Ibadah puasa punya riwayat yang sangat panjang. Para junjungan umat beragama di dunia memiliki cara masing-masing dalam berpuasa. Bahkan sejarah-sejarah besar juga dilewati dengan berpuasa.
Di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 183 Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. (Berpuasa) agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Melihat Cara Puasa Berbagai Agama
Ayat itu secara tidak langsung menyatakan bahwa sejak zaman nenek moyang, manusia sudah diminta untuk berpuasa. Semuanya berpuasa, bahkan sejak zaman Nabi Adam. Puasa Nabi Adam dikenal dengan nama ayyamul bidh dan ayyamul suth (hari terang tanggal 13, 14,15 rembulan dan 27, 28, 29 rembulan). Nabi Idris juga diajari puasa. Begitu pun juga dengan Nabi Nuh, ia dalam keadaan berpuasa saat memotong kayu sampai membuat perahu. Nabi Ibrahim puasa. Nabi Musa naik ke gunung Tursina saat berpuasa. Nabi Daud melakukan puasa selang-seling, sehari puasa sehari tidak. Kanjeng Nabi Muhammad dan umatnya juga diwajibkan berpuasa.
Baca juga:
Menariknya, tidak hanya orang Islam yang menjalankan puasa. Agama-agama lain juga melakukannya. Agama kuno bernama Zoroaster mempunyai dua Tuhan, yaitu Ahriman sama Ahuramazda. Nabinya bernama Zarathustra. Ia mengajari nihilisme dan turut pula melakukan puasa.
Jika pertarungan antara Tuhan Terang (Ahriman) dengan Tuhan Gelap dimenangkan oleh Tuhan Terang, akan terjadi gerhana bulan. Pada masa ini, orang Zoroaster melakukan puasa selama tiga bulan. Jika Tuhan Terang kalah, akan terjadi gerhana matahari.
Namun, perlahan agama ini mengalami kepunahan karena orang-orang Zoroaster berubah menjadi penyembah api. Di dalam Al-Qur’an, mereka dikenal dengan nama Majuz atau Majusi. Orang Majusi juga mengalami kepunahan karena raja Majusi terakhir bernama Rustom masuk Islam. Ia diislamkan Sayyidina Ali dengan mengambil menantu Sayyidina Husein.
Akibat orang Majusi masuk Islam dan akhirnya tidak lagi menyembah api, mereka kemudian menaruh api di bangunan-bangunan tinggi yang disebut “manaroh”. Hingga akhirnya apinya dibuang dan manarohnya ditaruh di depan masjid.
Oleh karena itu, tak heran jika pada akhirnya masjid Persia mempunyai manaroh. Seluruh kaum muslimin melihat manaroh di depan masjid itu bagus, akhirnya mereka juga berlomba-lomba membikin manaroh. Manaroh akhirnya sampai di Indonesia dan dikenal sebagai “menara”. Itulah sumbangan dari orang Majusi.
Tak hanya orang-orang Majusi, orang Hindu juga diajarkan puasa yang bernama upawasa. Upawasa adalah salah satu bentuk ibadah di mana orang yang melakukannya tidak makan, minum, dan bahkan tidak menyentuh perempuan demi menuju jalan moksa. Mereka melakukan ini karena umat Hindu percaya bahwa mati terbaik adalah mati tanpa material.
Ketika Islam datang ke Indonesia mengajarkan syahrul al-shiam, dalam hal ini berpuasa tidak makan, minum dan tidak menyentuh perempuan, hal ini dirasa mirip seperti upawasa. Oleh karena itu, orang Indonesia menyebutnya “puasa”. Demikian istilah puasa bisa ada.
Baca juga:
Rupa-rupannya orang Budha juga diajari puasa. Jika mereka ingin mendapatkan penyempurnaan 8 jalan menuju nirwana, mereka harus puasa di bawah pohon “bodhi” dengan pakaian kain slempang dan dalaman tanpa jahitan. Orang Yahudi juga berpuasa ketika peringatan Yom Kippur. Orang Nasrani diajarkan puasa pada hari Jum’at Agung sebelum Paskah. Ini membuktikan bahwa puasa adalah milik semua agama. Hanya saja metode dan cara mereka menempuhnya berbeda-beda.
Masih tentang puasa, di Indonesia variasi puasa ada banyak sekali. Ada puasa “ngidang” yang hanya makan daun. Puasa makan umbi-umbian namanya “ngrowot”. Ada puasa tidak menyentuh matahari yang disebut “pati geni”. Puasa diam (tidak bicara) namanya “bisu”. Puasa gandul di pohon namanya “ngampret” atau “ngalong”. Dan puasa jalan terus menerus namanya “ngedan”.
Yang tak kalah menarik, sejarah-sejarah besar pasti dilewati dengan puasa. Misalnya, sejarah tertulisnya Weda, Tripitaka, hingga sejarah diturunkannya al-Qur’an. Peristiwa tersebut dilalui dengan berpuasa. Dari Sang Budha Gautama, Walmiki, dan Kanjeng Rosulullah semuanya adalah orang-orang yang suka bertirakat.
Editor: Prihandini N
Saya masih belum mengerti yang dibagian: “puasa diam namanya(bisu)” yaitu kata ‘bisu’ yang dimaksud adalah arti bisu yang sebenarnya, guyonan atau memang ada jenis puasanya? Soalnya sebelumnya saya belum pernah mendengarnya.
Terimakasih, bang.