. Selain lagunya nyaman didengar, mereka cukup sukses memantik arus kebangkitan pop punk setelah genre ini mengalami mati suri.
Kalian boleh setuju, boleh juga tidak, pop punk tidak bakalan mati setidaknya sampai lima dekade ke depan. Selain bentuk musik aliran ini fleksibel mengikuti laju zaman, disisipi oleh lirik tentang apa saja pun masuk-masuk saja.
Baca juga:
Di era continued mainstream success (1999–2004), Blink-182 membawakan lagu-lagu bertema kenakalan remaja seperti coli dan obsesi terhadap MILF. Namun, pada era underground revival (2012–2016), lirik lagu-lagu pop punk berubah menyesuaikan kondisi mental anak-anak di zamannya. Knuckle Puck, misalnya, doyan membawakan lagu tentang broken home atau kepahitan masa muda seperti The Story So Far.
Neck Deep ikut dengan membawa tema-tema anak baru gede yang kuncupnya baru mekar seperti cinta dan tragedi di dalamnya. Dilengkapi dengan distorsi musik yang catchy didengar dan terkesan tidak norak, lagu-lagu band ini tembus pasar-pasar mainstream. Lewat album Life’s Not Out to Get You yang rilis tahun 2015, popularitas band ini meledak. Namun, pendengarnya bisa dikatakan masih dalam lingkup yang sama.
Tahun 2020, pop punk kembali berganti era. Kali ini dinamakan mainstream resurgence. Musisi Machine Gun Kelly (MGK) menggandeng Travis Barker, drummer Blink-182, jadi pembuka. Saya tidak sedang membahas MGK, tapi gelombang di era ini yang membantu tumbuh pesatnya pop punk dan mendaratkan skena ini ke telinga-telinga pendengar baru. Gelombang apa, tuh? Ya, benar, TikTok.
Algoritma TikTok ini kadang seperti pisau bermata dua. Bisa memperkenalkan orang bodoh dengan mudah, bisa juga membuat lagu-lagu jadi terkenal. Contoh yang kedua adalah band Magnolia Park. Bahkan, mereka tidak segan mengatakan bahwa sub aliran pop punk mereka adalah pop punk TikTok. Lagu-lagu mereka mendapat banyak likes dan views di aplikasi buatan pengembang China tersebut.
Pernahkah lagunya Knuckle Puck, yakni Untitled, jadi tren sebuah jogetan mampir di FYP kalian? Iya, lagu yang sedih dan banyak bikin orang nangis di era 2015-an, di tahun 2020-an jadi tren jejogetan. Hal ini sah-sah saja—yang punya lagu saja tidak protes, kok! Bahkan, saya yakin, hal ini bisa membuat jumlah pendengar Knuckle Puck di platform streaming meroket.
Neck Deep pun serupa. Banyak lagu mereka yang jadi sound video di TikTok. Agak beruntung karena lagu-lagu itu tidak jadi tren jejogetan, tapi masuk dalam sad vibes. Mulai dari Part of Me, December, sampai Wish You Were Here. Di titik ini, pendengar Neck Deep makin bertambah.
Tidak jarang ada yang bilang, “Plis, jangan terkenal, nanti jadi banyak yang tahu betapa kerennya band ini.” Ya, gimana, ya, band dibentuk selain untuk berkarya, ‘kan, juga untuk cari cuan. Label pun jadi mau menawari kontrak kalau band ini menghasilkan uang. Camkan baik-baik, band bukan dibentuk untuk memenuhi egomu.
Baca juga:
Selain dibantu TikTok, mereka yang tak sengaja mendengar lantas tertarik mengulik dan jadi tambah suka. Lagu-lagu Neck Deep ini pasarnya memang untuk remaja-remaja tanggung yang baru melek lingkar kesialan bernama kehidupan. Bagi mereka yang baru tahu betapa bangsatnya kehidupan, lagu-lagu Neck Deep sangat memikat.
Dibilang poser karena tren TikTok pakai lagu Neck Deep, tidak masalah, kan? Kamu mau suka lagu December yang sudah di-remix sama DJ TikTok pun tidak salah. Kalau ada yang bilang suka karena tren TikTok, ya, mau gimana lagi, kan? Toh, mereka yang suka Neck Deep karena album Life’s Not Out to Get You tidak diketawain, tuh, sama mereka yang suka di era Lloyd Roberts.
Lagipula, lagu December dan Wish You Were Here memang bagus—setidaknya menurut saya. Bahkan, sampai tahun kemarin, tradisi mendengarkan December di tanggal 31 Desember masih sering saya lakukan. Kesedihan itu sifatnya universal dan, kebetulan, Neck Deep berhasil mewakilkan.
Editor: Emma Amelia