Penerimaan siswa baru menjadi momen krusial bagi setiap sekolah. Hiruk-pikuk penerimaan siswa baru sudah mulai tampak di sekolah-sekolah. Pengumuman penerimaan siswa baru mulai disebar. Beberapa sekolah telah membuka penerimaan sejak akhir semester 1, pada akhir Desember 2024. Calon siswa dan orang tua berharap-harap cemas untuk mendapatkan kursi-kursi sekolah yang mereka anggap favorit.
Mereka rela berlomba-lomba demi diterima di sekolah favorit. Bahkan, di sebagian sekolah kuota pendaftar siswa telah penuh, meskipun masa pendaftaran belum ditutup. Bagi mereka sekolah favorit telah menjadi tempat baru untuk menyematkan harapan masa depan anak.
Namun, polemik penerimaan siswa baru masih saja ditemukan. Mulai dari pemalsuan dokumen, pungli, rebutan kursi, dan berbagai masalah lainnya. Sekumpulan masalah penerimaan siswa baru mempertegas puncak gunung es masalah di dunia pendidikan.
Antara Merata dan Setara
Mengurai benang kusut tentang kesetaraan sekolah dapat dimulai dari mempertanyakan kembali bagaimana pemerataan pendidikan selama ini.
Sebagaimana yang ditunjukkan sebelumnya, kini orang tua dan calon siswa berlomba-lomba mendapatkan pendidikan yang mereka anggap terbaik, meskipun biayanya tinggi. Pemerintah harus memperhatikan hal ini dan tidak boleh mengesempingkan kesetaraan.
Prioritas masyarakat kini bukan lagi tentang adanya sekolah di wilayahnya. Kini mereka mengharapkan sekolah dengan fasilitas dan layanan yang mumpuni bagi anak-anak mereka. Sekolah-sekolah yang kurang favorit dan minim fasiltas tidak akan mereka pilih.
Baca juga:
Pemerataan pendidikan yang dulu digaungkan dengan adanya sekolah-sekolah Instruksi Presiden (Inpres) kini nasibnya diujung tanduk. Tidak sulit untuk menemukan sekolah inpres yang mulai dikelompokkan kembali atau bahkan ditutup karena kurangnya siswa yang mendaftar.
Beberapa bangunannya bahkan telah lapuk diamakan zaman. Apakah hal ini menunjukkan misi pemerataan pendidikan sudah tuntas ditunaikan? Anehnya, di beberapa wilayah yang sama dengan tempat SD Inpres itu muncul sekolah-sekolah swasta baru dengan biaya yang lebih tinggi, tapi memiliki fasilitas yang masih minim. Para orang tua lebih menaruh harapan pada sekolah-sekolah baru tersebut.
Kini saatnya menengok kembali regulasi-regulasi dalam pendirian sekolah. Ketika pemerataan sudah ditunaikan, jangan sampai sekolah baru berlomba berebut siswa baru dengan sekolah-sekolah Inpres milik pemerintah di tempat yang sama.
Ketika sekolah-sekolah negeri dan Inpres ditutup ataupun dikelompokkan kembali, sementara akses pendidikan hanya ada di sekolah-sekolah berbiaya tinggi yang diminati orang-orang yang mampu, maka perlu dipikirkan bagaimana hak warga negara yang masuk dalam golongan tidak mampu. Oleh sebab itu, memikirkan kesetaraan sekolah membutuhkan langkah-langkah yang konkret dan berkelanjutan.
Transformasi Sekolah Negeri
Sekolah negeri, yang termasuk sekolah Inpres, merupakan wujud kehadiran negara untuk menjamin pendidikan warga negara dari berbagai kalangan. Di tengah tantangan dunia pendidikan yang terus bersaing, negara perlu memastikan kehadiran sekolah negeri juga semakin setara. Transformasi sekolah negeri sebagai langkah konkret untuk mencapai kesetaraan tersebut.
Untuk mencapai transformasi, setidaknya ada tiga langkah yang bisa ditempuh. Pertama, transformasi sekolah dimulai dari niat awal sekolah-sekolah negeri di setiap wilayah. Sekolah negeri perlu tetap dipertahankan untuk memberikan kesempatan bagi siswa-siswa baru dari kalangan. Jangan ada lagi sekolah yang ditutup tutup karena kekurangan siswa. Apabila terpaksa ditutup, perlu ada kajian mendalam berbasis berbasis data untuk mencari solusi sehingga angka putus sekolah tidak bertambah.
Kedua, transformasi sekolah dapat dilakukan dengan potensi-potensi modal yang dimiliki oleh sekolah. Modal yang dimaksud di sini adalah modal budaya, modal manusia, modal sosial, ataupun mungkin modal finansial. Modal yang unggul dan terus diupayakan berguna untuk meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik.
Baca juga:
Ketiga, transformasi sekolah dilakukan dengan memastikan standardisasi pendidikan yang berkesinambungan. Artinya, arah perubahan harus terencana denga jelas, dilaksanakan secara berkelanjutan, sehingga arah mutu pendidikan semakin terukur dan dalam cetak biru sistem pendidikan. Mutu dan kesetaraan setiap sekolah bisa terjamin.
Sekolah-sekolah negeri yang terus bertransformasi akan tetap berupaya bertahan dan berdaya saing untuk setara dengan sekolah lain. Hadirnya negara bukan sekedar menyediakan, namun juga menjamin kesetaraan.
Gerbang kesetaraan
Penerimaan siswa baru akhirnya dapat menjadi indikator gerbang kesetaraan. Ketika kualitas sekolah sudah setara, orang tua dan calon siswa tidak perlu gontok-gontokan lagi berebut kursi sekolah. Masalah-masalah yang terjadi dapat lebih ditekan.
Pasi Sahlberg, tokoh berpengaruh dalam pendidikan Finlandia, dalam bukunya berjudul Finnish Lesson mengungkapkan bahwa kesetaraan merupakan kunci kesuksesaan sistem pendidikan mereka. Sistem pendidikan Finlandia merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
Kini, sudah saatnya kesetaraan direfleksikan kembali dalam membangun mutu pendidikan kita. Pertanyaannya, apakah penerimaan siswa baru kali ini telah memberikan ketenangan bagi setiap calon siswa dan orang tuanya?
Editor: Prihandini N