Isu rasisme seakan tak ada habisnya di Indonesia. Dalam sebuah survei tentang diskriminasi rasial, IndexMundi mencatat bahwa Indonesia menduduki peringkat 14 dari 76 negara dengan problem diskriminasi rasial paling gawat menurut responden dari negara yang bersangkutan.
Baca juga:
Rasisme di Indonesia menyasar kelompok minoritas dan kelompok yang dipersepsikan sebagai “kelas bawah”. Rasisme berupa diskriminasi rasial dapat dijumpai dalam berbagai aspek kehidupan bernegara seperti penegakan hak asasi manusia, pendidikan, dan kesehatan. Warga dari kelompok minoritas kerap mendapat perlakuan dan fasilitas yang tidak adil.
Dimensi Rasisme
Fenomena rasisme tidak terbatas pada diskriminasi rasial. Berdasarkan penelitian Lilian Green, pendiri North Star Forward Consulting, rasisme mempunyai sekurangnya empat dimensi.
Dimensi pertama adalah dimensi internal, yakni rasisme muncul dalam pikiran dan perasaan secara sadar maupun tidak sadar. Sebagai contoh, kita bisa meninjau pikiran kita masing-masing sebagai individu yang mungkin pernah menyematkan stereotip terhadap suatu kelompok. Dimensi internal juga digunakan untuk menyangkal hal atau perilaku rasis sebagai sesuatu yang, ya, rasis. Dimensi internal rasisme bisa dihilangkan dengan melakukan hubungan sosial antarkelompok agar stigma dan stereotip yang telanjur berkembang dapat dihilangkan.
Dimensi kedua yakni dimensi interpersonal. Dimensi interpersonal rasisme menjalar dalam bentuk gaya komunikasi serta perilaku seperti pelecehan hingga ujaran buruk. Dimensi interpersonal rasisme muncul karena dimensi internal tidak segera diatasi.
Dimensi ketiga merupakan dimensi institusional. Artinya, rasisme berkembang dalam sistem politik, ekonomi, maupun hukum. Penguasa menginginkan agar kelompok tertentu saja yang berhak mengisi jabatan-jabatan dalam sistem tersebut. Alhasil, kelompok minoritas merasa terkucil dan tidak diberi ruang secara bebas untuk menyampaikan aspirasi mereka, bahkan dilarang untuk sekadar speak up atas rasisme yang menimpa mereka. Selanjutnya, rasisme institusional ini mengukuhkan ketidaksetaraan ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta mengancam hak-hak ras minoritas.
Dimensi keempat adalah dimensi sistematik. Rasisme sistematik melibatkan ketiga dimensi rasisme yang telah dijelaskan sebelumnya. Individu rasis membentuk kebijakan yang tak kalah rasis di institusi-institusi tempat mereka berkuasa. Dampaknya, kelompok minoritas akan semakin kesulitan memperoleh hak-hak mereka.
Kekerasan Rasial
Orang-orang dari Indonesia Timur kerap mengalami rasisme. Meskipun begitu, rasisme di sana tidak setinggi yang kita bayangkan karena orang sana mengetengahkan persatuan antarkelompok. Namun, yang jadi ironi, orang-orang Indonesia Timur kerap mengalami rasisme ketika berada di Jawa dan Sumatra.
Kekerasan rasial oleh polisi terhadap mahasiswa Papua yang terjadi di Malang pada 12 Maret 2021 silam adalah pengingat bahwa keempat dimensi rasisme masih menjangkiti bangsa Indonesia. Padahal, Pasal 13 Undang-Undang tentang Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mengatur bahwa polisi semestinya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tindakan represif polisi terhadap mahasiswa Papua di Malang jelas tidak mencerminkan itu.
Warga keturunan Tionghoa-Indonesia, atau yang kini kerap disebut chindo, juga kerap mengalami rasisme. Sentimen seperti “penjajah ekonomi” kerap disematkan kepada mereka semata-mata karena stereotip nenek moyang Tionghoa-Indonesia yang pedagang. Dalam sejarah panjang pembentukan bangsa dan negara Indonesia pun telah banyak terjadi kekerasan rasial-komunal yang menyasar warga keturunan Tionghoa di berbagai daerah.
Baca juga:
Melihat banyaknya kekerasan rasial dari masa ke masa, agaknya kita tak pernah benar-benar menerapkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa. Mirisnya, orang-orang kita belum kunjung tergerak untuk mengakui adanya rasisme, lebih-lebih mencari solusi untuk menyudahinya. Memang, penghapusan rasisme adalah proses yang panjang dan rumit, tetapi bukan berarti mustahil.
Editor: Emma Amelia