Mahasiswa Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Emosi dalam Bahasa yang Membentuk Ingatan Kita

Fadhil Wicaksana

3 min read

Bayangkan sebuah melodi yang tiba-tiba menghidupkan kembali ingatan tentang masa kecil Anda atau sebuah ucapan yang menghidupkan kembali kenangan yang menyakitkan. Pada dasarnya, kata-kata lebih dari sekadar alat komunikasi; mereka membentuk perasaan dan ingatan kita tentang pengalaman. Dengan kata lain, bahasa tidak hanya mewakili ingatan tetapi juga memberikan emosi yang membuatnya bermakna.

Bagaimana ingatan kita dibentuk oleh kata-kata yang begitu kuat? Selama bertahun-tahun, para peneliti telah menyelidiki hubungan antara bahasa dan ingatan. Namun, semakin banyak informasi yang menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya memperkuat ingatan tetapi juga memperkaya pengalaman emosional yang terkait dengannya.

Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa bahasa mempengaruhi detail dan intensitas ingatan kita. Bahasa yang kita gunakan saat mengingat sesuatu bisa membuat ingatan tersebut menjadi lebih jelas atau bahkan mengubah cara kita memahami emosi terhadap pengalaman tersebut. Dengan kata lain, kata-kata yang kita pilih untuk menggambarkan peristiwa di masa lalu berkontribusi pada pembentukan “filter” emosional pada ingatan.

Misalnya, jika seseorang menggambarkan peristiwa penting dalam hidup mereka dengan bahasa yang penuh semangat dan positif, mereka cenderung mengingat peristiwa itu dengan perasaan bahagia. Sebaliknya, jika peristiwa yang sama digambarkan dengan kata-kata yang menunjukkan rasa sakit atau kemarahan, peristiwa itu dapat diingat sebagai sesuatu yang traumatis atau menyedihkan. Bahasa dapat mempengaruhi perasaan kita tentang pengalaman yang sama.

Bahasa berfungsi seperti kuas saat “mewarnai” ingatan dengan emosi tertentu. Ini juga menjelaskan mengapa kita bisa terpengaruh saat mendengar cerita tentang suatu peristiwa yang positif atau negatif, kata-kata yang digunakan akan membentuk cara kita merespon dan menyimpan ingatan. Lebih menarik lagi, efek bahasa ini tidak hanya terjadi pada orang yang berbahasa tunggal tetapi juga pada orang yang bilingual atau bisa berbicara dua bahasa. Peran bahasa dalam pembentukan ingatan pada orang bilingual bahkan lebih kompleks. Orang yang menguasai lebih dari satu bahasa dapat menggunakan berbagai lensa linguistik untuk mengakses ingatan mereka. Hasil penelitian yang dilakukan Paivio (2014) adalah setiap bahasa membawa konotasi dan asosiasi budaya yang unik, pengalaman berbicara dalam berbagai bahasa dapat menghasilkan emosi yang berbeda-beda.

Bayangkan Anda menggunakan bahasa ibu Anda untuk mengingat kejadian tertentu, misalnya Bahasa Indonesia. Keadaan emosional dan makna yang terkait dengan ingatan dapat berubah saat diakses melalui bahasa kedua, seperti Bahasa Inggris. Hal ini sering terjadi pada migran atau orang yang tinggal di lingkungan multi bahasa. Bahasa yang digunakan seseorang ketika mereka menyimpan ingatan atau mengingat peristiwa dapat memicu emosi tertentu yang mungkin tidak terjadi dalam bahasa lain.

Sebagai contoh, istilah “ibu” digunakan dalam budaya Indonesia untuk menggambarkan perasaan yang tulus dan hangat. Misalnya, ketika seorang bilingual mengingat “ibu” mereka dalam Bahasa Inggris, konotasi emosionalnya mungkin lebih netral, tergantung pada hubungan pribadi mereka dengan kedua bahasa tersebut. Fenomena ini mengarah pada gagasan bahwa bahasa tidak hanya mendefinisikan pengalaman tetapi juga menciptakan perasaan yang terkait dengannya, terutama dalam konteks budaya yang berbeda.

