Berhenti Memaklumi Koruptor

Widi Ayu Hapsari

3 min read

Korupsi memang tidak bisa dipisahkan dari negeri ini, dari zaman penjajahan sampai sekarang korupsi memang menjadi hal yang paling menjengkelkan. Korupsi sendiri merupakan penyakit yang merusak dan penghancur bagi suatu bangsa. Bisa menghancurkan struktur ekonomi, akan tetapi juga bisa merusak moralitas dan integritas suatu bangsa itu sendiri. Siapa pun mereka yang bertindak korupsi tidak layak untuk dibela, bukan hanya merusak perekonomian negara, tetapi mereka juga penghancur masa depan generasi yang akan datang.   

Korupsi ini ibarat penyakit yang menggerogoti negara. Inilah yang menjadi masalah yang tak kunjung selesai di Indonesia. Tindakan koruptor ini dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan, perekonomian, dan memperburuk adanya ketidakadilan sosial. Salah satu kasus yang menjadi perbincangan belakangan ini adalah kasus korupsi dari Tom Lembong, yang merupakan mantan pejabat pemerintahan sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Menteri Perdagangan. Walaupun terlibat dalam kasus yang cukup besar, hingga kini masih ada pihak-pihak yang membela Tom Lembong, bahkan setelah ditunjukkan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Lantas, mengapa seorang koruptor seperti Tom Lembong masih dibela? 

Tom Lembong sendiri merupakan seorang tokoh yang pernah berperan penting dalam perekonomian di negara ini. Sebagai kepala BKPM, beliau bertanggung jawab untuk menarik investasi asing ke Indonesia. Lalu, pada saat menjabat sebagai menteri Perdagangan, Tom Lembong harus dihadapkan pada berbagai kebijakan yang penting, termasuk pada pengaturan impor dan perdagangan antar negara. Tetapi, walaupun dihadapkan pada tanggung jawab yang besar, adanya sejumlah kontroversi yang membayangi karirnya, yaitu terkait kasus dugaan korupsi dalam kebijakan impor yang diperkirakan negara mengalami kerugian mencapai 400 miliar. 

Kasus ini juga sangat menarik perhatian karena diduga melibatkan pihak-pihak tertentu dalam lingkaran kekuasaannya. Dari beberapa laporan investigasi menyebutkan adanya indikasi sekongkol antara pejabat di kementerian dengan pengusaha besar yang mendapatkan keuntungan pribadi dari kebijakan impor yang disetujui oleh Tom Lembong. Walaupun belum ada bukti yang kuat mengarah pada tindak pidana korupsi, kebijakan yang dibuat oleh Tom Lembong mendapat berbagai kritik tajam dari berbagai pihak yang merasakan dampaknya. 

Baca juga:

Tetapi, yang lebih mencengangkan adalah sikap dari sebagian orang yang membela Tom lembong walaupun ada berbagai dugaan yang mencemari namanya itu. Bukankah koruptor, terlepas dari siapa pun mereka adalah musuh bangsa yang harus diberantas tanpa pandang bulu? 

Pembelaan di Luar Nalar 

Penyebab adanya pembelaan terhadap Tom Lembong, maupun koruptor lain adalah adanya hubungan kekuasaan yang terjalin erat di dalam struktur pemerintah dan dunia usaha. Di beberapa kasus, para pejabat yang terlibat dalam korupsi sering kali memiliki hubungan yang kompleks dengan pengusaha besar, politisi, bahkan lembaga-lembaga hukum. Pembelaan yang terjadi kepada Tom Lembong sendiri bisa jadi karena upaya dalam menjaga stabilitas politik.

Sementara itu, di dalam politik Indonesia, sering kali terdapat sejenis ‘peraturan tidak tertulis di kalangan para elite, di mana mereka saling melindungi atau menutup mata terhadap tindakan yang merugikan publik asalkan tindakan tersebut tidak mencolok ataupun merugikan kelompok mereka. Hal semacam ini merupakan bentuk dari pragmatisme politik yang sering kali mengesampingkan moralitas dan keadilan.   

Beberapa pihak lain juga ikut membela Tom Lembong yaitu dengan alasan bahwa beliau pernah berperan positif dalam pembangunan ekonomi negara, seperti dalam hal menarik investasi asing. Argumen seperti ini sering kali digunakan untuk “memaafkan” perbuatan yang merugikan, dengan dalih bahwa korupsi kecil tidak merusak citra keseluruhan dari seorang pejabat yang telah dianggap berkontribusi positif bagi negara. Tetapi, hal semacam inilah yang justru menjadi problem yang besar, hal ini seolah-olah tindakan yang merugikan rakyat dianggap bisa dibenarkan hanya karena satu atau dua kebijakan yang dianggap menguntungkan. 

Menutupi Kekeliruan; Menjaga Kekuasaan  

Terdapat juga yang membela Tom Lembong dengan alasan bahwa beliau belum terbukti secara hukum dalam tindak pidana korupsi. Argumen ini sering menjadi senjata bagi mereka yang ingin mempertahankan posisi atau bahkan melindungi pihak yang sedang berkuasa. Walaupun banyak pihak yang merasa bahwa tindakan Tom Lembong merugikan, mereka memilih untuk memberikan keuntungan pada pihak yang berkuasa, hal ini bisa jadi dilandasi karena takut menghadapi konsekuensi politik jika mereka membuka kasus tersebut lebih jauh.   

Sementara itu, juga ada yang membela dengan membandingkan kasus dari Tom Lembong dengan korupsi besar yang melibatkan tokoh-tokoh politik lain. Pembelaan seperti ini merupakan upaya menormalisasikan korupsi dengan cara menunjukkan bahwa semua pejabat melakukannya. Pembelaan yang seperti inilah yang menunjukkan bahwa dalam menghadapi praktik korupsi negara ini tidak mampu secara sistematik dan lebih mengarah pada pembenaran yang salah kaprah, yaitu menilai korupsi merupakan sesuatu hal yang wajar atau bahkan tak terhindarkan. 

Hama bagi Bangsa 

Korupsi merupakan musuh utama bagi negeri ini. Seperti yang sudah terjadi, korupsi menciptakan ketidakadilan, merusak tatanan ekonomi serta menghancurkan harapan-harapan rakyat. Pembelaan terhadap koruptor hanya dapat memperburuk keadaan, hal itu memberikan sinyal yang salah kepada masyarakat bahwa korupsi bisa dimaafkan atau bahkan diabaikan asalkan pelaku memiliki kekuasaan atau hubungan politik yang kuat. 

Koruptor tetaplah perusak bangsa. Mereka bukan hanya mencuri uang negara, tetapi juga merusak impian masa depan bagi bangsa dan merampas hak-hak rakyat. Tidak ada pembelaan sedikit pun untuk mereka, bahkan tidak peduli siapa pun mereka, serta apa pun alasan yang mereka gunakan dalam membenarkan tindakan mereka. Sudah waktunya kita berhenti mentoleransi korupsi, tunjukkan bahwa bangsa ini lebih berharga apa pun bahkan ambisi pribadi dari segelintir orang.   

Supaya Indonesia segera terbebas dari korupsi, kita harus memiliki komitmen yang kuat untuk memberantasnya. Usaha itu bisa dimulai dari diri kita sendiri. Dengan melawan korupsi secara tegas, kita dapat memastikan bahwa negara ini mempunyai masa depan yang cerah dan penuh keadilan bagi seluruh rakyatnya. Tidak ada lagi tempat bagi koruptor di negeri ini. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki 

 

Widi Ayu Hapsari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email