Bergiat di Komunitas Tjirebon Book Club. Pernah menjadi Editor di salah satu penerbit. Saat ini menjadi pengajar.

Meruntuhkan Kecemasan yang Telanjang dalam Tubuh dan Puisi Lainnya

Saefudin Muhamad

1 min read

Gemericik Kolam Airmata di Mata Mama

ketika nasib pun menepis tangis di hamparan ruam dada yang tandus. dalam gemericik kolam airmata di matamu mama, seorang anak kecil berenang dalam kelindan ingatan dan sepi.

siapakah yang merawat masa itu? apakah muasal kenangan adalah perasan kesedihan?

kau selalu termangu lama dan bertanya-tanya, mama. tapi setiap helai rambut di kepalamu itu, kian memutihkan dirinya sebagai wujud salju yang purba. melukiskan wajah semesta, dan sesuatu. menyimak kekosongan dengan kuping kedap suara. mengecap pertanyaan bulan dengan lidah buta derita. membiarkan bintang-bintang bermain riang berkeliling di sisi keningnya.

kau pun senantiasa mengingat itu, mama. tapi katamu, kembali menjadi anak-anak tak lebih daripada kado negara. kembali menjadi anak-anak adalah sisyphus yang menjelma seonggok kendaraan, dan supirnya orang lain. kembali menjadi anak-anak adalah monitor komputer, layarnya halaman kosong, dan pengetiknya juga orang lain.

dan kembali menjadi anak-anak, sekali lagi katamu, tak lebih daripada kehilangan setiap bagian tubuh dan runtuh berkali-kali.

(2022)

Meruntuhkan Kecemasan yang Telanjang dalam Tubuh

ketika sabit menepi
di setiap belaian angin,
tubuhku sangsi di halaman
tubuhmu yang telanjang.

dan kau goyah, aku kian erat,
meruntuhkan tubuhmu!
rubuh! dan
lepas landas dari kecemasan itu.

kau, sempat berbisik-
bisik dengan geliat
yang sangat dalam;

“kita mesti kembali pada
senyap teluk tubuh kita
dari kota, dan kata-kata.
ini untuk cinta yang panjang!”

dan dingin kian merasuk,
meresap!
dalam pori-pori kita
setelah malam berhenti bercinta.

(2021)

Mengingat Jadwal Kencan dengan Kematian

kita pun patuh
pada detak arloji
dan merawatnya.

semisal menghitung
bilangan ingatan, atau
memeriksa detak-detik
yang lemah tapi cepat.

dan setiap poros
dalam lingkaran itu
adalah jadwal rapat,
juga deadline,
masa tenggat,
kita pun tergesa-gesa.

tapi buku kecil
yang tersimpan
di saku kita
tak juga menuliskan
jadwal kencan
bersama kematian.

melupakan fana
yang tertulis sekali
sejak pertama kali
terlahir
sebagai bayi dan bunyi.

(2021)

Belajar Membaca Ranting-Ranting yang Dipatahkan

ranting tua,
mengeringkan dirinya
dan dipatahkan.

di bawah itu, akar
tak berani mengadu
kepada serapan air.

dan tak menangis
ketika dirobohkan angin,
atau dibelah sekalipun.

ranting tua,
mengeringkan dirinya,
dan mengurai: lenyap perlahan.

(2021)

Dialog Katarsis

bukankah kita begitu kecil
di hadapan nasib, bu?

tapi bukankah nasib begitu kecil 
di belakang tuhan, nak? 

di antara kita dan nasib
siapakah yang lebih kecil
ketika ditentang tuhan, bu?

ketika tuhan memeluk
kita dan nasib, tubuh siapakah
yang lebih erat dipeluk, nak?

2021

*****

Editor: Moch Aldy MA

Saefudin Muhamad
Saefudin Muhamad Bergiat di Komunitas Tjirebon Book Club. Pernah menjadi Editor di salah satu penerbit. Saat ini menjadi pengajar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email