Bagaimana kata-kata yang kita pilih saat berbicara atau menulis tentang pengalaman pribadi dapat mempengaruhi seberapa lama emosi itu bertahan? Saat kita menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan suatu peristiwa, kita sebenarnya sedang memberi “cap” emosi pada ingatan tersebut, sehingga emosi yang sama akan muncul saat kita memikirkannya lagi.

Baca juga:

Dalam perspektif neuropsikologi, memori emosional cenderung lebih kuat dan bertahan lama. Peran amigdala, bagian otak yang terlibat dalam pemrosesan emosi, membuat ingatan yang berasal dari emosi tersimpan lebih kuat dalam jangka panjang. Amigdala bekerja dengan hipokampus, bagian otak yang menyimpan ingatan, untuk memperkuat ingatan yang berasal dari emosi. Ketika kita menggunakan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan pengalaman emosional, ingatan tersebut akan semakin melekat dalam pikiran kita.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Chai dkk. (2017) menunjukkan bahwa deskripsi netral atau tanpa emosi tidak memperkuat ingatan jangka panjang dibandingkan deskripsi dengan kata-kata yang penuh emosi. Orang-orang yang menjalani terapi psikologis sering kali diminta untuk mengungkapkan perasaan mereka secara verbal. Ini mungkin karena keadaan sosial. Seseorang dapat menghadapi dan memahami emosi mereka dengan mengungkapkan pengalaman traumatis atau menyakitkan dengan kata-kata. Mereka juga dapat mengatur kembali hubungan mereka dengan ingatan tersebut.

Menariknya, pengetahuan tentang bahasa dan emosi yang terkandung dalam ingatan dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang psikoterapi dan pengembangan pribadi. Untuk membantu klien mengakses dan mengekspresikan ingatan emosional, baik untuk penyembuhan atau untuk meningkatkan pemahaman diri, terapis sering menggunakan teknik verbal.

Baca juga:

Misalnya, klien dalam terapi kognitif diminta untuk menggunakan kata-kata yang lebih positif atau konstruktif saat menceritakan pengalaman atau perasaan mereka. Karena kata-kata baru yang dipilih mengubah warna emosional dari ingatan yang mereka miliki, proses ini sering kali menghasilkan perasaan yang lebih baik tentang kejadian tersebut. Dengan kata lain, mengubah cara seseorang berbicara tentang kenangan lama mungkin merupakan metode yang efektif untuk “mengubah” ingatan secara emosional.

Sebagai contoh, jika seseorang menceritakan kegagalan besar mereka dengan optimisme dan motivasi, seperti “pelajaran berharga”, maka emosi yang terkait dengan ingatan itu juga cenderung berubah menjadi lebih positif. Ini menunjukkan bahwa bahasa tidak hanya mengungkapkan emosi tetapi juga membentuk ingatan.

Bahasa memiliki kemampuan luar biasa untuk mengubah ingatan kita, terutama melalui dampak emosionalnya. Kata-kata memberikan makna emosional yang membuat pengalaman lebih menarik, selain menjadi alat untuk mengingat. Tergantung pada konteks budaya yang terkait dengan bahasa yang mereka gunakan, orang bilingual dapat mengingat bahasa mereka dengan cara yang berbeda.

Pada akhirnya, dengan pemahaman ini, ada banyak peluang untuk mengelola memori dan emosi dengan lebih baik. Dengan lebih sadar menggunakan bahasa kita membentuk cara kita mengingat masa depan dan membuat kita lebih mampu menghadapi masa lalu. Dalam segala kompleksitasnya, bahasa memungkinkan kita memberi warna dan makna yang lebih dalam pada kehidupan kita, menjadikan setiap ingatan sebagai bagian dari perjalanan emosional kita, bukan sekadar data. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

Fadhil Wicaksana
Fadhil Wicaksana Mahasiswa Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email