Fenomena bongkar pasang personel sering terjadi dalam perjalanan sebuah grup band. Pilihan untuk hengkang dari sebuah band sering kali dinilai negatif oleh para penggemarnya. Mereka menggebyah uyah dengan anggapan bahwa keluarnya salah satu member berarti menghancurkan keberlangsungan karir sebuah band.
Perjalanan karir sebuah grup band menjadi gempar ketika salah satu atau beberapa personelnya menyatakan mengundurkan diri, apalagi band tersebut merupakan band besar dengan jutaan penggemar. Tahun 2010, dunia progresif metal digemparkan dengan kabar hengkangnya Mike Portnoy dari Dream Theater. Sang penggebuk drum keluar dari band yang didirikan pada 1985 itu.
Alasan sebenarnya seorang personel keluar dari grup band seringnya tidak diketahui. Personel yang keluar atau band yang ditinggalkan selalu menutupi alasan dengan jawaban-jawaban diplomatis ketika ditanya para pewarta. Bisa jadi untuk kebaikan bersama, atau bahkan bisa jadi memang ada “aib” yang harus ditutup rapat-rapat.
Di Indonesia kerap terjadi bongkar pasang personel band. Entah band yang sudah kawakan berkiprah selama puluhan tahun, atau band-band yang muncul belakangan. Setelah keluarnya seorang personel, ada beberapa band yang vakum, ada yang tetap eksis, ada pula yang tambah eksis bakda ditinggalkan personelnya. Ada pula kasus unik dalam sebuah band, yakni band yang vakum kemudian lahir kembali, ada pula personel yang keluar kemudian comeback.
Ada Band termasuk salah satu band yang beberapa kali ditinggalkan personelnya. Sang vokalis pertamanya, Baim, pilih hengkang dari Ada Band dan memilih bersolo karir. Setelah Baim hengkang, posisi vokalis kemudian diisi oleh Doni Sibarani. Pada formasi ini Ada Band mencapai performa optimalnya. Dengan suara vokal yang merdu nan melow, band ini melejit dan menduduki top band di Indonesia. Tapi pada 2017, Donie Sibarani keluar dari Ada Band dan memilih bersolo karir. Saat ini vokalis Ada Band diisi oleh Indra Sinaga, mantan vokalis Lyla. Namun, pada formasi ini Ada Band belum menemukan performa terbaiknya.
Beralih ke band Kotak. Band ini menjadi salah satu band jebolan pencarian bakat yang masih eksis hingga kini. Grup musik jebolan The Dream Band tahun 2004 ini tidak luput dari bongkar pasang personel. Hanya sang gitaris Cella yang merupakan personel asli sejak awal berdiri sampai formasi terakhir ini. Beberapa mantan personelnya hengkang dari Kotak dengan berbagai alasan, beberapa di antaranya memilih untuk fokus di salah satu band-nya, karena di antara mereka di saat bersamaan begabung dalam beberapa grup band.
Icez, Pare, Posan, dan Nisa Hamzah tercatat pernah menjadi member band ini. Kemudian posisi mereka diganti oleh Chua pada posisi bas dan Tantri pada posisi vokal. Tampaknya Kotak cuma mau menerima posisi bass dipegang oleh personel perempuan. Entah ini selera label dan produsernya atau idealisme Cella sebagai member kawakan agar ciri khas feminim rock tetap melekat pada band ini.
Kotak menemukan momennya di saat terbentuk formasi terakhir ini. Masuknya Tantri sebagai pengisi vokal cukup membius telinga pendengar musik di Indonesia. Karakter vokal powerfull Tantri menguatkan karakter musik Kotak yang bergenre rock. Saking powerfull-nya vokal kotak, menjadikan para pengcover musik belepotan. Makanya kita jarang melihat lagu-lagu Kotak menjadi set-list “tukang cover” di platform maya.
Kasus hengkangnya personel juga terjadi di band Cokelat. Band ini sepertinya keteteran setelah keluarnya sang vokalis, Kikan. Suara Kikan tampaknya sudah terlalu melekat dengan citra band Cokelat. Pasca hengkangnya Kikan, Kotak pernah mencoba peruntungan dengan menggaet vokalis-vokalis baru. Di antaranya Sarah Hadju, mantan juara Idonesian Idol 2007. Namun, tidak berlangsung lama, Sarah juga memutuskan keluar dengan alasan sudah “berbeda visi misi” dengan Cokelat. Setelah itu posisi vokal diisi oleh Aiu Ratna, mantan vokalis Garasi. Merapatnya Aiu Ratna pada Cokelat cukup memperpanjang napas band ini untuk terus hidup.
