Di tengah gempuran sistem ekonomi kapitalis pada awal abad ke-19, kaum buruh Eropa yang berada pada puncak penderitaan. Mereka kemudian tergerak untuk mendirikan koperasi sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem ekonomi kapitalis yang dengan segera menghegemoni seiring dengan industrialisasi di seluruh penjuru dunia.
Baca juga:
Koperasi berangkat dari gagasan sosialisme yang menawarkan suatu tatanan sosial yang berbeda dengan tatanan sosial masyarakat kapitalis. Koperasi berasal dari kata bahasa Inggris “cooperation” yang berarti kerja sama. Boleh dikatakan, koperasi adalah sebuah lembaga ekonomi yang dioperasikan oleh anggotanya demi kepentingan bersama.
Sejarah Koperasi di nusantara dimulai pada tahun 1896 ketika Raden Aria Wiria Atmaja mendirikan bank kredit yang mengadopsi sistem koperasi simpan-pinjam guna menghindarkan para pegawai pemerintah kolonial dari lilitan rentenir yang mematok bunga sangat tinggi. Ini sejalan dengan pendapat Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan semangat tolong menolong. Operasional koperasi memegang teguh prinsip seorang untuk semua dan semua untuk seorang.
Tak mau ketinggalan, Boedi Utomo mendirikan Koperasi Rumah Tangga (Konsumsi) sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi perekonomian orang pribumi. Sarekat Dagang Islam juga mendirikan koperasi untuk kalangan pedangang dan pengusaha batik dari kalangan pribumi atau bumiputra di Solo. Kemudian, ada pula koperasi milik Indonesische Studieclub yang sekaligus menjadi sarana pendidikan ekonomi dan menanamkan semangat kebangsaan Indonesia.
Kongres koperasi nasional diadakan pertama kali dua tahun setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 12 Juli 1947 di Tasikmalaya. Hari tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Salah satu hasil Kongres Koperasi Pertama adalah pendirian Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya.
Dalam buku Khazanah Pemikiran Ekonomi Indonesia (1994) terbitan LP3ES, Mohammad Hatta berpendapat bahwa koperasi digunakan sebagai penyatuan modal-modal masyarakat kecil supaya tidak tergilas arus modal besar, khususnya modal asing. Tujuan utama koperasi bukan mencari keuntungan, tetapi mencapai keperluan hidup bersama.
Kini, kita lebih sering dengar pemberitaan tentang startup atau usaha rintisan yang biasanya berbasis teknologi. Modal startup umumnya berasal dari penanaman modal ventura. Sangat disayangkan, modal yang besar untuk mendanai usaha ritinsan tersebut belum sustainable atau keberlanjutan. Bisnis yang mereka kelola belumlah memberi keuntungan, hanya sebatas kenaikan valuasi nilai usaha.
Pola bisnis tersebut sangat ringkih terhadap gejolak makro ekonomi. Ambil contoh, startup yang berfokus kepada pendidikan, Zenius, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 200 karyawannya. Sebabnya, ekonomi global sedang bergejolak akibat Federal Reserve, Bank Sentral Amerika Serikat, menaikan suku bunga acuan guna meredakan inflasi di Amerikat Serikat yang mencapai 8,06% year-on-year (YoY) pada Mei 2022.
Gejolak makroekonomi dunia menyebabkan banyak usaha yang bergantung kepada modal asing mengencangkan sabuknya. Kondisi terburuk akan dirasakan oleh para pekerja kerah biru seperti pengemudi ojek online (ojol). Kebijakan pengelola aplikasi ojol sangat mempengaruhi penghasilan para pengemudi ojol. Pengelola aplikasi dapat seenaknya untuk menentukan tarif. Para pengemudi ojol hanya bisa pasrah dan tetap menarik gas motornya.
Modal besar hanya dapat dilawan oleh modal yang besar pula. Koperasi dapat digunakan para pengemudi ojol untuk mengumpulkan modal. Mereka bisa membuat aplikasi sendiri untuk menandingi aplikasi buatan startup yang masih bersaing secara oligopolis. Dengan adanya pesaing baru, perusahaan layanan transportasi online didesak untuk menjadi lebih kompetitif.
Persaingan yang dimaksud di sini ialah persaingan untuk mendapatkan mitra pengemudi ojol. Koperasi ojek online menawarkan sesuatu yang tidak didapatkan hanya dengan menjadi mitra startup. Dengan sistem koperasi, para pengemudi ojol dapat bermusyawarah untuk menetapkan tarif di aplikasi yang dikelola bersama. Selain itu, koperasi ojol dapat menawarkan sistem bagi hasil yang lebih adil bagi para anggotanya.
Koperasi ojek online hanya satu contoh koperasi sebagai bentuk perlawanan kapitalisme. Sayangnya, koperasi di Indonesia masih menemui berbagai hambatan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Camelia Fanny Sitepu dalam Perkembangan Ekonomi Koperasi di Indonesia (2018) menjelaskan bahwa sepinya peminat, kurang aktifnya anggota, dan manajemen koperasi menjadi hambatan perkembangan koperasi di Indonesia.
Lebih lanjut, koperasi dianggap sekadar sebagai gerakan ekonomi untuk kelas menengah ke bawah sehingga sedikit orang mau menjadi anggota koperasi. Padahal, meskipun koperasi berasal dari kaum buruh, koperasi tidak hanya untuk kelas menengah ke bawah. Siapa pun yang memenuhi syarat keanggotaan dapat bergabung sebagai anggota koperasi.
Baca juga:
Kondisi tersebut diperparah dengan sikap pemerintah sekarang yang gencar mendukung penanaman modal asing dan sibuk membangun ibu kota baru. Pemerintah terang-terangan menunjukkan sikap pro terhadap modal asing seperti ketika Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Presiden Joko Widodo mendatangi Elon Musk untuk menawarkan investasi di bakal ibu kota baru.
Tanpa usaha dan dukungan berbagai kalangan, termasuk kelas menengah dan pemerintah, koperasi akan selamanya dipandang sebelah mata. Kesadaran akan kebutuhan masyarakat Indonesia atas pengelolaan ekonomi yang berorientasi kesejahteraan bersama mesti dipantik untuk kemudian dijadikan modal mengembangkan koperasi-koperasi yang bermanfaat secara luas.
Editor: Emma Amelia