Ken Wilber, Herbert Marcuse, Kapitalisme, dan Manusia Empat Dimensi

Angga Pratama

3 min read

Pemikiran Ken Wilber dan Herbert Marcuse menciptakan cara pandang baru untuk menganalisis aktivitas dan fenomena manusia. Teori-teori yang mereka cetuskan berasal dari kegelisihan atas suatu sistem yang sudah terlalu lama berada dalam status quo. Sistem tersebut perlahan harus mulai diubah untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi saat ini. Fenomena Postmodernisme dan post truth menjadi alasan beberapa pandangan harus dianalisis kembali untuk diperkokoh atau dilupakan.

Ken Wilber mencetuskan teori All Quadrants All Level (AQAL). Teori ini merujuk pada upaya identifikasi menyeluruh pengalaman dan pengetahuan manusia serta melihat hubungan yang terjadi di setiap bagiannya. AQAL terbagi menjadi 4 bagian, yaitu Q1, Q2, Q3, dan Q4. Selain itu, terdapat dua sumbu, yakni sumbu X dan Y. Sumbu X mewakili individual-kolektif, sementara sumbu Y mewakili internal-eksternal.

Herbert Marcuse mencetuskan teori One-Dimentional Man. Teori ini merujuk pada kondisi konsumerisme masyarakat modern yang semakin parah dan cenderung merusak sistem psikologis ekonomis manusia pada titik tertentu. Akibatnya, persepsi seseorang atas prinsip kebebasan yang dimilikinya akan didikte oleh sistem sosial—kapitalisme menghadirkan berbagai pilihan untuk mencapai kebahagiaan sebagai alat kontrol sosial yang cukup efisien. Akibatnya, hanya sedikit orang yang bisa menolak perubahan di dalam lingkungan sosial atau ekonomi.

Manusia akan cenderung terjerumus dalam budaya kerja yang berlebihan agar produksi semakin meningkat. Perilaku konsumerisme juga didorong agar tingkat konsumsi meningkat. One Dimensional Man menjadi masalah bagi manusia modern dan perkembangan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan antroposentrisme dan ekosentrisme.

Baca juga:

AQAL dan Perlawanan Konsumerisme

“The four quadrants can be simplified to the “Big Three” (I, we, and it). These important dimensions can be stated in many different ways: art, morals, and science; the Beautiful, the Good, and the True; self, culture, and nature. The point of an “all-quadrant, all-level” approach is that it would honor all of the waves of existence—from body to mind to soul to spirit—as they all unfold in self, culture, and nature.” (Ken Wilber, 2012).

AQAL dapat digunakan untuk identifikasi nilai seni, moral, sains, dll. Perkembangan manusia modern menyebabkan berbagai macam perubahan pada aspek kehidupan. Akibatnya, orang-orang terbagi dalam kelompok kecil sesuai dengan kecenderungan karakteristiknya. Mereka terpisah dari lingkungan sosial yang seharusnya mampu mencakup seluruh lapisan masyarakat.

AQAL dapat kita implementasikan untuk merombak beberapa cara pandang keliru dalam konsumsi masyarakat, misalnya Q1 (internal-individual) yang mengandung hasrat manusia, pikiran, dan suasana hati harus dikendalikan melalui metode kebutuhan berdasarkan aspek ekonomi sehingga dapat menghindarkan manusia dari komoditi yang tidak menjadi kebutuhan dasar.

Seseorang harus mampu mengukur kemampuan konsumsi yang mereka miliki. Kita bisa asumsikan, jika rata-rata dalam satu hari Roni membutuhkan 2 bungkus roti untuk memenuhi kebutuhannya, secara konstan ia harus membeli roti sebanyak maksimal 3 bungkus dalam satu hari. Hal ini berdasarkan pada nilai batas maksimum dari kelebihan konsumsi yang disebabkan aktivitas berlebih.

Konsep yang masih bersifat mental ini akan diimplementasikan dan memiliki korelasi pada Q2. Q2 (eksternal-individual) berkaitan dengan pengalaman dan unsur mental manusia. Artinya, perubahan mental dalam diri manusia akan berdampak pada kehidupannya secara langsung, tubuhnya pun akan memberikan respons tertentu.

Jika Roni merasa lapar, tubuh Roni akan memberikan pertanda. Misalnya nyeri lambung, perut keroncongan, kehilangan konsentrasi, bahkan pingsan. Proses mental akan terjadi dan terakumulasi sehingga Roni bisa membuat keputusan untuk mengambil roti dan memakannya. Akibatnya, suatu pengalaman akan terbentuk dan Roni akan mempersiapkan kemungkinan bagi tubuhnya ketika merasa lapar lagi.

