Saya sering memikirkan tentang konsep hilirisasi, terutama saat isu ini mulai digadang-gadang kembali di masa Presiden Prabowo Subianto. Bayangkan saja, di era Jokowi, hilirisasi memang menjadi salah satu program andalan. Tapi kalau dipikir lagi, pendekatannya terkesan lebih berfokus pada sektor mineral dan tambang, seperti nikel. Tidak salah memang, karena hilirisasi nikel membawa pemasukan yang besar bagi negara, namun saya jadi bertanya-tanya, apakah pendekatan ini benar-benar menyentuh aspek keberlanjutan ekonomi yang lebih menyeluruh?
Nah, di sinilah menariknya pendekatan yang dikatakan akan dijalankan oleh Prabowo. Konsep hilirisasi yang lebih inklusif dan menyeluruh, dengan menyasar sektor kelautan, pertanian, hingga kehutanan. Jika berhasil, ini tentu akan jadi langkah besar bagi Indonesia. Bagaimana tidak? Negara kita memiliki potensi kelautan dan hasil bumi yang luar biasa besar. Namun, tanpa pendekatan yang benar-benar memikirkan kesejahteraan jangka panjang, hilirisasi ini bisa saja berakhir dengan cerita yang sama: berfokus pada hasil ekspor, namun meninggalkan kerusakan lingkungan dan masalah ekonomi di daerah penghasilnya.
Lalu, pertanyaannya adalah, apa sebenarnya arti “inklusif” dan “menyeluruh” dalam pendekatan hilirisasi versi Prabowo? Saya membayangkan ini bukan sekadar memperluas sektor, melainkan juga membawa dampak langsung yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Bagi saya, “inklusif” harus berarti masyarakat setempat yang berada di area produksi dan pengolahan ikut mendapat manfaat nyata, bukan sekadar menjadi pekerja dengan upah rendah. Hal ini juga pernah diutarakan oleh ekonom Jeffrey Sachs yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya “tidak hanya menambah nilai, tetapi juga memperhatikan pemerataan dampaknya terhadap masyarakat.” Tentu saja, ini bukan hal yang mudah dicapai, tetapi bukankah di situlah letak tantangannya?
Dibandingkan pendekatan Jokowi yang berfokus pada mineral, Prabowo tampaknya memahami bahwa sektor kelautan, pertanian, dan kehutanan memiliki nilai strategis yang sama pentingnya. Menurut saya, ini adalah sebuah langkah maju. Bukan berarti sektor tambang ditinggalkan begitu saja, tetapi potensi lain yang dimiliki Indonesia ini jangan sampai diabaikan. Kelautan, misalnya, menyimpan sumber daya ikan yang melimpah yang dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai tinggi. Begitu pula dengan hasil pertanian dan kehutanan yang, jika dikelola dengan benar, bisa menghasilkan produk olahan dengan potensi ekspor besar sekaligus membuka lapangan kerja di daerah pedesaan.
Namun, ada catatan besar yang perlu kita garis bawahi di sini. Hilirisasi harus disertai dengan pengelolaan lingkungan yang baik. Saya belajar dari kasus nikel yang selama ini menjadi andalan hilirisasi Jokowi. Dalam prosesnya, penambangan dan pengolahan nikel ini tak jarang meninggalkan kerusakan lingkungan yang cukup serius. Hal ini akhirnya bukan hanya berdampak pada ekosistem lokal, tetapi juga pada masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah tambang. Jika pendekatan Prabowo tetap mempertahankan prinsip keberlanjutan, maka program ini bukan hanya harus berorientasi pada peningkatan ekspor saja, tetapi juga memastikan lingkungan tetap terjaga.
Baca juga:
- Prabowo-Gibran dan Sirene Darurat Lingkungan Hidup
- Humanisme Semu di Balik Eksploitasi Lingkungan
- Nirkomitmen Isu Lingkungan dalam Pemilu 2024
Satu hal lagi yang menarik bagi saya adalah upaya Prabowo untuk mengurangi ketergantungan pada negara tertentu dalam proses hilirisasi. Dalam beberapa tahun terakhir, kita tahu bahwa investasi besar di sektor pengolahan mineral banyak datang dari Cina. Meskipun ini memberikan dampak positif pada peningkatan pendapatan negara, ketergantungan yang terlalu tinggi tentu bukan hal yang sehat dalam jangka panjang. Saya setuju dengan pendekatan diversifikasi investasi yang digagas Prabowo, di mana investasi di sektor ini seharusnya tidak hanya bergantung pada satu negara. Hal ini juga sesuai dengan pandangan ekonom Dani Rodrik yang mengatakan bahwa diversifikasi sumber investasi adalah kunci untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka panjang.
Tentu saja, ini semua masih dalam tahap rencana. Tetapi, saya berpikir bahwa apa yang sedang direncanakan ini memang patut dicermati. Jika Prabowo benar-benar mengimplementasikan hilirisasi yang inklusif dan lebih menyeluruh seperti yang dijanjikan, kita akan melihat potensi besar yang terbangun di berbagai sektor ekonomi. Saya berharap bahwa hilirisasi versi Prabowo tidak hanya fokus pada peningkatan ekspor atau pendapatan nasional, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. Hilirisasi semacam ini tidak hanya membawa keuntungan material bagi negara, tetapi juga membangun ekonomi nasional yang lebih stabil dan berkeadilan.
Poin penting lainnya adalah bahwa hilirisasi harus diimbangi dengan pengembangan infrastruktur dan teknologi di sektor-sektor yang digarap. Dalam hal ini, dukungan dari pemerintah pusat harus sinergis dengan pemerintah daerah. Jangan sampai, upaya hilirisasi yang dijalankan akhirnya terhenti karena tidak ada dukungan infrastruktur yang memadai atau teknologi yang ketinggalan zaman. Pembangunan infrastruktur yang mendukung hilirisasi bukan hanya tentang jalur transportasi atau fasilitas pelabuhan, tetapi juga mencakup penyediaan energi yang ramah lingkungan serta teknologi pengolahan yang tidak merusak ekosistem.
Apakah hilirisasi versi Prabowo akan berjalan lebih baik dari yang dilakukan di era Jokowi? Tentu hanya waktu yang akan menjawabnya. Namun, menurut saya, langkah ini sudah cukup menjanjikan. Selama pendekatannya benar-benar menyeluruh dan inklusif, saya optimistis Indonesia akan merasakan dampak positifnya. Ini bukan hanya soal bagaimana meningkatkan devisa negara, tetapi lebih dari itu membangun ekonomi yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi seluruh rakyat Indonesia. Seperti kata Joseph Stiglitz, “pembangunan ekonomi tidak cukup hanya dengan menghasilkan keuntungan, tetapi juga memastikan bahwa keuntungan tersebut berdampak pada masyarakat luas.”
Saya kira, di sinilah tantangan terbesar Prabowo. Apakah ia mampu menerapkan hilirisasi yang bukan hanya menguntungkan sektor ekonomi, tetapi juga membawa perubahan positif yang berkelanjutan bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat? Kita akan lihat bersama, dan saya berharap masa depan hilirisasi di Indonesia benar-benar bisa mengusung semangat keberlanjutan. (*)
Editor: Kukuh Basuki