Perlindungan Spesies Langka di Tengah Deforestasi Sumatra

Sri Rahayu Br Siregar

3 min read

Indonesia merupakan salah satu dari negara megabiodiversitas yang ada di dunia. Hal ini disebabkan oleh kekayaan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang sangat melimpah. Keanekaragaman ini muncul karena Indonesia merupakan negara kepulauan, di mana setiap pulau memiliki ciri khasnya tersendiri. Indonesia memiliki sekitar 17.000 pulau dengan iklim tropis dan ekosistem yang berbeda-beda. Beberapa ekosistem yang ada di Indonesia meliputi hutan hujan, savana, dan lahan basah. Dengan ekosistem yang begitu beragam, Indonesia memiliki lebih dari 40.000 spesies tumbuhan.

Keanekaragaman tumbuhan memainkan peran fundamental dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Tumbuhan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia dan hewan, seperti menjadi bahan makanan, bahan obat-obatan, bahan bangunan, serta menjaga siklus air dan karbon di alam. Namun, ancaman terhadap kelestarian tumbuhan semakin meningkat, terutama disebabkan oleh laju deforestasi, perubahan iklim, urbanisasi, dan eksploitasi yang berlebihan. Kerusakan hutan dan kepunahan tumbuhan mengakibatkan ekosistem tidak berfungsi dengan baik.

Indonesia telah membuat sejumlah peraturan terkait konservasi dan lingkungan, setidaknya terdapat tujuh undang-undang penting. Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Peraturan lainnya termasuk Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, serta Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law).

Setiap undang-undang ini memiliki tujuan yang sama yaitu melindungi hutan, alam, serta melestarikan tumbuhan dan satwa, sekaligus memastikan bahwa sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan dan generasi mendatang. Namun, masih ada pihak-pihak yang tidak menaati peraturan ini, seperti melakukan penebangan liar atau illegal logging atau perambahan hutan menjadi lahan perkebunan, yang berdampak buruk pada lingkungan. Berkurangnya lahan hijau hutan menjadi faktor utama penyebab perubahan iklim, kenaikan suhu global, perubahan curah hujan, serta cuaca ekstrem. Selain itu, banyak spesies tumbuhan dan satwa punah akibat kehilangan habitat alaminya.

Baca juga:

Pemanasan global yang dipicu oleh deforestasi juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati di hutan. Sebab hutan-hutan menjadi gundul, jumlah pemasok oksigen di Bumi berkurang. Dampak lain yang mungkin terjadi termasuk kematian satwa atau tumbuhan, kelangkaan spesies, serta status kritis dari beberapa spesies yang terancam punah. Beberapa spesies tumbuhan dan satwa yang terancam kepunahan masuk ke dalam red list yang dikeluarkan oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature). Ada beberapa status tentang keberadaaan tumbuhan dan satwa yang ada yaitu extinct (EX) – Punah , extinct in the wild (EW) – punah di alam liar, critically endangered (CR) – kritis terancam punah, endangered (EN) – terancam punah, vulnerable (VU) – rentan, near threatened (NT) – hampir terancam, least concern (LC) – beresiko rendah, data deficient (DD) – kekurangan data dan not evaluated (NE) – belum dievaluasi.

Salah satu tumbuhan yang memiliki satatus terancam punah adalah Rafflesia arnoldii, yang keberadaannya terancam akibat deforestasi hutan sehingga kehilangan habitatnya. Selain itu, terdapat tumbuhan lain yang memiliki status critically endangered, yaitu kantong semar guci dengan nama latin Nepenthes aristolochioides yang merupakan tumbuhan endemik Sumatra. Tumbuhan ini terdaftar dalam red list IUCN sejak tahun 2013. Nepenthes aristolochioides merupakan tumbuhan yang belum banyak di kaji oleh peneliti. Hal ini disebabkan keberadaanya di alam sangat sedikit.

Populasi Nepenthes aristolochioides sangat terancam punah. Spesies ini hanya ditemukan di Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh, yang berada di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Luasan persebaran dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi populasi dari Nepenthes aristolochioides. Meskipun subpopulasi dari spesies ini telah banyak dikonservasi, penurunan jumlah populasi masih terus terjadi. Nepenthes aristolochioides adalah salah satu spesies yang paling langka dan terancam punah di habitat aslinya. Tanaman ini banyak diambil untuk dijadikan koleksi tanaman hias pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an, karena bentuknya yang unik dan berbeda dari spesies Nepenthes lainnya.

Menurut IUCN, saat ini populasi dewasa Nepenthes aristolochioides diperkirakan hanya sekitar 60 spesimen. Menurut penelitian Mandala dkk. tahun 2023, tumbuhan ini membutuhkan curah hujan tinggi dan kelembapan yang konsisten untuk bertahan hidup. Nepenthes aristolochioides ditemukan pada ketinggian 2.000 hingga 2.400 meter di atas permukaan laut dan umumnya hidup di lokasi yang sangat lembap sepanjang tahun, seperti lereng gunung yang curam dan daerah berlumut.

Nepenthes aristolochioides dinyatakan sebagai spesies critically endangered oleh IUCN karena beberapa faktor yaitu:

  1. Habitat Terbatas: Spesies ini hanya ditemukan di beberapa lokasi di Pegunungan Sumatra, yang membuatnya sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
  2. Degradasi Habitat: Perusakan hutan, pembukaan lahan, dan aktivitas pertanian di sekitar habitat aslinya telah mengurangi luas area tempat tumbuhnya.
  3. Pengumpulan Liar: Tanaman ini sering dikumpulkan secara ilegal oleh kolektor tanaman hias, yang mengancam keberlangsungan populasinya di alam liar.

Untuk menyelamatkan spesies ini, perlu dilakukan konservasi ex-situ dengan membudidayakan Nepenthes aristolochioides di luar habitat alaminya, seperti di Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat. Penegakan hukum dan perlindungan habitat alami juga sangat diperlukan untuk memastikan kelestariannya di masa depan.

Jika hutan yang menjadi tempat hidup tumbuhan ini rusak maka tanaman langka tidak akan terus bertumbuh dan berembang biak. Hal itu mengakibatkan statusnya berubah menjadi punah di alam liar. Selain dengan konservasi ex-situ perlu juga melakukan konservasi tingkat genom pada tumbuhan ini. Sebab faktor reproduksi tumbuhan ini sangat lama memakan waktu. Rekayasa genetika dan proses kultur jaringan adalah suatu strategi percepatan waktu pertumbuhan Nepenthes aristolochioides untuk menghidarkanya dari kepunahan.

 

Editor: Kukuh Basuki

 

Sri Rahayu Br Siregar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email