Q3 (internal-kolektif) merupakan bagian yang sedikit sulit untuk diidentifikasi. Namun, kita sering beraktivitas di dalam Q3, dan ia ada di mana-mana. Q3 merupakan aspek kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai, cara pandang, bahasa, aturan, dll. Seseorang yang sudah melakukan identifikasi pada Q1 dan Q2, tidak dapat menghindari adanya proses sosial di Q3 yang meliputi segenap aturan dalam bertindak.

Q3 berperan sebagai agen yang mengatur pola perilaku manusia dan nilai-nilai etis di dalamnya. Misalnya, jika Roni membutuhkan 2 bungkus roti setiap harinya dan ia membeli 3 bungkus roti sebagai nilai maksimum dari tingkat konsumsi pribadinya, tindakan tersebut merupakan nilai etis manusia dalam melakukan konsumsi. Hal ini akan menjadi nilai yang tidak etis apabila kebutuhan Roni terhadap roti dalam sehari sebanyak 2 bungkus roti, tetapi ia membeli 7 bungkus roti dalam sehari.

Tindakan tidak etis tersebut dapat dilihat dari sudut pandang ekonomis. Uang Roni yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kebutuhan dasar lainnya, harus terinvestasikan pada 4 bungkus dari 7 bungkus roti yang Roni beli, akibatnya beberapa kebutuhan lainnya tidak terpenuhi.

Baca juga:

Q4 (eksternal-kolektif) merupakan keseluruhan aspek kehidupan sosial manusia yang meliputi interaksi sosial, aktivitas ekonomi, perubahan struktur pemerintahan, dll. Apabila kita telah melakukan identifikasi dan penetapan perilaku di 3 kuadran sebelumnya, kita akan lebih mudah bertindak dalam lingkungan sosial. Kita akan terbiasa dengan perilaku tidak konsumtif dan mengedepankan kebutuhan dasar sebagai konsumsi minimal yang harus dipenuhi.

One-Dimensional Man cetusan Herbert Marcuse secara bertahap dapat diatasi. Permasalahan manusia yang tunduk pada otoritas tertentu dan sistem kapitalisme tanpa kompromi, perlahan akan teratasi dengan kemampuan menyesuaikan taraf konsumsi melalui interaksi dan pengalaman mental.

Four-Dimensional Man

Metode untuk mengkaji manusia secara menyeluruh dari segi pengetahuan dan pengalaman adalah cara yang paling efektif untuk memutus rantai hegemoni kapitalisme dalam bentuk One-Dimensional Man. Seseorang tidak lagi mendapatkan segala sesuatu tanpa adanya bantahan dari dirinya sendiri, seperti dalam analisis Herbert Marcuse. Seseorang harus mempertimbangkan empat faktor penting dalam AQAL supaya menyadari bahwa perilaku konsumtif dan hedonisme hanya menguntungkan para kapitalis.

Pendekatan ekonomi dalam analisis AQAL  menghasilkan metode penilaian Four-Dimensional Man yang tidak hanya melihat suatu fenomena melalui kacamata tanggal kapitalisme, tetapi melalui empat kacamata sekaligus: internal, eksternal, individual, dan kolektif. Tindakan-tindakan ini dibutuhkan untuk melepaskan manusia dari kesenjangan sosial akibat dampak buruk psikologi pemasaran dan tren gaya hidup yang tidak ada habisnya.

Setiap industri kapitalisme pasti menutut pergerakan modal dan sirkulasi yang optimal. Masyarakat menjadi target sekaligus pihak yang paling rentan atas tindakan-tindakan tersebut. Konsumerisme tidak dapat dibenarkan dalam alasan apapun. Ia dapat menjebak manusia dalam lingkaran hutang-piutang yang sewaktu-waktu dapat memberikan kesulitan dalam beraktivitas.

Sistem kapitalisme dalam ekonomi cukup mengerikan apabila setiap orang hanya mengikuti sugesti hegemoni kapitalis. Four-Dimensional Man dapat dimplementasikan untuk mengubah cara pandang manusia atas berbagai komoditi yang menjadi kebutuhan, atau komoditi yang sengaja didikte oleh agen-agen kapitalisme agar dibutuhkan manusia.

 

Editor: Prihandini N

Angga Pratama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email