Nama Koesalah Soebagyo Toer mungkin tidak mencuat sesering kedua saudaranya, Pramoedya Ananta Toer dan Soesilo Toer. Ketika ditanya siapa sosok Koesalah Soebagyo Toer, Saya rasa kebanyakan orang akan menjawab tidak tahu. Kalaupun ada yang tahu, pasti tidak sebanyak yang tahu nama Pram atau Soesilo. Namanya mungkin dapat dikatakan yang redup sendiri. Meski demikian, nama itu membuat sosoknya misterius dan menjadikan beberapa orang penasaran, salah satunya saya.
Sungguh beribu sayang, rasa penasaran saya tidak terjawab dengan mudah. Sedikit sekali artikel online yang membahas tentang dirinya. Di YouTube, sampai sekarang saya belum pernah menemukan rekam jejak digital berbentuk video wawancara atau rekaman suaranya. Adapun buku yang ditulisnya, kebanyakan lebih intens membahas tentang kakaknya, Pram.
Dan dalam sebuah berita tahun 2016 yang saya baca, saya menjadi paham kenapa susah sekali jika ingin mendapat informasi tentang beliau. “Pak Koesalah adalah seorang yang low profile,” begitu menurut sepupu istrinya.
Baca juga:
Hingga tibalah ilham itu. Ilham yang jatuh di pikiran saya saat sedang menata buku-buku di rak. Saya teringat bahwa sebagian buku-buku terjemahan Koesalah memiliki pengantar yang ia tulis sendiri. Kebanyakan pengantar itu bersifat mengedukasi: membahas si penulis, pentingnya karya ini untuk dibaca, atau tanggapan Koesalah atas karya itu. Tapi terkadang Koesalah juga memberikan tanggapan pribadinya yang bersifat personal terkait buku tersebut.
Eureka! Saya gembira, meski dibarengi rasa dongkol karena merasa telat untuk menyadarinya. Dan kiranya tulisan ini bertujuan untuk mengenang Koesalah khususnya sebagai penerjemah.
Tolstoy, Kamus, dan Putin
Jika mengetikkan “Koesalah Soebagyo Toer” di situs pencarian, daftar paling atas akan memunculkan foto Koesalah dengan istrinya yang sedang duduk di depan kediamannya. Tentu dengan ditambah keterangan di bawah nama Koesalah Soebagyo Toer: penerjemah. Meskipun demikian, Koesalah juga novelis dan kronikus.
Koesalah adalah seorang Poliglot. Ia menguasai bahasa Inggris, Rusia, Belanda, Jerman, Prancis, dan Jawa. Tidak mengherankan kalau karya Koesalah berbentuk terjemahan. Contohnya dua karya Bibhutibhushan Bandyopadhyay: Pater Pancali Tembang Sepanjang Jalan dan Aparajito: Yang Tak Terkalahkan, Ivanhoe (Sir Walter Scott), Musashi (Eiji Yoshikawa), Keliling Dunia dalam 80 Hari (Jules Verne), Parikan Pantun Jawa Puisi abdai (2011), dan sebagainya.
Selain judul-judul karya penulis dunia di atas, Koesalah lebih dikenal sebagai penerjemah wahid untuk karya-karya penulis Rusia. Penulis Rusia yang disukai Koesalah adalah Leo Tolstoy. Semasa remaja, kira-kira tahun 1952, ia rela membeli kamus bahasa Inggris-Indonesia hanya semata-mata agar dapat membaca karya Tolstoy berjudul The Tales of Sebastopol yang berbahasa Inggris.
“Tapi aduh! Kamus itu sungguh miskin. Banyak kata tidak tercantum di dalamnya. Namun, dengan kamus miskin itu, saya tetap menerjemahkan kata demi kata dan saya coba tangkap artinya. Dengan cara inilah saya mempelajari arti kata dan gramatika bahasa Inggris,” tulis Koesalah pada sebuah pengantar novel.
Kisah Sebastopol yang total halamannya sekitar 100 halaman diselesaikan Koesalah dalam waktu tiga tahun. Dan ia turut menulis terjemahannya. Koesalah dengan tekun menerjemahkan tiap kalimatnya. Dalam sehari mungkin satu sampai tiga kalimat terjemahan yang ia hasilkan. Melalui proses penerjemahan sebuah karya, Koesalah melatih sifat tekun dan disiplin dalam dirinya. Dan begitulah kenangan Koesalah ketika menerjemahkan sebuah karya asing pada tahun 1950 dengan berbekal kamus.
Pada 1960-1965, Koesalah berhasil mendapat beasiswa untuk kuliah di Rusia, tepatnya di Fakultas Sejarah dan Filologi Universitas Persahabatan Rakyat-Rakyat, Moskwa. Selama lima tahun tersebut, Koesalah akhirnya menguasai juga bahasa Rusia. Bahasa yang menurutnya “kosa katanya yang sangat luas dan nuansa artinya yang sangat kaya.”
