Tertarik pada filsafat, film, dan hukum—mencari makna di balik narasi dan logika.

The Peanut Butter Falcon: Remaja Down Syndrome dan Olahraga Impiannya

Jiwo Prasojo

3 min read

Zak adalah pemuda berusia 22 tahun pengidap down syndrome. Zak tinggal di panti jompo (nursing home) bernama “Living Springs”. Dia terjebak tinggal di panti jompo karena merasa cita-citanya menjadi pegulat profesional tidak bisa terwujudkan. Zak seorang yang obsesif terhadap pegulat bernama Salt Welter Redneck. Setiap malam ia selalu menonton video gulat dari Salt yang memotivasinya untuk menjadi pegulat profesional.

Suatu momen dimana Zak ingin kabur dari Living Springs, pada saat makan siang ia duduk bersama perempuan tua bernama Owens yang ingin membantunya kabur dari panti tersebut. Zak memberi sebuah kertas bergambar selai kacang, perempuan kejang, dan pintu yang mengisyaratkan kepada nenek untuk berpura-pura alergi terhadap selai tersebut. Namun na’as, usaha Zak untuk kabur dari Living Springs gagal.

Akibat dari insiden tersebut, Eleanor seorang pekerja sosial yang peduli memberi nasihat kepada Zak. Pemberontakan kecil dimulai untuk mewujudkan cita-citanya, “I’m young. You’re old. I’m gonna get out.” Ucap Zak kepada Eleanor.

Di Panti Jompo, Zak tinggal satu kamar bersama laki-laki tua bernama Carl. Beliau adalah seorang teman dan mentor Zak di panti tersebut. Carl seorang yang bijak dan berpengalaman yang sering memberikan nasihat dan dukungan kepada Zak. 

Baca juga:

Keterbatasan mental tidak membuat Zak patah semangat, di malam hari Carl membantu Zak untuk kabur dari panti jompo dengan cara melonggarkan jeruji jendela menggunakan kain basah yang diputar. Tubuh Zak dilumuri sabun agar licin dan mudah keluar dari jeruji sempit tersebut. Eleanor khawatir dan mencari Zak di sepanjang kota menggunakan Van dari panti jompo.

Berhasil kabur dari panti jompo merupakan sebuah gerbang awal untuk mewujudkan cita-cita Zak. Zak bertemu dengan Tyler seorang nelayan pencari kepiting yang bermasalah karena membakar peralatan nelayan seharga $12.000 milik dua nelayan bernama Duncan dan Ratboy. Saat Tyler dikejar oleh dua nelayan tersebut, ia tidak menyadari di perahu usang ada Zak sedang bersembunyi.

Dalam pelarian, Tyler belum bisa menerima Zak untuk bergabung. Namun, ketika ada sekumpulan anak kecil merundung Zak untuk terjun ke sungai, Tyler menolong Zak yang belum bisa berenang. Akibat dari kejadian ini, Tyler menerima Zak untuk bergabung. Alhasil, dua laki-laki buronan ini membentuk sebuah ikatan emosi.

Merasa iba, Tyler mengajari Zak bagaimana cara berenang dan menembak. Ia berjanji kepada Zak untuk mengantarnya ke pelatihan gulat milik Client alias Salt Welter Redneck. Tyler menyadari down syndrome bukanlah keterbatasan, semua orang berhak memilih jalan hidupnya untuk mewujudkan cita-cita. “Zak, are you a good guy or bad a bad boy?” Tyler menantang Zak untuk mencari jati dirinya.

Zak mulai ragu dengan dirinya, “I can’t be a hero because I am a down syndrome.” Namun Tyler meyakinkan Zak untuk mewujudkan mimpinya, “What’s that got to do with your heart?” Yang berarti impian dan nilai seseorang tidak dibatasi dengan fisik. Terpenting adalah apa yang ada di dalam diri—keinginan untuk berjuang, semangat hidup, dan hati yang besar.

