Gelaran turnamen badminton Piala Uber dan Piala Thomas 2022 di Bangkok, Thailand sudah berakhir. Tim putra Indonesia gagal mempertahankan Piala Thomas dan harus mengakui keunggulan India yang menang dengan skor meyakinkan 0-3, sedangkan tim putri Piala Uber Indonesia juga harus terhenti di perempat final oleh tim putri China dengan skor 0-3. Kekecewaan dan kesedihan tampak di wajah kontingen Indonesia karena tidak ada satu pun dari dua piala itu yang berhasil mereka bawa pulang. Pencinta bulu tangkis di seluruh Indonesia juga merasakan hal serupa, termasuk saya.
Apa pun yang terjadi, para atlet telah menunjukkan semangat dan performa terbaiknya. Mereka berjuang dengan segala daya upaya untuk mencapai kemenangan demi kemenangan. Maka, sudah selayaknya kita memberikan selamat sekaligus ucapan terima kasih kepada semua atlet, pelatih, dan ofisial tim bulu tangkis merah putih dalam ajang bergengsi dua tahunan ini.
Saya masih punya harapan untuk kemajuan prestasi bulu tangkis Indonesia di masa depan karena pada cabang olahraga inilah Indonesia dapat menunjukkan taring di ajang dunia. Bulu tangkis Indonesia begitu disegani dan diperhitungkan oleh dunia. Indonesia sudah mempunyai tradisi juara layaknya Brazil pada sepak bola, Meksiko pada tinju, dan Amerika Serikat pada bola basket.
Tak terhitung pebulu tangkis andalan Indonesia yang pernah mengharumkan Merah Putih di ajang tingkat dunia. Di nomor tunggal ada pemenang delapan kali kejuaraan All England, Rudy Hartono, “Sang Pionir” Tan Joe Hok, “King Smash” Liem Swie King, Susi Susanti, Alan Budikusuma, “Si Anak Ajaib” Mia Audina, “Smash 100 Watt” Hariyanto Arbi, “The Flamboyan” Taufiq Hidayat, Ivana Lie, dan Maria Kristin Yulianti.
Pada kategori ganda, Indonesia juga punya segudang pemain bulutangkis berprestasi. Beberapa di antaranya adalah Christian Hadinata/Ade Chandra, Tjun Tjun/Johan Wahyudi, Eddy Hartono/Rudy Gunawan, Ricky Subagja/Rexy Mainaky, Candra Wijaya/Tony Gunawan, dan Markis Kido/Hendra Setiawan. Di kemudian hari, Hendra Setiawan berduet dengan Mohammad Ahsan dan masih tetap berprestasi hingga menduduki peringkat dua dunia di bawah “The Minions” Markus Gideon/Kevin Sanjaya.
Ganda putri Indonesia juga mempunyai sederet legenda bulu tangkis seperti Ferawati Fajrin/Imelda Wigoena, Elysa Nathanel/Zelin Resiana yang kemudian hari juga berpasangan dengan Deyana Lomban, dan Liliyana Natsir/Vita Marissa. Ganda campuran Indonesia pun tidak kalah berprestasi; sebut saja, Tri Kusharjanto/Minarti Timur dan Liliana Natsir/Tontowi Ahmad yang berhasil meraih medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Naik Turun Prestasi Tim Putri Indonesia
Sejak akhir 1990-an, prestasi bulu tangkis putri Indonesia terus meredup. Piala Uber tahun 1996 Hong Kong merupakan turnamen beregu putri terakhir yang berhasil dimenangkan oleh Indonesia. Kala itu, tim putri Indonesia masih diperkuat Susi Susanti dan Mia Audina. Setelah Susi Susanti pensiun di tahun 1998 dan Mia Audina pindah kewarganegaraan ke Belanda setelah menikah, Indonesia seakan mengalami kelangkaan atlet putri bulu tangkis berprestasi.
Pada dekade 2000-an, tim putri Indonesia mengalami paceklik gelar. Perolehan terbaik waktu itu baru datang di tahun 2008, yakni ketika Maria Kristin Yulianti meraih perunggu di nomor tunggal putri Olimpiade Beijing setelah mengalahkan Lu Lan pada perebutan tempat ketiga. Setelah itu, tim putri Indonesia masih tetap belum bisa keluar dari kekeringan juara. Proses regenerasi dari pebulutangkis senior ke junior terkesan lambat membuat Indonesia tertinggal jauh dari China, Korea Selatan, dan Jepang.
