Masyarakat sarungan - Kader PMII Ciputat

Irama Dangdut yang Terus Berdenyut

Muhammad Sabilul Aslam

1 min read

Ada satu genre musik yang menurut saya tak bakal hilang ditelan zaman. Ya, dangdut namanya. Sedari kecil, dangdut turut menemani dan menjadi nadi dalam hidup saya. Pasalnya, ayah dan ibu saya penyuka genre musik tersebut. Bahkan, beliau berdua rela merogoh kocek dalam dan meninggalkan saya yang masih kecil hanya untuk nonton konser Raja Dangdut Rhoma Irama.

Menyimak beragam pertunjukan musik di Indonesia, barangkali bisa disebut tidak ada pertunjukan musik yang lebih populer dibandingkan dengan musik dangdut. Ibaratnya, darah musik dangdut sudah bercampur dalam nadi masyarakat kita. Kreativitas musikus dangdut turut mewarnai corak musik dalam negeri dalam setiap periode perkembangannya. Meskipun begitu, dangdut masih sering dipandang sebelah mata, bahkan distigma seronok, kacau, serta ajang mabuk-mabukan dan tawuran.

Baca juga:

Orkes Melayu dalam Ingatan

Sejarah musik dangdut erat kaitannya dengan irama Melayu. Irama Melayu merupakan genre musik yang dinikmati dan berkembang di daerah pesisir pantai Sumatera. Musik Melayu masuk seiring dengan migrasi penduduk Melayu ke pulau Jawa pada awal era kolonial. Musik yang bercirikan entakan keras pada perkusinya tersebut menghipnotis masyarakat Jawa kala itu. Meskipun demikian, genre ini belum sepopuler musik hawaiian, gambus, dan keroncong pada masa itu.

Di era 50-an hingga 60-an, dangdut mulai dikenal seiring dengan munculnya orkes Melayu (OM) seperti OM Sinar Kemala, OM Kenangan, dan banyak lagi lainnya. Namun, kebanyakan liriknya masih terdiri dari pantun-pantun Melayu. Kemudian, pada awal dekade 70-an, Rhoma Irama hadir dengan OM Soneta yang menyihir siapa pun yang mendengar musiknya. Lagu berjudul Ke Binaria yang dinyanyikan Elvie Sukaesih menjadi test case dalam perjalanan awal OM Soneta.

Setelah melewati beberapa trial and error, Rhoma menemukan gayanya sendiri, yakni memadukan rock dan dangdut. Dangdut hadir dengan sihirnya yang menggoncangkan masa dan memaksa siapa pun yang menonton dan mendengarnya ikut bergoyang. Meski sempat redup pada awal 2000-an, dangdut tetap menjadi hiburan primadona bagi kelas pekerja dan kaum menengah ke bawah.

Musik Dangdut di Telinga Masyarakat

Musik dangdut tak lepas dari fungsi serta peranannya dalam hiruk pikuk kehidupan masyarakat kita. Seperti genre lainnya, musik dangdut mempunyai komunitas yang tersebar di pelbagai penjuru daerah. Dengan komunitas organik tersebut, dangdut lambat laun menjadi terkenal dan memiliki pasarnya sendiri.

Dangdut adalah hiburan rakyat. Dangdut sebagai hiburan terbagi menjadi dua kategori. Pertama, dangdut adalah hiburan pribadi atau bersifat personal. Artinya, kepuasan seseorang bisa didapat ketika mendengarkan musik tersebut. Kedua, hiburan komunal. Pertunjukan dangdut seringkali menjadi hiburan yang dinikmati ramai-ramai, misalnya ketika hajatan atau kampanye politik.

Musik dangdut akan terus berdenyut. Genre yang dianggap sebagai representasi kelas bawah atau hiburan rakyat miskin ini mulai berevolusi menjadi banyak model. Lagu-lagu ambyar tentang percintaan yang dibawakan musisi dangdut turut mengilhami kesedihan yang mendalam bagi mereka yang mendengarnya.

Baca juga:

Kini, banyak pertunjukan musik, baik di kafe, hotel-hotel, dan pertunjukan musik umum yang mempertontonkan musik dangdut dengan corak yang elegan. Artinya, stigma masyarakat terhadap dangdut yang seronok dan rusuh telah terpatahkan.

Kehadiran musisi-musisi dangdut muda seperti Denny Caknan, Happy Asmara, dan rekan-rekannya turut memperluas jangkauan pendengar dangdut. Tak hanya orang tua, Gen Z seperti saya pun menyukai dangdut sampai larut dalam kultur fandom dangdut yang tak kalah riuh dari, katakanlah, k-pop atau Barat.

 

Editor: Emma Amelia

Muhammad Sabilul Aslam
Muhammad Sabilul Aslam Masyarakat sarungan - Kader PMII Ciputat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email