Baca juga:
Kemampuan ini kemudian ia gunakan untuk menerjemahkan karya-karya Rusia ke bahasa Indonesia. Karya terjemahannya seperti Putri Kapten (Alexander Pushkin), puluhan cerpen Anton Chekov yang ia bukukan dengan judul Pengakuan dan Ruang Inap No 6, Menjelang (Ivan S Turgenev), Hadji Murat (Leo Tolstoi), dan Jiwa- Jiwa Mati (Nikolai Gogol).
Ia juga menjadi satu-satunya orang yang menerjemahkan tiga adikarya Tolstoy ke dalam bahasa Indonesia. Tiga karya tersebut adalah Perang dan Damai, Anna Karenina, dan Kebangkitan. Anna Kareninna dan Kebangkitan sudah dicetak dan dipasarkan. Sedangkan Perang dan Damai, yang proses penerjemahannya memerlukan waktu 5 tahun, sejak 2015 hingga sekarang (Februari 2023) naskah terjemahannya masih berada di penerbit.
Koesalah adalah penerjemah yang tangguh dan bernapas panjang. Tiga adikarya Tolstoy tersebut, apabila ditotal jumlahnya sekitar 2800 halaman. Dan Koesalah menerjemahkannya dari bahasa aslinya, Rusia. Jumlah itu juga belum ditambah dengan karya terjemahan yang lain.
Sebab itu tidak mengherankan jika Vladimir Putin lewat wakilnya Mikhail Galuzin memberikan penghargaan “Bintang Pushkin” kepada Koesalah pada tahun 2016 melalui istrinya. Pengharagaan itu diberikan bagi figur yang berjuang untuk kebudayaan Rusia.
Dedikasi Seorang Penerjemah
Kerja penerjemahan Koesalah bukannya tanpa hambatan. Misalnya pada penerjemahan Novel Musashi dan Hadji Murat. Pada Novel Musashi karya Eiji Yoshikawa, dalam sebuah wawancara tertulis, Koesalah bercerita bahwa novel itu hampir saja dilarang terbit. Bukan karena kandungan novel tersebut atau hal lain, melainkan karena penerjemahnya adalah Koesalah yang pernah menjadi tapol. Namun akhirnya, karena kegigihan penerbit untuk melobi pemerintah, Novel Musashi bisa terbit dengan syarat nama penerjemahnya tidak boleh ditulis.
Di novel Hadji Murat, pada permulaan pengantarnya Koesalah mengungkapkan kisahnya untuk menghadirkan novel ini.
“Novel pendek “Hadji Murat” sudah pernah saya terjemahkan ke bahasa Indonesia tahun 1968, tapi naskah terjemahan itu disita oleh militer waktu saya ditahan akhir tahun itu, dan dengan sendirinya hilang. Karena saya anggap novel ini penting untuk dibaca oleh bangsa Indonesia sebagai bangsa pejuang, juga penting sebagai suri tauladan, walau dengan berat hati saya terjemahkan ulang novel ini sekarang, 40 tahun kemudian.”
Selepas membaca pernyataan Koesalah tersebut, rupanya timbul rasa sedih dan geram dalam benak saya. Terbayang bagaimana Koesalah harus kerja ganda, rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk menerjemahkan sebuah buku. Padahal buku itu sejatinya sudah pernah diterjemahkan. Ditambah alasan buku itu dihilangkan oleh negara dan akhirnya diterbitkan ulang demi kepentingan bangsa.
Melihat ini, sepertinya Koesalah bukan penerjemah yang mementingkan sebuah karya asing itu harus ada atau demi kepentingan lain. Ia melihat dampak terjemahannya itu jika dibaca oleh masyarakat Indonesia. Ia adalah penerjemah yang cinta kepada tanah airnya!
Dan pada 16 Maret nanti, tepat tujuh tahun, salah satu penerjemah terbaik di Indonesia ini telah meninggalkan kita. Hormat dan terima kasih untuk segala dedikasimu untuk bangsa ini, Koes! Damai selalu di sana.
Editor: Prihandini N
Koreksi sedikit, nama Soesilo Ananta Toer seharusnya Soesilo Toer. Terima Kasih.
Jadi “Perang dan Damai” naskahnya masih di penerbit ya, Mas.. Saya cari-cari belum ada update. Semoga segera diterbitkan untuk menambah khazanah sastra Rusia di indonesia..
Keren ulasannya. Memang jarang banget ada bacaan mengenai sepak terjang beliau. Dan benar nama beliau belum seterkenal dua saudaranya yang lain. Bahkan terkadang kata pengantarpun jarang ada yang baca. Kebanyakan orang langsung ke bacaan utama.
Terima kasih banyak sudah menulis tentang beliau. Semoga nantinya akan banyak lagi tulisan yang mengisahkan bagaimana beliau berjuang
Salam
sayang novel kebangkitan dan anna karenina tidak cetak ulang lagi dan sekarang jadi buku langka terutama yang kebangkitan di olshop harga nya sudah 300rb! semoga yang war and peace segera beredar supaya bisa menikmati novel tolstoy dengan sentukan koesalah