Bagi musik Indonesia, 2024 menjadi tahun yang cukup menggembirakan untuk industri musik. Tahun ini relatif banyak karya yang rilis, baik single, EP, maupun album penuh. Nampaknya ini menjadi penanda tumbuh suburnya musik Indonesia pasca covid. Tentu hal ini juga berpengaruh pada lahirnya musik-musik dengan gaya baru, salah satunya dominasi solois di belantika musik tanah air. Tulisan ini mencoba untuk mengurai secara ringkas bagaimana lirik-lirik dan musik yang mewakili generasi dominan pendengar musik Indonesia.
Bernadya. Siapa penyanyi dengan jumlah pendengar bulanan terbanyak? Tentu semua sepakat bahwa jawabannya adalah Bernadya. Penyanyi asal Surabaya ini tetiba muncul dan viral dengan lagu-lagunya yang “rapuh”. Berlirik layaknya anak muda yang paling malang, ia bercerita bagaimana rasanya disakiti dalam level paripurna. Hidup itu tentang perasaan, hidup itu tentang bagaimana menerima kesialan.
Bernadya, entah sengaja atau tidak, ia mengambil momentum pendengarnya yang tak terlalu suka dengan metafora bahasa. Berbeda dengan tipe musisi yang lahir di tahun 90’an atau 2000’an, lirik-lirik Bernadya tertulis tegas; tanpa analogi, tanpa abstraksi. Ia hanya ingin bercerita tanpa bumbu metafora. Dan hal ini berhasil menjadi nilai jual yang fantastis: jutaan pendengar di platform digital. Pun juga acapkali diputar di radio-radio anak muda.
Komposisi musik di beberapa lagunya juga relatif sederhana. Tipe genjrengan gitar bak orang yang “belum ada satu bulan” belajar gitar dan pola ketukan drum yang polos. Apakah ini menandakan bahwa Bernadya tak terlalu ambil pusing dengan komposisi musik? Toh saat ini tak perlu komposisi musik yang rumit. Kalau istilah Gustiwiw, musik itu yang penting endikup, enak di kuping.
Baca juga:
- Musik dan Pesan-Pesan Kesehatan Mental
- Benarkah Musik Metal Bagus buat Kesehatan Mental?
- Musik yang Merangkul Semua Gender
Sal Priadi. Satu dari sekian musisi muda unik yang dimiliki Indonesia. Lagu-lagunya punya lirik yang cukup “menggembirakan”. Gala Bunga Matahari. Lagu yang sejak awal rilis langsung mendapat sorotan dari para pendengarnya. Sampai saat ini, music video Gala Bunga Matahari memiliki jumlah penonton YouTube lebih dari lima puluh juta. Termasuk jumlah penonton yang relatif banyak jika dihitung dari waktu rilisnya lima bulan yang lalu.
Gala Bunga Matahari memiliki lirik dengan sudut pandang yang kurang populer. Menceritakan harapan untuk bertemu dengan seseorang yang telah tiada. Metafora “bunga matahari” mungkin sengaja diambil sebagai penanda kehilangan dan harapan. Sal ingin orang yang dirindukan bisa kembali walau dalam wujud yang berbeda, bunga matahari misalnya. Ia ingin mendengar kabar kehidupan pasca kehidupan (baca: kematian).
Entah apa yang maksud sebenarnya dari lirik verse 2, “Adakah sungai sungai itu benar benar, dilintasi dengan air susu. Juga badanmu tak sakit sakit lagi. Kau dan orang orang di sana muda lagi”. Penggalan analogi ini sangat lekat dengan “keyakinan” seorang muslim. Bahwa tempat terindah setelah kehidupan fana ini adalah sebuah rumah yang mengalir sungai-sungai susu di bawahnya. Pun juga di sana tidak lagi orang yang merasakan sakit dan kembali menjadi muda.
Sal mampu membuat abstraksi bahasa yang epic. Ia berhasil membawa pendengarnya mengernyitkan dahi untuk berpikir apa maksud dari barisan lirik-liriknya. Siapa yang dimaksud dan dinantikan dalam lirik lagu ini? Ia mampu menjadikan bimbang pendengarnya untuk memasukkan lagu ini ke dalam folder genre romantis atau religi. Romantis karena kerinduan dan kesetiaan, dan religi karena diksi.
Sheila On 7. Generasi 90’an, dan bahkan generasi 2000’an tentu tak asing dengan band bapak-bapak asal Jogja ini. Kelompok musik yang pertama kali memiliki predikat band sejuta copy ini sempat hiatus secara ‘ilegal’. Tanpa konfirmasi dan tanpa informasi. Tiba-tiba hilang dari peredaran. Aktivitas para personelnya pun tak ada unsur musikalnya sama sekali. Hanya sesekali membagikan kesibukan harian dengan memberi makan iguana, main game, main bola, bahkan infonya juga ikut ronda malam.
Karakter kuat Sheila On 7 terlanjur mengakar di benak anak muda pada masanya (dan juga hingga hari ini). Lirik-lirik dan lick Telecaster khas Eross Candra, betotan bas khas Adam Subarkah, dan tentu tarikan vokal dan Pak Duta terlanjur masuk ke dalam core memory para pecintanya. Siapa yang tak pernah mendengar lagu Dan? Siapa yang tak penasaran dengan siapa sebenarnya Sephia? Siapa yang tak bergembira ketika mendengar lagu Kita?
Memori Baik. Single yang baru dirilis 25 November lalu menjadi obat penenang. Setidaknya Sheilagank mendapatkan afirmasi lagi bahwa band idolanya tetap produktif dan punya energi karya. Penantian lama akhirnya datang juga. Walaupun sebenarnya yang dinantikan rilis sebuah album.
Berbeda dengan lagu-lagu biasanya yang bertema tentang cinta sepasang kekasih, single terbaru ini bercerita tentang kasih sayang seorang bapak kepada anaknya. Memori Baik, sebuah istilah yang baik untuk menggambarkan lembaran gambar dalam album foto. Melihat kembali anak-anaknya yang masih muda pula bodoh, namun indah penuh cerita. Hal apa yang membuat orang tua berat? Melepas langkah anaknya untuk menjalani pilihannya.
Kita sudah menyaksikan perjalanan panjang Sheila On 7. Dua puluh delapan tahun bermusik dan selama itu pula bertumbuh. Sejak munculnya lagu Kita dengan nuansa cinta anak SMA hingga Memori Baik dengan nuansa cinta keluarga. Ketika kita meyakini bahwa musik adalah buah kegelisahan, maka hal ini menjadi validasinya. Pun bisa jadi akan dialami dan dilakukan musisi-musisi lainnya. Begitu pula dengan Sal dan Bernadya. (*)
Editor: Kukuh Basuki