Penanam kesan di Work Ti Farm.

Revolusi Cinta Kecil-Kecilan Ala Badiou

Tenu Permana

4 min read

Ah, cinta. Siapa yang tak kenal? Setiap orang punya cerita, dan setiap cerita punya porsinya sedih dan bagianya masing-masing. Dari yang manis sampai yang pahit, dari yang sederhana sampai yang penuh dengan teori rumit. Kalau cinta itu adalah sekotak permen, mungkin Alain Badiou, filsuf Prancis yang lebih sering dianggap kayak penggemar teori yang nyebelin itu, akan nyaranin kita untuk berhenti ngegigit dan mulai merenung tanya tentang “apa itu permen?”

Badiou mungkin satu-satunya orang yang bisa bikin kamu mikir dua kali sebelum bilang ‘Aku cinta padamu’. Karena, menurut Badiou, cinta “is not a contract between two narcissists. It’s more than that. It’s a construction that compels the participants to go beyond narcissism. In order that love lasts one has to reinvent oneself

Ya, Badiou memang tidak pernah jadi penggemar romansa murahan, yang bisa diselesaikan dengan dua cangkir kopi tuku dan sebuah lagu kita bikin romantis yang diputar berulang-ulang. Sebab cinta, bagi Bodiou bukan sekadar perasaan sekejap lalu hilang seperti tren Instagram.

Cinta adalah peristiwa besar yang melibatkan lebih dari dua orang; ia menyentuh seluruh dunia dan seisinya. Dalam bukunya In Praise of Love (2009), Badiou menyatakan, ” bahwa cinta adalah peristiwa yang mengubah dunia—bukan hanya perasaan.

Cinta pada zaman sekarang bisa dibilang agak terjual murah, seperti promo diskon 70% di e-commerce. Kamu sudah bisa punya ‘cinta’ cuma dengan nge-swipe kanan. Tapi, menurut Badiou, cinta bukan sekadar emosi instan yang bisa diputuskan dalam satu klik—itu lebih mirip dengan download game yang butuh waktu lama, penuh ketidakpastian, dan kadang crash di tengah jalan.

Baca juga: 

Cinta Bukan Sekadar Perasaan, Tapi Peristiwa!

Sekarang mari bayangkan. Kamu duduk di kafe, melihat sepasang kekasih yang sedang saling menatap dengan tatapan penuh harapan. Di luar sana, mungkin ada perang atau krisis politik, tapi di dunia mereka, hanya ada dua cangkir es kopi, beberapa camilan, dan sebuah percakapan tentang masa depan.

Bagi mereka cinta mungkin hanya tentang koneksi romantis, tapi menurut Badiou cinta adalah peristiwa yang mengubah cara mereka melihat dunia. Dalam setiap percakapan, setiap pandangan mata yang memercik api, setiap mereka bersenang-senang, mereka membentuk dunia baru yang hanya bisa dipahami oleh mereka berdua.

Badiou mengatakan, “Cinta membuat kita keluar dari diri kita sendiri”. Maksudnya, cinta mengajak kita untuk melepaskan diri dari individualitas sempit yang kita bawa sepanjang hidup. Cinta, dalam teori Badiou, adalah pengalaman yang menyatukan dua orang—dan dalam proses itu, dua individu ini mulai menyusun sebuah “dunia bersama”.

Dunia itu bisa jadi sangat kecil—seperti dunia kafe mereka—tapi ia mengubah cara mereka berinteraksi dengan dunia luar—-membuka perspektif yang lebih luas, lebih… romantik, kalau boleh dibilang. Dan hal ini bagi Badiou, bukan perasaan yang dilebih-lebihkan. Itu adalah kehidupan yang baru.

Cinta, Revolusi Kecil di Dunia yang Terlalu Besar

Masih ingat zaman muda dulu, pas semua orang mikir cinta itu harus ideal, sempurna dan mengandung segala hal tentang pengorbanan? Dan saat dengar itu kita tentu akan nyinyir. Sebab kita sadar, itu hanya cerita klise yang dimulai dari novel-novel abad pertengahan. Tetapi Badiou, yang mungkin lebih sering ngemil teori ketimbang jajanan, ternyata percaya dan menyatakan bahwa ada sedikit kebenaran di sana.

Cinta, bagi Badiou, adalah revolusi kecil—di mana dua orang berani keluar dari safe zone mereka yang biasa, untuk menyatukan diri dalam sebuah proyek bersama. Yang dimaksud cinta adalah revolusi kecil di kepala Badiou, jelas bukanlah percakapan tentang siapa yang mencuci piring setelah makan malam. Sleepcall-an atau selalu ngabisin waktu barengan di akhir pekan.

