Membaca cerita anak dapat menjadi sarana untuk bisa mengunjungi masa lalu kita, masa anak-anak. Orang-orang sering melewati masa kecilnya tanpa mengingat apa pun. Saya adalah bagian dari orang yang tidak banyak mengingat masa kecil itu. Rasanya ingatan saya tentang memori masa kecil telah luntur. Barangkali karena waktu itu saya banyak menghabiskan waktu hanya untuk belajar, atau karena saya termasuk orang yang gampang melupakan masa lalu.
Di usia dewasa ini, saya ingin sekali kembali pada masa kecil itu. Ingin kembali merasakan bagaimana menjadi anak seutuhnya yang menghabiskan waktu hanya untuk makan, belajar, jajan, bermain, lalu tidur. Masa kecil masa yang paling menyenangkan untuk mungumpulkan memori. Namun sayangnya, sekali terlewati momen-momen berharga itu, kita tidak bisa kembali begitu saja ke masa lalu seperti yang dilakukan oleh Doraemon.
Baca juga:
Sebagai seseorang yang merasa memori tentang masa kecil telah memudar, saya berkeinginan yang kuat untuk menelusuri kembali pengalaman masa kecil yang menyenangkan itu. Buku cerita anak menjadi jendela yang memungkinkan saya mengunjungi kembali momen-momen yang mungkin saya alami tetapi tidak dapat saya ingat lagi.
Mengoleksi Buku Anak
Buku-buku cerita anak membantu saya memasuki dunia anak lagi. Di usia dewasa saat ini, akhirnya saya memutuskan memiliki hobi baru yang menyenangkan, yakni mengoleksi buku cerita anak. Hobi tersebut juga menjadi kesempatan bagi saya untuk mengunjungi masa lalu. Ada beberapa buku cerita anak yang selalu saya jadikan pilihan untuk mengunjungi masa kecil saya.
Pertama, novel serial Mata yang ditulis oleh Okky Madasari dalam beberapa judul yang berbeda, di antaranya Mata di Tanah Melus, Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Mata dan Manusia Laut, juga Mata dan Nyala Api Purba. Ketika membaca serial Mata ini, saya merasa Okky mengajak saya berfantasi mengelilingi tempat-tempat di Indonesia serta menjelajahi keragamana budayanya melalui petualangan anak perempuan bernama Mata. Sebagaimana saya yakin dunia anak adalah dunia untuk melakukan petulangan, Okky telah berhasil membawa saya kembali ke masa anak-anak yang senang menjelajah dan berpetualang.
Buku anak lainnya yang menjadi pilihan saya untuk mengujungi masa lalu adalah serial Na Willa. Na Willa adalah novel anak yang ditulis oleh Reda Gaudiamo. Ia menulis buku ini dengan memasukkan potongan-potongan kenangan masa kecilnya bersama kedua orang tuanya, seperti ia memasukkan kesamaan hobinya dan ibunya, yaitu sama-sama suka bernyanyi.
Dari salah satu serial Na Willa, saya menyadari bagaimana radio punya hubungan erat dengan dunia tumbuh kembang anak zaman dulu. Radio menjadi media hiburan sekaligus belajar yang ada hampir di setiap rumah. Kala itu, radio menjadi sarana untuk mendengarkan dongeng, lagu-lagu, berita, dan obrolan radio.
Membaca Na Willa mengingatkan saya bahwa dunia seorang anak juga dekat dengan dunia bernyanyi. Bagaimana melalui radio anak-anak bisa mengenal dan belajar berbagai macam nyanyian. Bagaimana rasa penasaran Willa mewakili perasan anak-anak pada umumnya, yang selalu mempertanyakan banyak hal, termasuk tentang radio yang bisa mengeluarkan lagu dan mengeluarkan suara orang yang berbicara di dalamnya.
Selain karya-karya dari Okky dan Reda, saya juga selalu suka mengunjungi masa kecil melalui karya dari Noor H. Dee. Penulis satu ini telah menuliskan beberapa judul buku cerita anak dengan gaya khasnya yang jenaka, di antaranya Siapa yang Kentut?, Taman Tanpa Aturan, dan Jus Puisi. Ketika membaca karya-karya Noor H. Dee, saya seperti kembali menemukan sisi-sisi lucu dan jenaka yang dialami oleh seorang anak, misal urusan kentut dalam buku Siapa yang Kentut?. Anak-anak selalu menganggap bahwa kentut di tengah orang banyak itu adalah sebuah hal lucu sekaligus aib, jadi meskipun baunya sudah tercium terkadang anak-anak enggan untuk mengakui bahwa ia melaukannya.
Ketika membaca Jus Puisi, saya seakan dibuat merasakan kembali macam-macam emosi yang dialami seorang anak, seperti bagaimana perasaan kesal seorang anak yang sedang asyik menonton tv ketika kemudian disuruh orang tua pergi ke warung membeli sesuatu. Itu hal yang menjengkelkan, bukan? Membaca buku-buku cerita anak karya Noor H. Dee membuat saya merasa bisa mengunjungi masa kecil, sebab apa yang dicerikan dalam buku itu sepertinya juga pernah saya alami ketika kecil dulu.
Nilai Berharga
Di antara beberapa buku cerita anak tersebut, ada yang penyajian narasinya sederhana, namun kuat secara emosional. Buku-buku ini memiliki kemampuan untuk menyentuh dan memengaruhi saya secara mendalam, meskipun ingatan-ingatan saya tentang pengalaman masa kecil telah luntur. Membaca buku cerita anak telah membawa saya kembali ke momen-momen masa kecil. Saya dapat merasakan kehangatan dan kegembiraan dari cerita-cerita yang dibaca, Hal itu mengingatkan pada emosi-emosi yang mungkin saya rasakan sebagai seorang anak, meskipun tidak dapat mengingatnya secara spesifik.
Baca juga:
Tidak hanya itu, buku cerita anak mengajarkan saya nilai-nilai moral dan pelajaran tentang hidup yang penting. Buku cerita anak juga membuka mata saya terhadap dunia, bahkan membantu saya memahami dan merasakan kehangatan dari hubungan keluarga, kekuatan dari persahabatan, dan keajaiban dari petualangan melalui cerita-cerita yang disajikan.
Membaca buku cerita anak setidaknya bisa menambah atau menggantikan pengalaman terhadap apa yang (mungkin saja) saya lewati semasa kecil. Tidak ada kata terlambat untuk merasakan kembali masa-masa kecil yang indah. Bahkan, saya merasa bisa menajamkan kembali ingatan dan memori tentang masa kecil dulu. Saya juga semakin yakin, membaca buku cerita anak dapat memantik imajinasi untuk memahami dan merespons dunia sekitar. Cerita-cerita anak yang saya baca tidak hanya memberikan gambaran tentang indah dan ajaibnya dunia, tetapi juga mengajarkan untuk melihat dunia dengan mata yang lebih terbuka.
Pengalaman ini mengajarkan saya untuk menghargai pentingnya merawat ingatan masa kecil dalam membentuk identitas dan pemahaman tentang dunia. Satu-satunya cara yang dapat saya lakukan ketika kehilangan memori masa kecil adalah mengunjunginya melalui bacaan.
Editor: Prihandini N