Kemenanganmu Menunjukkan Eksistensimu

Gratia Olivia Sihaloho

2 min read

Rangkaian pertandingan Piala Dunia 2022 masih berlangsung hingga beberapa hari ke depan. Namun, di antara pertandingan-pertandingan yang sudah berlangsung sejauh ini, ada satu pertandingan yang masih menarik perhatian saya. Tepatnya, pertandingan yang dihelat pada tanggal 22 November lalu ketika Argentina tumbang 1-2 dihadapkan dengan Arab Saudi.

Baca juga:

Banyak orang mengira bahwa Argentinalah yang akan memenangkan pertandingan. Apalagi, Argentina pernah dua kali menjadi juara, yaitu di Piala Dunia 1978 dan 1986. Sementara itu, Arab Saudi belum pernah menjadi juara Piala Dunia.

Kemenangan Arab Saudi atas Argentina menuai beragam respons dari masyarakat. Salah satu pencinta sepak bola yang saya kenal melakukan taruhan dengan pasangannya sendiri dengan sejumlah uang yang nilainya tidak sedikit. Dia bertaruh dan yakin benar bahwa Argentinalah yang akan memenangkan pertandingan.

Keyakinannya didasari oleh rekam jejak Argentina yang dikenal sebagai tim nasional yang bagus. Siapa yang menyangka ternyata Arab Saudilah yang menang? Kenalan saya kalah taruhan dan harus menerima kekalahannya dengan legowo.

Pertandingan dengan hasil mengejutkan itu juga menjadi perbincangan dalam salah satu kuliah filsafat di kelas yang saya ambil. Dosen saya berujar, “Kita jangan hanya sekadar menonton. Ada baiknya setiap kali kalian menonton itu dikaitkan dengan pembelajaran.” Mahasiswa menanggapi petuah dosen itu dengan komentar pro dan kontra.

Kemenangan Arab Saudi sangat diapresiasi oleh pemerintahnya dengan mengumumkan hari libur nasional pada tanggal 23 November 2022 sebagai perayaan kemenangan bersejarah melawan tim nasional Argentina. Apresiasi tersebut boleh dikatakan diberikan sebagai bentuk penghargaan terhadap eksistensi manusia.

Maksud eksis di sini bukan hanya membahas orang yang tenar, masyhur, dan banyak dikenal banyak orang belaka. Eksis di sini berarti kesadaran penuh akan keberadaan diri. Para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya. Dalam hal ini, “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang diambil oleh setiap manusia.

Lebih lanjut, setiap tindakan yang diambil oleh setiap manusia harus memperhatikan tiga hal, yaitu kesadaran diri, kebebasan tanggung jawab, dan penciptaan makna. Maksud dari kesadaran diri adalah manusia sanggup menyadari dirinya sendiri dalam bentuk kemampuan berpikir dan memutuskan. Sebab, pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran manusia, maka ia akan semakin hidup sebagai pribadi.

Hal yang kedua adalah kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab yang dapat mendatangkan kecemasan. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia—sesuatu yang patologis. Kecemasan bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian manusia.

Terakhir adalah penciptaan makna, yakni manusia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan manusia tersebut. Hal ini berkaitan dengan kesadaran bahwa menjadi manusia berarti menghadapi kesendirian, yaitu sendirian lahir ke dunia dan mati pun sendirian, serta memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesama.

Kegagalan menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan isolasi, depersonalisasi, alienasi, keterasingan, dan kesepian. Lalu, setiap manusia akan berusaha mengaktualisasikan dirinya. Jika tidak mampu, maka ia bisa disebut mengalami patologi.

Patologi merupakan suatu bentuk kegagalan manusia dalam menggunakan kebebasan yang dimilikinya untuk mewujudkan potensi-potensi dalam dirinya sendiri. Maka dari itu, perlu membangun kesadaran diri terhadap kenyataan sekarang. Biarlah masa lalu menjadi pembelajaran untuk meraih harapan di masa depan.

Baca juga:

Kecemasan dan kesadaran diri terhadap kenyataan sekarang inilah yang barangkali memotivasi tim nasional Arab Saudi untuk tampil all-out di babak penyisihan Piala Dunia 2022. Terlebih, lawan pertama mereka adalah salah satu tim nasional langganan juara dunia seperti Argentina.

Dimensi lain dari eksistensi terdapat pada fenomena orang-orang yang kalah taruhan. Pertimbangan seperti rekam jejak di kejuaraan tidak lepas dari penerimaan awam terhadap apa-apa saja yang tenar atau terkenal karena suatu kualitas yang telah menjadi “kebiasaan”. Misalnya, “kebiasaan” bermain apik dan menjadi juara Piala Dunia yang melekat pada imej tim nasional Argentina. Inilah yang—oleh kebanyakan orang—lantas dijadikan pertimbangan utama, kalau bukan satu-satunya, dalam memilih tim jagoan.

 

Editor: Emma Amelia

Gratia Olivia Sihaloho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email