Bagi Badiou, cinta adalah peristiwa yang mendobrak rutinitas dan memulai sebuah dunia baru. Dunia yang penuh dengan kemungkinan, dunia di mana dua orang yang saling mencintai melihat dunia dengan cara yang partikular. Ini bukan hanya soal mesra atau gejolak, tetapi tentang perubahan yang tercipta melalui kesepakatan. Di sinilah Badiou menekankan pentingnya melihat dunia dari perspektif perbedaan (difference), bukan kesamaan (identity).

Jadi, kalau kamu sekarang lagi dalam hubungan yang cukup serius—dan kadang overthinking dengan bertanya-tanya apakah dia cinta sejati atau hanya jodoh orang—Badiou akan bilang, “Apakah hubunganmu itu mengubah caramu melihat dunia? Apakah kalian bersama-sama menciptakan dunia yang baru, lebih baik, dan lebih penuh makna?”

Jika jawabannya ya, maka selamat! kamu sedang berada dalam cinta ala Badiou, yang tidak hanya soal rasa suka atau ketertarikan seksual. Kamu sedang dalam proses menciptakan sebuah revolusi kecil. Dan siapa tahu? Revolusi kecil itu mungkin bisa berkembang menjadi sesuatu yang terus membesar. Tapi kalau jawabannya tidak, ya… mungkin itu hanya cinta yang terlalu nyaman, yang tidak banyak memberi perubahan—hanya sekadar hidup seperti biasa, menjaga jodoh orang dan sambil menunggu tren cinta berikutnya datang.

Cinta dalam Dunia Yang Tak Pasti dan Penuh Kerapuhan

Badiou juga berbicara banyak tentang ketidakpastian dalam cinta. Dalam dunia kapitalisme yang serba terukur ini, kita diajarkan untuk selalu tahu apa yang kita inginkan, kapan kita menginginkannya, dan bagaimana cara mendapatkannya. Tapi dalam cinta, semuanya bisa sangat tidak pasti. Cinta yang sejati, menurut Badiou, adalah tentang menghadapi ketidakpastian bersama.

Coba bayangkan, kamu sedang berada dalam sebuah hubungan yang sangat mendalam—tapi kalian belum tahu apa yang akan terjadi besok. Mungkin ada keraguan, ketakutan, bahkan pertanyaan: “Apakah ini akan bertahan?” Tapi justru dalam ketidakpastian itulah cinta tumbuh. Cinta yang sejati adalah perjuangan melawan ketidakpastian—dan dalam perjalanan itulah, dua orang belajar untuk saling percaya satu dan yang lain.

Baca juga:

Badiou percaya bahwa cinta adalah bentuk komitmen terhadap ketidakpastian. Ketika dua orang memutuskan untuk bersama, mereka tidak hanya menciptakan dunia bersama, tetapi juga memasuki dunia yang belum diketahui. Ini adalah tantangan terbesar dalam cinta: tidak ada jaminan, tidak ada kepastian, tetapi tetap memilih untuk percaya. Itu adalah titik di mana cinta menjadi sangat radikal, karena itu memaksa kita untuk mempercayai sesuatu yang lebih besar daripada diri kita.

Tapi siapa yang menjamin semua ini bukan ilusi?

Tentu saja, ada yang bertanya: is love real? Apakah ini hanya ilusi yang kita ciptakan untuk memberi makna pada hidup kita? Badiou dengan tegas menjawab, “Cinta adalah peristiwa yang nyata,” meskipun tak jarang kita menganggapnya sebagai mimpi atau ilusi di media-media. Cinta yang sejati tidak hanya berlandaskan pada perasaan, tetapi pada peristiwa nyata yang mengubah cara kita memandang dunia. Ini adalah momen transendental, sebuah perjumpaan yang bukan hanya soal dua orang, tetapi lebih kepada proses penyatuan yang melibatkan dunia secara keseluruhan.

Meskipun dunia sering mencemooh terhadap romansa yang berlebihan atau klise—Badiou akan mengatakan bahwa cinta bukan sekadar ilusi. Cinta adalah kekuatan untuk mengubah realitas kita, untuk menciptakan dunia baru yang jadi lebih bermakna, lebih penuh kemungkinan.

Mungkin, pada akhirnya, cinta adalah revolusi yang terjadi setiap hari—bahkan di saat kamu nggak nyangka. Jadi, jika suatu hari kamu merasa bahwa hubunganmu lebih dari sekadar kisah cinta biasa, mungkin kamu sedang berada dalam cinta Badiou—cinta yang bisa mengubah dunia. Atau, setidaknya, dunia kafe tempat kamu dan dia berbagi secangkir kopi dengan impian besar yang sedikit ngawur tapi penuh makna. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

 

Tenu Permana
Tenu Permana Penanam kesan di Work Ti Farm.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email