Publik dikejutkan pada Agustus kemarin. Pada bulan kemerdekaan negara ini, Cokelat mendeklarasikan kembalinya personel yang sempat “hilang”. Sang vokalis Kikan Namara dan Sang drummer Ervin comeback. Di chanel YouTube mereka merilis video klip baru lagu Bendera. Lagu ciptaan Eross Candra itu eksis di awal 2000-an, dan mengantarkan Kotak pada performa optimalnya. Lagu tersebut direkam ulang dan dengan video klip yang juga diperbarui dengan konsep live band.
Kelompok musik selanjutnya, yaitu band asal Surabaya, Padi. Mungkin mereka menjadi satu-satunya band yang terlahir ulang. Nama belakang “Reborn” akhirnya dipakai setelah mereka vakum beberapa tahun. Nama “Reborn” sengaja dipakai untuk pengingat para personelnya bahwa mereka pernah “bercerai”. Uniknya, band ini belum pernah mengalami ganti personel.
Bubarnya Padi tentu menyisakan banyak pertanyaan di benak para penggemarnya. Karena pasca bubarnya Padi, para personelnya tetap menjalani musik sebagai jalan hidup masing-masing. Sang pentolan, Piyu, memilih bersolo karir dan menghasilkan beberapa album, dan sisa personel lainnya membentuk grup musik rock Musikimia. Mereka menggandeng Stephan Santoso, orang yang selalu di belakang layar untuk meramu musik-musik Padi. Stephan digandeng untuk menempati posisi gitar, dan Ari lebih memilih berada di belakang layar sebagai manajer band. Musikimia telah melahirkan beberapa album, di antara banyak lagunya merupakan cover dari lagu-lagu bertema nasionalisme. Sebenarnya Musikimia cukup laku di pasar musik Indonesia, akan tetapi karena memang band ini direncanakan hanya untuk sebuah project, maka pada saatnya Musikimia memang divakumkan.
Vakumnya Musikimia memang disengaja untuk menyambut kembali lahirnya Padi. Lahirnya kembali Padi ditandai dengan “pulang kampung”-nya Piyu ke band yang telah membesarkan namanya itu. Menurut Piyu dalam sebuah wawancara, akar masalah retaknya band Padi yaitu ketidakterimaan posisi Piyu yang terlalu dominan di grup band. Para personel mungkin menginginkan semua personel dalam posisi egaliter. Tidak ada yang dominan, dan tidak ada yang idem saja.
Padi Reborn baru saja merayakan usia Perak. Ditandai dengan konser Usia Perak di berbagai kota di Indonesia. Dengan hits-hits lawas dan satu lagu baru, mereka menghentakkan panggung para penggemar militan. Para penggemarnya tentu mayoritas para pendengarnya di medio 2000-an.
Masih pada band asal Surabaya lainnya, Dewa 19 mungkin menjadi satu-satunya band dengan manajemen member yang “paling brutal”. Sudah banyak personel yang dibongkar pasang di band ini. Belum lagi bila dihitung jumlah personel yang join dalam proyeknya, baik proyek album maupun pertunjukannya. Tercatat sudah 5 drummer yang pernah mengisi posisi drummer, 3 basis, dan saat ini menggandeng 4 vokalis dalam satu panggung. Walaupun mereka berempat bukan sebagai member, tetapi mungkin ini satu-satunya konsep “bisnis konser” yang berhasil dan belum pernah ada sebelumnya.
Dua personel asli dan masih gabung dengan Dewa 19 hanyalah Andra Ramadhan dan Ahmad Dhani. Mungkin Tuhan sudah menakdirkan dua sahabat sedari remaja ini untuk selalu bersama. Bahkan selain di Dewa 19, tandem Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan terjadi di dua band lain, yakni Dhani feat. Andra yang melahirkan single Kuldesak, dan juga Ahmad Band yang melahirkan satu album dengan hits Sudah.
Walaupun banyak “mantan” dalam satu panggung, mereka tetap tampil prima di setiap pertunjukannya. Rumor ketidakharmonisan para personel entah mengapa hilang begitu saja ketika melihat mereka tampil di atas panggung. Ahmad Dhani yang kerap dinilai arogan, lambat laun kesan itu mulai memudar. Di belakang panggung maupun di studio latihan mereka biasa saja seperti sahabat dalam bermain musik.
Bongkar pasang dalam sebuah grup band mungkin tidak bisa dihindari seiring berjalannya waktu. Perbedaan idealisme mungkin yang menjadi akar masalah dari hengkangnya para personel. Di hadapan media ada yang blak-blakan mengatakan apa yang menjadi alasan ia keluar dari grup band, tapi tidak sedikit pula yang hanya berdiplomasi ria dalam memberikan jawaban publik. Istilah “berbeda visi misi” kerap kali menjadi senjata ampuh untuk menyelesaikan jawaban di depan awak media. Entah memang itu yang benar terjadi, atau hanya agar tampak profesional dalam pengelolaan manajemen band.
***
Editor: Ghufroni An’ars