Penikmat buku, film dan senja

Uang Palsu dan Kesadaran Semu

Rahmat Al-Barawi

1 min read

“Uang ialah barang singgah. Entah ia pergi lebih dulu dari kita dan meninggalkan kita dengan tidak memiliki uang seperti orang miskin. Atau kita yang lebih dulu pergi meninggalkannya dan ia pindah ke tangan orang lain. Lalu kita kembali ke akhirat dengan sehelai kafan.”Buya Hamka dalam Tuan Direktur

Kasus uang palsu yang diproduksi di UIN Alauddin Makassar beberapa waktu lalu mengingatkan kita dengan pernyataan Buya Hamka di atas. Banyak orang bertanya, mengapa di kampus berlabel agama justru ada praktik produksi uang palsu? Fenomena ini menjadi kritik bagi kemanusiaan. Kita dibangunkan dari kesadaran semu. Ternyata selama ini yang dikejar adalah uang yang nilainya mudah dipalsukan. Atau justru manusia memang senang mengejar sesuatu yang palsu: gelar akademik, ritual agama, bahkan kebaikan yang palsu.

Yuval Noah Harari sudah mengingatkan bahwa salah satu ciri khas manusia adalah kepandaian membangun imajinasi fiksi komunal. Contohnya adalah imaji teritorial bernama negara-bangsa. Bangsa adalah abstraksi yang disepakati bersama oleh masyarakat. Lantas mati-matian dibela sampai mati. Demikian dengan uang. Sejatinya ia hanyalah kertas biasa. Dicetak dengan desain khas dan disepakati oleh masyarakat bangsa dengan nilai tertentu. Alhasil kertas menjadi berharga. Semua orang mengejarnya, meski harus merobek marwah sebagai manusia.

Morgan Housel dalam buku The Psychology of Money menegaskan, mengelola uang dengan baik tidak ada hubungannya dengan kecerdasan Anda dan lebih banyak berhubungan dengan perilaku Anda.” Kapasitas intelektual yang tinggi tidak menjamin uang dikelola dengan nurani. Jika pemiliknya korup, uang pun akan mudah dimanipulasi.

Baca juga:

Fenomena uang palsu adalah bukti nyata kesadaran yang semu. Kita berlomba-lomba menggapai nilai yang imajiner itu. Bayangkan saja, uang rupiah yang dibanggakan itu tak ada nilainya di belahan dunia lainnya. Pun hari ini yang berwujud uang, belasan atau puluhan tahun kemudian akan usang. Dalam konteks yang lebih luas, manusia modern sering bersikut untuk mendapatkan jabatan yang juga semu. Para akademisi berlomba menggapai gelar akademik tertinggi, meski menghalalkan segala cara.

Jebakan Integritas

Hari ini kita menyaksikan betapa mudah seseorang terjebak pada keindahan, kecerdasan, dan kehebatan buatan. Kita seolah lupa bahwa yang penting itu bukan uangnya, tetapi untuk apa uangnya digunakan. Hal yang genting itu bukan gelar akademiknya, tetapi bagaimana ilmu yang didapat menuntun manusia menjadi insan yang bijaksana.

Uang palsu hanyalah puzzle kecil dari kepalsuan hidup yang selama ini dikemas seolah tampak nyata. Kalau mau introspeksi, ada banyak kepalsuan yang diciptakan dalam keseharian. Kemunafikan, bermuka dua juga merupakan citra yang palsu. Di sini berkata A, di sana berkata B. Hari ini berkata iya, besok menegasikannya. Persis gambaran banyak politisi hari ini.

Jebakan uang palsu juga merupakan potret dari ketamakan manusia yang ingin berkuasa dengan cara instan. Ingin kaya dengan jalan pintas, meski mengorbankan integritas. Mau dapat gelar, langsung membayar bukannya belajar. Seolah semua bisa dibeli dengan uang.

Baca juga:

Ini juga imbas dari aktivitas transaksional yang hampir terjadi di setiap lapisan kehidupan. Uang memang penting sebagai bagian dari transaksi sehari-hari. Namun, menjadikan uang sebagai tujuan utama adalah masalah serius kemanusiaan. Sejak zaman dahulu, harta membuat orang bertengkar. Harta juga yang membuat Qarun terkubur bersama kekayaannya.

Melalui kasus ini, kita dapat memperluas pengetahuan seputar kecerdasan finansial dan bagaimana memandang uang dengan tepat. Uang bukan untuk foya-foya, juga bukan untuk disayang sepenuh raga. Uang bisa menjadi alat bagi kita untuk menjadi manusia yang bermartabat dan bermanfaat.

 

 

Editor: Prihandini N

Rahmat Al-Barawi
Rahmat Al-Barawi Penikmat buku, film dan senja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email