Pagi itu, saya terkejut begitu membaca berita yang beredar di media sosial—Pandu Fathoni dan Ghina Salsabila, dua sosok yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari The Adams, telah resmi mengundurkan diri dari band ini. Kabar ini bukan hanya mengejutkan bagi saya, sebagai penggemar The Adams, tapi juga bagi banyak orang yang telah mengikuti perjalanan band ini selama bertahun-tahun. Siapa yang bisa menyangka? Tiba-tiba saja, keduanya menghilang dari panggung, meninggalkan jejak yang sulit untuk dihapuskan.
Kehilangan dua personel sekaligus tentu membawa dampak besar. Lagu-lagu seperti Masa-masa dan Berwisata yang begitu lekat dengan vokal dan permainan mereka, akan terasa berbeda tanpa sentuhan Pandu dan Ghina. Betapa seringnya terhanyut dalam melodi lagu-lagu itu, dan kini, saya harus mulai membiasakan diri untuk mendengarkan versi baru The Adams—tanpa mereka.
Mengukir Jejak dan Menghadirkan Kehangatan dalam The Adams
Pandu Fathoni adalah sosok yang tidak bisa dipisahkan dari The Adams. Pandu dikenal sebagai bassist handal dengan karakter musikal yang khas. Saya ingat pertama kali mendengar lagu Masa-Masa, bagaimana permainan bass-nya begitu mengayun, dan itu langsung mencuri perhatian. Pandu adalah kekuatan di balik groove yang membuat setiap lagu The Adams begitu mendalam. Rasanya tak ada yang bisa menggantikan nuansa yang dia ciptakan dengan line bassnya yang kuat, tapi tetap penuh perasaan.
Namun, siapa yang menyangka, setelah lebih dari satu dekade bersama The Adams, Pandu memutuskan untuk melangkah ke jalur yang berbeda. Pada Senin malam, di Instagramnya, Pandu mengunggah foto dengan gitar, caption-nya pun berbunyi, “From now on im 100% guitarist.” Sebuah pengumuman yang lebih terasa seperti perpisahan diam-diam.
Saya merasa seperti ada potongan dari puzzle The Adams yang hilang, dan itu tidak mudah untuk diterima begitu saja. Bukan hanya karena Pandu adalah bagian integral dari band ini, tapi juga karena dia adalah sosok yang telah memberi warna berbeda dalam setiap lagu yang dibawakannya.
Baca juga:
Bergabung dengan The Adams pada awal 2000-an, Pandu menjadi bagian penting dari era kejayaan band ini. Sebelum akhirnya mengundurkan diri, dia juga terlibat dalam beberapa proyek sampingan seperti Morfem dan Zuff, dua band yang menunjukkan kecintaan Pandu pada musik yang lebih luas. Namun, meskipun dia merambah jalur baru, saya tak bisa menghapus kesan Pandu sebagai bassist yang selalu berhasil menciptakan groove dan isian yang pas dalam setiap lagu The Adams.
Lalu ada Ghina Salsabila. Keputusan Ghina untuk meninggalkan The Adams turut membawa perubahan besar bagi band ini. Saya ingat pertama kali melihatnya di atas panggung, dengan senyumnya yang cerah saat memainkan tuts keyboard. Di setiap penampilan, dia selalu berhasil memberi suasana yang lebih hangat dan intim. Apalagi dalam lagu-lagu seperti Berwisata, di mana harmonisasi vokalnya dengan Pandu benar-benar menambah kedalaman pada musik The Adams. Kehangatan suara dan karakternya selalu menambah daya tarik bagi saya—sebuah sentuhan magis yang membuat musik mereka begitu khas.
Ghina mulai bergabung dengan The Adams sekitar tahun 2008, menggantikan posisi Kaka yang menuju keabadian. Meski datang di tengah kesedihan besar, Ghina berhasil membawa warna baru yang berbeda dengan karakter vokalnya yang lembut namun penuh energi. Di setiap penampilannya, terutama pada lagu-lagu dengan alur yang melankolis, Ghina memberikan nuansa yang membuat saya merasa lebih dekat dengan band ini.
Kepergiannya tentu meninggalkan kekosongan yang dalam. Seperti halnya Pandu, Ghina juga bukan sekadar personel, tetapi sosok yang membantu membentuk identitas musik The Adams. Walaupun saya merasa kehilangan, saya juga menghormati keputusan pribadi Ghina untuk melanjutkan perjalanan musikalnya di luar band ini.
