Menyikapi Menang Kalah Jagoan Bulu tangkis

Traselli Laurentika -

3 min read

Penggemar bulu tangkis Indonesia terkenal fanatik. Di satu sisi, mereka punya daya untuk meningkatkan semangat para atlet supaya menang dan menjadi juara. Namun, di sisi lain, entah mereka sadari atau tidak, mereka juga dapat menjatuhkan mental atlet lewat kritik dan hujatan pedas ketika atlet kalah. Bisa menyikapi kekalahan dan kemenangan jagoan bulu tangkis adalah suatu kemampuan. Lalu, bagaimana caranya?

Saya mengambil contoh pasangan ganda putra Indonesia. Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo memiliki begitu banyak prestasi di tahun 2017 hingga 2019. Marcus dan Kevin sering kali menjadi tumpuan Indonesia dalam ajang bulu tangkis dunia. Mereka juga menduduki peringkat satu dunia untuk waktu yang lama. Namun, setelah Covid-19, prestasi mereka mengalami penurunan bahkan sampai sekarang. Marcus dan Kevin juga sempat dilanda cedera sehingga harus absen dari beberapa turnamen.

Sebaliknya, pasangan ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, mereka tidak terlalu dilihat oleh pencinta bulu tangkis karena dianggap kurang berprestasi. Namun, tahun ini mereka mulai menunjukkan prestasi dengan selalu tampil konsisten di setiap turnamen yang mereka ikuti. Mereka bahkan memperoleh gelar juara di beberapa turnamen. Di final Denmark Open yang diselenggarakan pada 23 Oktober 2022, Fajar dan Rian bahkan keluar sebagai juara setelah mengalahkan Marcus dan Kevin dengan dua game langsung.

Atlet Tak Selamanya Berada di Puncak 

Faktanya, tidak mungkin setiap atlet akan terus berada di puncak kejayaan dengan meraih gelar juara terus-menerus. Ada kalanya mereka mengalami kekalahan. Ketika mengalami kekalahan, setiap orang, baik atlet maupun penggemar akan memaknainya dengan cara yang berbeda. Ada yang menerima kekalahan dengan lapang dada dan belajar dari pertandingan sebelumnya, namun ada juga yang tidak menerima kekalahan karena menganggap lawan menang karena faktor keberuntungan saja.

Bulu tangkis adalah salah satu olahraga andalan dan kebanggaan masyarakat Indonesia. Olahraga ini sering mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional lewat prestasi atletnya. Namun, prestasi atlet bulu tangkis Indonesia yang bagus sering kali membuat para penggemar menuntut agar atlet selalu naik ke podium tertinggi. Atlet dituntut tampil maksimal ketika di lapangan sampai mereka menjadi juara.

Penggemar melupakan fakta bahwa apa pun bisa terjadi di lapangan. Ketika atlet turun ke lapangan dan bermain, penggemar tidak bisa mengendalikan situasi permainan. Ada atlet yang bisa meraih kemenangan lewat straight game (2 game langsung) atau mengalami kekalahan 2 game langsung. Ada juga juga yang meraih kemenangan lewat rubber game (1 game kalah, 2 game menang) atau mengalami kekalahan lewat rubber game.

Baca juga:

Pujian, Kritik, dan Ekspektasi Penggemar

Yang menjadi permasalahan adalah, ketika kalah atlet akan mendapatkan kritikan tajam bahkan hujatan dari para pencinta bulu tangkis Indonesia. Apalagi jika atlet tersebut berada di ranking 10 besar dunia. Penggemar menaruh ekspektasi tinggi kepadanya dan sangat berharap atlet tersebut bisa naik podium tertinggi.

Kebanyakan atlet ingin bermain nothing to lose saja, walaupun mereka sama inginnya untuk naik ke podium juara. Ekspektasi yang terlalu tinggi ini tentunya menjadi beban tersendiri bagi para atlet. Mereka berusaha keras. Bahkan, ketika mengalami cedera, mereka tetap berusaha maksimal di lapangan demi mewujudkan harapan penggemarnya.

Saat atlet menang, mereka akan menerima banyak pujian dan ucapan selamat, sedangkan saat mereka kalah, mental mereka harus siap untuk menerima kritikan dan hujatan. Kritikan dan hujatan bisa saja memengaruhi kesiapan mereka untuk bermain di turnamen selanjutnya. Bagi atlet yang mentalnya benar-benar terpengaruh, mereka tidak akan bisa tampil maksimal, ini menimbulkan potensi kekalahan lagi bagi mereka.

Jika atlet kalah, yang mereka butuhkan adalah dukungan dari penggemar agar bisa tampil lebih baik ke depannya. Mereka mungkin membutuhkan kritik yang bersifat membangun, bukan yang membuat mereka down sehingga tidak bisa lebih baik dari sebelumnya.

Atlet bulu tangkis juga manusia, mereka sadar akan tugas sebagai atlet yang membawa nama Indonesia. Mereka tentunya ingin menjadi juara, terutama di pertandingan besar seperti Olimpiade dan Kejuaraan Dunia. Namun, di sisi lain ada banyak atlet dari negara lain yang juga punya banyak prestasi. Mereka pun harus bersaing lebih keras untuk mendapatkan gelar juara.

Atlet sering dituntut untuk sempurna. Bahkan, ketika menjadi runner-up, mereka masih dianggap buruk. Padahal untuk bisa mencapai itu ada usaha keras yang harus mereka lewati. Mungkin memang belum rezeki mereka untuk menjadi juara, semua ada jalannya masing-masing.

Sebagai penggemar yang baik, pencinta bulu tangkis Indonesia seharusnya bisa bersikap bijaksana dengan berlapang dada ketika atlet yang diidolakannya kalah. Atlet juga tidak mau kalah, mereka telah berjuang dan berlatih keras untuk bisa menjadi atlet terbaik dan meraih gelar juara. Namun, dalam setiap pertandingan selalu ada menang dan kalahnya, semuanya berjalan beriringan. Semua ada naik turunnya, atlet yang sedang mengalami kejayaan di masa sekarang belum tentu akan mengalami hal yang sama di masa depan, begitu pun sebaliknya.

Melawan Cedera

Atlet tidak harus dituntut untuk menjadi juara. Juara itu hanya bonus, yang terpenting mereka bisa menyelesaikan pertandingan dengan baik tanpa cedera. Untuk apa juara jika demi mendapatkannya mereka harus berjuang mati-matian sampai mengalami cedera? Atlet yang mengalami cedera membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pemulihan. Dan itu berarti mereka tidak akan bisa berpartisipasi dalam turnamen dalam jangka waktu yang lama juga.

Atlet yang telah pulih dari cedera, belum tentu performanya akan sama seperti saat ia belum mengalami cedera. Kebanyakan atlet yang telah pulih dari cedera performanya akan menurun. Atlet yang telah pulih dari cedera biasanya akan memiliki trauma tersendiri, mereka bisa takut untuk kembali bertanding di lapangan. Lebih baik atlet kalah dan bisa mengikuti turnamen selanjutnya dengan belajar dari kesalahan daripada mereka absen di turnamen karena cedera.

 

Editor: Prihandini N

Traselli Laurentika -

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email