Titik cerah kebangkitan bulu tangkis putri Indonesia akhirnya datang pada Olimpiade Tokyo 2020 yang diselenggarakan pada tahun 2021 karena sempat terkendala pandemi Covid-19. Pasangan ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriani Rahayu, berhasil mencetak sejarah baru menjadi ganda putri pertama Indonesia yang meraih medali emas di ajang olimpiade setelah mengalahkan ganda putri nomor satu dunia, Chen Qingchen/Jia Yifan. Kemenangan ini mepunyai dua arti penting, yaitu momentum kebangkitan bulu tangkis putri Indonesia dari paceklik gelar juara dan rekor baru prestasi tertinggi yang pernah dicapai ganda putri Indonesia.
Tim putri Indonesia memberi kejutan lagi pada gelaran Piala Uber 2022 di Bangkok. Pebulutangkis tunggal putri Bilqis Prasista, mencatatkan kemenangan fenomenal pada laga ketiga di penyisihan grup saat melawan tunggal putri andalan Jepang, Akane Yamaguchi. Sebagai atlet pendatang baru yang pertama kali tampil di ajang besar seperti Uber Cup, Bilqis berhasil mengalahkan Yamaguchi yang kini masih menempati posisi teratas peringkat pebulutangkis tunggal putri dunia.
Pertandingan tersebut selesai dalam dua set langsung yang memakan waktu sekitar 35 menit saja. Selain kondisi fisik yang prima, konsentrasi penuh, dan teknik bermain yang bagus, kemantapan mental yang tinggi juga penting untuk memenangkan pertandingan melawan pemain unggulan di ajang besar. Bilqis mempunyai semua itu dan telah berhasil menoreh prestasi yang akan mengangkat mental pebulutangkis putri Indonesia lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa Indonesia menurunkan atlet-atlet muda di Piala Uber 2022. Selain Bilqis Pratista, sektor tunggal Indonesia juga diperkuat oleh Komang Ayu Cahaya, Aisyah Sativa Fatetani, Siti Sarah Azzahra, dan Tasya Farahnailah. Sementara itu, di sektor ganda, Indonesia diperkuat oleh Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi, Tryola Nadia/Melani Mamahit, serta Lanny Tria Mayasari yang bergantian berpasangan dengan Nita Violina Marwah dan Jesita Putri Miantoro. Walaupun belum berhasil menembus babak semifinal Piala Uber 2022, para pemain muda putri Indonesia telah mendapatkan pengalaman berharga dapat bertemu dengan atlet-atlet hebat dunia.
Kejutan
Tim putra Indonesia cenderung konsisten mempertahankan performanya. Tahun demi tahun, Indonesia selalu menjadi unggulan dan banyak meraih gelar juara. Para pemain putra juga banyak yang bertengger di sepuluh besar peringkat dunia.
Pada kategori tunggal putra ada Anthony Sinisuka Ginting di peringkat 5 dan Jonatan Christie di peringkat 8. Pada kategori ganda putra, Indonesia mempunyai tiga pasang pemain yang menempati posisi 10 besar, yakni “The Minions” Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang secara berurutan menempati peringkat 1, 2, dan 7.
Dengan amunisi yang sekomplit ini, secara mengejutkan tim Piala Thomas Indonesia kalah dari India di babak final. Tentu ada banyak faktor yang membuat Indonesia gagal memanfaatkan keunggulan materi pemainnya. Salah satunya adalah ketertinggalan Indonesia di bidang sport science.
Sport science sedang berkembang pesat di negara-negara maju. Semua program latihan, screening kesehatan, asupan nutrisi, dan strategi pertandingan harus didasarkan pada kaidah keilmuan olahraga yang serba terarah, terkendali, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. India adalah negara yang sangat menjunjung tinggi pola pikir sains. Dapat dipastikan bahwa sport science adalah salah satu faktor kunci kemenangan tim Piala Thomas India dalam memaksimalkan performa pemainnya sehingga dapat mengalahkan The Dream Team Indonesia dengan skor telak 3-0.
Baca Editorial: Rotten Bureaucrats Rule over Indonesia’s Sports, Sacrificing Athletes and Nation
Sejarah baru bagi India yang berhasil meraih Piala Thomas untuk kali pertama ini hendaknya juga bisa kita maknai secara positif. Sebagai juara Piala Thomas 2022, India menjadi kekuatan baru dalam peta bulu tangkis dunia. Pada tahun-tahun mendatang, ajang bulu tangkis dunia akan semakin kompetitif dan tidak lagi didominasi oleh segelintir negara saja.
Mengapa Piala Dunia sepak bola lebih menarik animo masyarakat dunia dan tampak lebih bergengsi daripada turnamen badminton dunia? Selain negara pesertanya jauh lebih banyak, hampir semua negara peserta piala dunia mempunyai kekuatan merata sehingga setiap pertandingan seru dan prestisius. Akan sangat membanggakan jika dalam kompetisi yang seketat itu atlet-atlet bulu tangkis Indonesia tetap menjadi juara.
Salam olahraga!
Editor: Emma Amelia