Baca juga:

Saat istirahat dalam perjalanan, Eleanor menemukan Zak dan Tyler sedang tidur di tepi pantai setelah semalam mereka belajar gulat dan minum Whisky. Eleanor marah kepada Tyler dan akan mengancamnya dengan tuduhan penculikan. Namun Tyler mengelak karena kasus dari Zak bukanlah penculikan melainkan pelarian.

Meskipun Tyler dan Eleanor memiliki perspektif yang berbeda, keduanya akhirnya bekerja sama untuk membantu Zak mewujudkan impiannya menjadi pegulat profesional. Mereka saling memahami dan akhirnya membentuk hubungan yang penuh dukungan. Di sisi lain, Tyler lebih mementingkan kebebasan Zak untuk mengejar impiannya, meskipun itu berarti melanggar aturan.

Eleanor mulai melihat bahwa Tyler, meskipun memiliki cara yang keras, sebenarnya peduli dan ingin memberi Zak kesempatan yang mungkin tidak didapatkan oleh orang lain. Ini adalah langkah pertama dalam perjalanan panjang mereka untuk menjadi tim yang saling mendukung.

Selama perjalanan, Eleanor akhirnya memutuskan untuk ikut membantu Zak mencapai tujuannya. Meskipun dia lebih tahu tentang aturan dan dunia yang lebih terstruktur, dia mengatur pertemuan dengan seorang pelatih gulat yang dapat melatih Zak dan memberi arahan tentang bagaimana mengembangkan keterampilannya.

Di sepanjang perjalanan, ada banyak momen di mana mereka saling memberi dukungan emosional. Zak, yang sebelumnya merasa diabaikan dan terisolasi, mulai merasa dihargai dan diterima oleh orang-orang di sekitarnya. Tyler dan Eleanor, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, akhirnya membentuk ikatan yang kuat dengan Zak, memberikan rasa keluarga yang sangat dia butuhkan.

Tyler dan Eleanor bekerja sama untuk menghubungkan Zak dengan pelatih gulat yang bisa membantunya. Pelatih ini, meskipun awalnya ragu, akhirnya melihat potensi dalam diri Zak dan mulai memberinya pelatihan serius. Dengan bekerja sama, Tyler dan Eleanor membantu Zak tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional dan mental. Mereka memberinya kepercayaan diri untuk mengejar impian yang tampaknya mustahil bagi banyak orang. Perjalanan mereka menunjukkan bahwa dukungan dan cinta bisa datang dari tempat yang paling tidak terduga, dan bahwa setiap orang, tak peduli latar belakangnya, berhak mengejar impian mereka.

Meski tema cerita dalam The Peanut Butter Falcon terbilang sederhana, Tyler Nilson dan Michael Schwartz sebagai sutradara sekaligus penulis naskah mampu menjadikannya istimewa. Mereka menghidupkan kisah kehidupan sehari-hari menjadi sesuatu yang menggugah, menyentuh, dan membekas di hati penonton. Atas keberhasilan film tersebut, Zack Gottsagen pemeran Zak menjadi presenter Academy Awards pertama dengan Down Syndrom ketika ia mempersembahkan Film Live Action Pendek Terbaik bersama rekannya LaBeouf pada 9 Februari 2020, dan Gottsagen menerima tepuk tangan meriah karena melakukan hal itu.

Sebagai film independen bergenre drama komedi yang dirilis pada 2019, The Peanut Butter Falcon lebih memilih pendekatan yang halus dan sentimental, menyoroti hubungan kompleks antara seorang pria yang sedang melarikan diri dan seorang pemuda dengan down syndrome yang ingin mengejar impian menjadi pegulat profesional. Zak, sang remaja yang penuh semangat, sebenarnya memiliki sisi lembut dan unik yang kerap terselubung di balik semangat perlawanan terhadap dunia yang meremehkannya. Film ini bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga sebuah pengingat akan pentingnya dukungan, keberanian, dan merangkul apa yang menjadikan kita unik. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

Jiwo Prasojo
Jiwo Prasojo Tertarik pada filsafat, film, dan hukum—mencari makna di balik narasi dan logika.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email