Penulis lepas, terlepas dari apa saja. Masih suka bingung mau nulis apa dan bagaimana.

Merawat Telaah Kritis Pada Sastra dan Film

Dani Alifian

2 min read

Esai Saut Situmorang membagi upaya pemahaman mendalam sekaligus memberi makna secara komprehensif pada isu sastra dan film. Saut yang selain sebagai penulis juga sering menulis kritik menyinggung karut-marut dunia sastra dan film. Buku Sastra dan Film: Sebuah Esai ini menjadi gambaran langkah mendalam Saut, untuk tidak pernah bosan menulis kritik.

Esai Saut Situmorang tersaji dengan bahasa yang lugas dan terang-terangan. Saut mereduksi konteks sastra yang banyak disalahpahami. Kekuatan esai dalam buku ini terletak pada analisis mendalam, membuat tulisan Saut layak untuk direnungkan dan ditelaah kembali dalam konteks yang lebih luas.

Kumpulan esai kritik dalam Sastra dan Film ini ibarat peta penunjuk jalan yang dilengkapi dengan instrumen pelengkap agar pembaca mendapat pemahaman utuh pada dunia sastra dan film. Buku ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama, Saut berfokus pada kritik sastra. Bagian 2, Saut meneroka persoalan film dengan perspektif yang lain dari kebanyakan orang.

Pada bagian pertama tulisan yang berjudul ‘Angkatan Puisi Esai Pra-Bayar Denny JA’ (halaman 27–39), Saut dengan tegas menyatakan bentuk penolakan pada angkatan puisi esai garapan Denny JA dan kawan-kawan. Bagi Saut, Denny JA adalah seseorang yang buta, dan awam atas apa itu sastra. Saut merincikan kritik atas pemahaman ‘setengah-setengah’ Denny JA pada teori genre David Fishelov dan pemahaman manipulatif pada teori Thomas Kuhn. Bagi Saut, angkatan sastra puisi esai, tidak lebih dari sekumpulan orang yang menulis hanya karena mendapat uang pra-bayar.

Saut juga melakukan kritik lugas pada esainya yang berjudul “Kanon Sastra dan Politik Pembentukannya: Sebuah Tanggapan Atas Esha Tegar Putra”, “Max Havelaar: Buku Yang Membunuh Kolonialisme”, “Avant-Garde”, dan “Sejarah Sastra Selayang Pandang”. Esai kritik itu merupakan representasi literer atas isu dan dinamika dunia sastra. Isu yang tak henti-hentinya dibicarakan sebagai polemik.

Buku esai ini menjadi diskusi ruang publik antara pembaca dan Saut Situmorang untuk menyoroti iklim ‘salah pemahaman’ atas beberapa konteks sastra. Misalnya istilah yang sudah menjadi populer: ‘sejarah sastra’, yang ternyata mengandung ambiguitas makna.

Dalam pemahaman Saut, di satu sisi pemahaman sejarah sastra merujuk pada sejarah imanen atau intrinsik sastra. Tapi di lain sisi, istilah sejarah sastra juga merujuk pada praktik kritis yang berhubungan bukan dengan sejarah sastra sebagai sebuah aktivitas yang berdiri sendiri. Namun, berhubungan dengan sastra sebagai kumpulan tulisan atau karangan sejarah, sebagai sebuah jalinan peristiwa (halaman-14).

Selain itu, Saut juga mengulas secara objektif fakta tulisan kontradiksi dari Pramoedya Ananta Toer yang merepresentasikan buku Max Havelaar sebagai buku yang telah membunuh kolonialisme. Bagi Saut, Max Havelaar bukanlah sebuah protes pada pemerintahan kolonial yang aksinya kelewat batas, tapi justru protes terhadap pemerintah kolonial yang dianggap kurang keras dalam menerapkan kebijakan-kebijakannya. (halaman 86).

Pada esainya untuk tanggapan atas Esha Tegar Putra, Saut memerankan diri dari sudut pandang subjektif. Misalnya, dengan persoalan absennya penyebutan nama Saut Situmorang dan esainya tentang politik kanon sastra di Indonesia. Saut memandang, esai Esha Tegar Putra adalah contoh politik kanon sastra yang disadari atau tidak, justru dilakukan dengan ironi. Meski subjektif, namun premis yang ditulis Saut pada esai tersebut begitu objektif, secara persuasif pembaca pun akan diajak setuju pada logika pemahaman Saut.

Selain sastra, Saut juga mengulas film di bagian kedua buku ini. Sebagian besar isinya tentang film Indonesia. Telaah mendalam akan film Indonesia menjadi senjata Saut dalam menangkup pemahaman pembaca. Sinema Indonesia bagi Saut hanya sebuah produk khayalan yang murni hayalan. Film yang pada hakikatnya membuat penonton sadar akan keberadaan kamera justru malah membuat lupa akan keberadaanya, sehingga menonton film tak ada bedanya dengan mendengar sebuah radio belaka.

Selanjutnya, Saut secara habis-habisan mengkritik film Bumi Manusia karya Hanung Bramantyo. Menurutnya, ada tiga hal yang membuat film itu mengecewakan. Pertama, saat tokoh Minke dipanggil Tirto oleh tokoh lain. Kedua, adegan penting dalam Novel Bumi Manusia yang justru dilewatkan Hanung. Ketiga, ketidakpedulian Hanung pada akurasi historis dari setting filmnya sendiri.

Dengannya, buku ini membicarakan permasalahan sastra dan film sebagai sebuah hal yang kehilangan nalar kritis jika hanya dimaknai telanjang. Saut menawarkan pemahaman komprehensif yang objektif sekaligus subjektif.

Kumpulan esai ini mengandung banyak masalah yang muncul dalam jagat sastra dan film yang luput dari telaah kritis. Upaya itu, menyiratkan usaha Saut untuk memenuhi ruang pemaknaan komprehensif. Mulai upayanya memaknai sastra yang avant garde, sejarah sastra, hingga sastra yang lahir di zaman kolonial.

Buku ini menjadi konklusi penting untuk merepresentasikan orientasi sastra dan film. Perangkat-perangkat ide dari karya sastra dan film membuka berbagai kemungkinan telaah, pemahaman, dan mispersepsi dari khalayak.

Saut membuat pembaca berpikir ulang, pada lanskap sastra dan film. Menawarkan wawasan dan kesadaran yang luas, menjadi hal penting dari buku ini. Esai-esai Saut semakin kuat karena dibekali rujukan, dan tidak berdiri sendiri. Esai dalam buku ini juga bertabur pendapat dari pemikir besar sastra dunia.

Buku ini menjadi telaah sikapnya pada sastra dan film, sekaligus agar orang tidak mudah salah tafsir. Dengannya, esai ini menjadi bukti penegasan Saut Situmorang, yang didedikasikan untuk merawat nalar kritis, dan tidak mudah sekali menilai dalam membaca realita sastra dan film. (*)

 

Editor: Ghufroni An’ars

Dani Alifian
Dani Alifian Penulis lepas, terlepas dari apa saja. Masih suka bingung mau nulis apa dan bagaimana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email