Komunitas suku Jawa di Lampung sebagian besar berasal dari daerah-daerah di Jawa Tengah. Namun, mengapa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara bahasa Jawa yang digunakan di Lampung dengan bahasa Jawa di daerah asal mereka?
Saya akan membahas perbedaan tersebut dari berbagai aspek, termasuk perbedaan bahasa Jawa di Lampung dan bahasa Jawa di Jawa Tengah secara umum, perbedaan kosakata, arti pengucapan bahasa Jawa di daerah Lampung dan Jawa Tengah, kalimat Jawa yang jarang didengar di Lampung, kalimat Lampung yang jarang dikenal di Jawa, serta lagu daerah. Selain itu, saya juga akan mengajak pembaca untuk memberikan perhatian pada kekayaan linguistik yang dimiliki oleh komunitas Lampung.
Di daerah Jawa dan Lampung terdapat perbedaan dari segi kosakata. Kosakata di daerah Jawa, seperti di Surakarta atau Yogyakarta, memiliki tatanan dan ragam bahasa yang sangat beragam. Di Jawa, terdapat beberapa tingkatan bahasa yang dikenal dengan istilah “Krama Inggil” (bahasa halus) dan “Ngoko” (bahasa kasar). Kosakata yang digunakan di Jawa memiliki nuansa yang dalam dan kaya, serta banyak istilah yang memerlukan pemahaman kontekstual. Sementara itu, bahasa Jawa yang digunakan di Lampung dipengaruhi oleh berbagai budaya, termasuk budaya Lampung dan beberapa dialek dari pulau Sumatra. Hal ini menyebabkan adaptasi dan perubahan beberapa kosakata, dan meskipun dasar bahasanya tetap sama, terdapat perbedaan signifikan dalam istilah yang digunakan untuk menggambarkan objek, aktivitas, maupun adat istiadat.
Selanjutnya, adalah perbedaan bahasa Jawa di Lampung dan di Jawa. Di Lampung, bahasa Jawa lebih menekankan pada penggunaan bahasa yang kasar dalam sehari-hari. Misalnya, kalimat “Opo” di Lampung mungkin digunakan ketika dipanggil oleh orang lain, tetapi di Jawa, kalimat ini dianggap tidak sopan karena merupakan kalimat kasar yang tidak dianjurkan untuk digunakan kepada orang yang lebih tua. Sebagai contoh, masyarakat Jawa biasanya menggunakan kalimat “Dalem” atau “Nggih” saat dipanggil oleh orang yang sudah sepuh. Kalimat-kalimat tersebut memiliki perbedaan di setiap daerah; mungkin di Lampung hal ini dianggap wajar, namun di Jawa dikenal dengan tata bahasa yang halus, penggunaan bahasa kasar pada orang tua atau orang asli Jawa sangat tidak dianjurkan.
Daerah Lampung dan Jawa memiliki pengucapan atau makna yang bisa berbeda menurut pandangan orang Lampung. Ketika berbicara menggunakan bahasa Jawa di Lampung, masyarakat Lampung sering kali mengartikan kalimat tersebut berbeda dengan arti sesungguhnya. Misalnya, ketika orang Jawa mengucapkan kalimat “Lawang,” menurut orang Jawa artinya pintu, tetapi bagi masyarakat Lampung artinya bukan pintu, melainkan gila. Ada pula kalimat “Sek,” yang bagi orang Jawa berarti nanti, tetapi bagi masyarakat Lampung artinya alat kelamin. Karena itu, ketika masyarakat Jawa mengatakan “Sek” kepada masyarakat Lampung, sering terjadi salah pengertian.
Setelah saya memutuskan untuk kuliah di pulau Jawa, ada beberapa kosakata yang jarang saya dengar, seperti “Gage,” “Horok,” “Lee,” “Len,” “Kebacut,” dan “Rodok,” yang merupakan kalimat sangat jarang kami dengar sebagai masyarakat Lampung yang mungkin sedang merantau di pulau Jawa.
Di Jawa juga ada kosakata yang tidak diketahui oleh orang Lampung, misalnya, “Mengkol,” “Bapas,” “Basing,” “Geh,” “Lorang,” “Susuk,” yang bagi orang Jawa terdengar asing dan jarang sekali mereka dengar.
Di Lampung terdapat lagu daerah sendiri, begitu juga dengan Jawa, yang masing-masing memiliki perbedaan dan maknanya. Untuk lagu daerah yang sangat terkenal di Lampung adalah “Sang Bumi Ruwa Jurai,” yang menurut masyarakat asli Lampung berarti rumah bagi dua masyarakat, yakni Pesisir dan Pepadun. Sementara di Jawa, lebih dikenal lagu “Gundul-Gundul Pacul” yang memiliki makna semangat gotong royong dan kebersamaan.
Sebagai kesimpulan, perbedaan bahasa Jawa di Lampung dan di Jawa memiliki makna yang berbeda terkait pengucapan, arti, atau maknanya. Oleh sebab itu, sebagai penduduk Indonesia, kita harus menjaga perbedaan ini agar selalu menjalin solidaritas yang kuat dan kokoh tanpa adanya perbedaan yang sulit diterima. Meski berbeda pulau, kita harus tetap menjalin kebersamaan antar sesama, menjadikan perbedaan ini sebagai tempat untuk belajar menambah kosakata baru dan pengalaman baru dari luar pulau untuk memperluas wawasan.