Bongkar Pasang Personel, Kado Pahit yang Tak Pernah Absen
Satu hal yang selalu menarik, meskipun kadang membuat hati berat, adalah kenyataan bahwa pergantian personel dalam sebuah band adalah hal yang tak terhindarkan. The Adams, seperti banyak band lain, sudah mengalami bongkar pasang beberapa kali. Saya masih ingat betul, formasi awal mereka yang terdiri dari Ario, Beni, Tino, dan Tyo. Mereka menjadi pengantar bagi saya ke dalam dunia musik indie yang penuh warna. Namun, seiring waktu, satu demi satu personel memutuskan untuk pergi. Tino dan Tyo yang hengkang, lalu digantikan oleh Saleh dan Bimo. Tapi, seperti yang kita tahu, formasi itu pun akhirnya berantakan ketika Beni fokus di The Upstairs dan Bimo memilih melanjutkan studi di Bali.
Baca juga:
Jelas, perubahan formasi ini membuat The Adams sedikit pincang, namun mereka tetap melangkah. Arfan dari Karon ‘N Roll sempat bergabung sebagai bassist, dan Gigih dari It’s Different Class menjadi drummer mereka. Saat Kaka, sang keyboardis, meninggal dunia pada 2008, Ghina pun datang menggantikan posisinya. Saya pun mengingat bagaimana kehadiran Ghina membuat atmosfer The Adams semakin lengkap. Semua perubahan itu, meskipun berat, tetap membawa warna baru bagi The Adams.
Lalu, kini saya kembali merasakan sensasi yang sama: perubahan yang tak terhindarkan, kepergian dua sosok yang begitu berpengaruh. Tapi meski begitu, saya tidak bisa mengabaikan semangat The Adams untuk terus berkarya. Bahkan dalam kekosongan personel ini, mereka tetap tampil di Duck Down Bar Jakarta pada 15 Januari 2024, hanya dengan tiga personel tersisa. Suara penonton yang menggema, seakan menegaskan bahwa meskipun formasi mereka berubah, energi The Adams tetap hidup. Lagu-lagu mereka tetap bisa mengguncang, tetap bisa mengundang kita untuk bernyanyi bersama.
Perubahan dalam Industri Musik, Kenyataan Pahit yang Tak Terelakkan
Pergantian personel adalah kenyataan pahit yang sering terjadi dalam industri musik. Kadang-kadang alasan yang mendasari adalah perbedaan visi, kadang juga karena hal-hal pribadi yang tak bisa dijelaskan. Banyak band yang harus kehilangan anggota penting, dan seringkali, perjalanan karir mereka terasa kehilangan arah. Namun, tak jarang pula, perubahan ini justru memberi mereka angin segar dan membuat karier mereka meroket.
Saya selalu teringat pada Dewa 19, yang berhasil menggantikan Ari Lasso dengan Once. Album “Bintang Lima” menjadi bukti bahwa pergantian vokalis bisa menjadi titik balik yang justru membawa kesuksesan lebih besar. Namun, apakah perubahan dalam The Adams akan berjalan seperti itu? Saya belum bisa memprediksi. Yang saya tahu, band ini sudah cukup sering menunjukkan ketahanan dan semangat untuk bertahan, bahkan setelah banyaknya perubahan yang terjadi.
Sebapagi penggemar kita hanya bisa berharap mereka bisa menemukan jalan terbaik. Apakah mereka akan segera mencari pengganti Pandu dan Ghina, ataukah mereka akan tetap bertahan dengan formasi yang ada? Hanya waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, karya-karya The Adams akan tetap hidup. Mungkin personel datang dan pergi, tapi lagu-lagu mereka—seperti Konservatif dan Masa-Masa—akan selalu mengingatkan kita pada kenangan yang tak tergantikan.
Apapun yang terjadi, saya tetap menunggu karya-karya baru mereka dengan penuh antusiasme. Semoga perjalanan The Adams, Pandu, dan Ghina terus membawa mereka ke tempat yang lebih baik. Kita mungkin tak akan melihat mereka di atas panggung dalam formasi yang dulu, tapi karya mereka akan tetap hidup—seperti energi yang selalu ada, meski personel terus berganti. Siapapun nanti penggantinya, kita harus menerimanya dengan tangan terbuka. (*)
Editor: Kukuh Basuki