Per Juni 2024, proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) telah memasuki babak final dan tengah melakukan uji publik. Di sisi lain, Dirjen GTK Kemendikbudristek, Nunuk Suryani, mengajak semua Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang telah menerima SK untuk terus belajar dan mengembangkan kompetensi diri. Namun, guru dan utamanya dosen P3K saat ini masih menanti kebijakan yang adil dan dapat mengakomodasi pengembangan kompetensi dan karier mereka. Pasalnya, masih banyak aturan yang tidak berpihak pada pengembangan kompetensi dan keberlanjutan karier ASN P3K yang dianggap merugikan bagi mereka. Ada beberapa faktor penting yang mendorong perlunya aturan studi lanjut dan pengembangan karier guru dan dosen P3K.
Pertama, keberadaan aturan terkait pengembangan kompetensi dan karier menjadi harapan banyak pihak, terutama bagi guru dan dosen P3K yang merasa dirugikan atas pengangkatan status kepegawaian menjadi P3K. Misalnya saja para dosen perguruan tinggi negeri baru (PTNB) yang beralih status menjadi dosen P3K. Kontrak P3K mengancam kelanjutan karier dosen karena dalam kontrak lima tahun itu dosen tidak bisa studi lanjut, tidak bisa naik pangkat fungsional, tidak bisa menduduki jabatan, dan sebagainya.
Baca juga:
Kedua, ketiadaan aturan pengakuan kualifikasi dan masa kerja sebelum menjadi dosen P3K. Contohnya adalah pengangkatan dosen non-PNS atau sering disebut Dosen Tetap Badan Layanan Umum di PTN, baik di bawah Kementerian Agama maupun Kemendikbudristek. Mereka yang berubah status menjadi dosen P3K masa kerjanya kembali nol tahun dan jabatan fungsionalnya juga turun menjadi asisten ahli, meskipun sebelumnya sudah menduduki jabatan fungsional lektor bahkan ada yang sudah lektor kepala. Kualifikasi para guru P3K yang sudah S2 juga tidak diakui karena pada saat mendaftar formasi yang ada adalah guru dengan kualifikasi S1.
Ketiga, aturan tugas belajar bagi guru dan dosen P3K juga masih belum jelas. Saat ini dosen dan guru P3K tidak bisa studi lanjut karena PP No. 49 tahun 2018 tentang Manajemen P3K membatasi pengembangan kompetensi ASN P3K hanya 24 jam pelatihan (jpl) per tahun. Dengan hanya 24 jpl tentu mustahil dosen dan guru P3K dapat studi lanjut. Memang, bisa saja ASN P3K mengikuti kursus untuk mengembangkan kompetensi, namun kursus itu mungkin sesuai bagi ASN P3K tenaga teknis yang lingkup kerjanya terbatas dan tidak memiliki jabatan fungsional berjenjang. Kendatipun demikian, seluruh ASN P3K sudah seharusnya untuk selalu didukung untuk mengembangkan kompetensinya, baik melalui jalur pendidikan atau pelatihan.
Berbeda dengan tenaga teknis, dosen dan guru perlu terus mengembangkan kompetensi dengan cara studi lanjut untuk mendapat gelar akademik sebagai persyaratan meraih jenjang jabatan fungsional yang lebih tinggi. Kendala di lapangan misalnya, sering ditemukan kasus guru tidak mendapatkan izin dari dinas pendidikan atau kantor wilayah Kementerian Agama. Alasan yang mereka sering keluhkan adalah belum adanya aturan tugas belajar bagi ASN P3K. Padahal keberadaan aturan tugas belajar dan pengembangan karier menjadi hal yang penting untuk diupayakan.
Baca juga:
Yang Perlu Dipertimbangkan
Ada beberapa faktor yang patut menjadi pertimbangan agar guru dan dosen P3K dapat mengikuti studi lanjut. Pertama, Pendidikan lanjutan dapat membuka peluang pengembangan karier bagi guru dan dosen P3K, seperti mendapatkan jabatan fungsional atau meningkatkan kategori kepegawaian mereka. Bahkan terkait hak pengembangan kompetensi juga telah jelas diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagaimana tercantum dalam Pasal 51 Ayat 1 Butir d, yakni memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, dll.
Kedua, bidang pendidikan terus berkembang, baik dalam hal kurikulum maupun metode pengajaran. Izin tugas belajar memungkinkan guru dan dosen P3K untuk terus memperbarui pengetahuan dan keterampilannya agar tetap relevan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri juga dapat menjadi motivasi tambahan bagi guru dan dosen P3K untuk meningkatkan kinerja mereka dalam melaksanakan tugas-tugas akademik. Selain itu, dalam era persaingan global, menarik dan mempertahankan dosen berprestasi menjadi kunci keberhasilan sebuah institusi pendidikan tinggi.
Baca juga:
Studi yang dilakukan oleh Gunawan (2020) menunjukkan, faktor peringkat akademik, pendidikan tinggi, dan negara dengan dosen berpendidikan tinggi memiliki efek yang signifikan (p-value <0.05) terhadap produktivitas publikasi ilmiah dan performa dosen secara umum. Memberikan izin tugas belajar bagi para guru dan dosen tentu akan memberikan dampak yang baik. Misalnya, produktivitas guru dan dosen bisa meningkat. Mereka juga dapat berbagi pengalaman bermakna dan kemampuan bagi para murid dan mahasiswanya.
Ketiga, terkait pembiayaan. Guru dan dosen yang akan melanjutkan studi magister atau doktoral banyak yang telah mendapatkan beasiswa dari beragam pemberi donor baik dalam maupun luar negeri. Dengan anggaran yang memadai tentu hal ini akan mendukung pelaksanaan izin tugas belajar bagi dosen atau guru P3K. Oleh karena itu, sesungguhnya tidak ada alasan yang memberatkan bagi dosen atau guru P3K untuk mengikuti studi lanjut karena sudah mendapatkan jaminan dari beragam donor beasiswa, termasuk dari beasiswa dari pemerintah seperti LPDP.
Faktor lainnya, banyak dosen dan guru P3K sudah lama bekerja untuk kampus atau sekolah masing-masing. Tidak memberikan izin tugas belajar bagi dosen atau guru P3K untuk melanjutkan studi lanjut melalui beasiswa tentu melanggar nilai-nilai keadilan. Bukankah seharusnya baik dosen maupun guru P3K didorong untuk mengembangkan kompetensi? Setelah berhasil menyelesaikan tugas belajar mereka tentunya akan kembali untuk mengabdikan diri ke negara, mendidik generasi penerus bangsa secara lebih maksimal dan berkualitas.
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan akademik di Indonesia, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan kebutuhan akan aturan yang mengatur izin tugas belajar bagi dosen dan guru P3K. Perlu ada pedoman dan prosedur yang jelas mengenai izin tugas belajar bagi dosen P3K. Pedoman ini harus mencakup persyaratan, proses pengajuan, kriteria pemilihan program atau lembaga pendidikan, serta tata cara pelaporan dan evaluasi setelah kembali dari tugas belajar, sebagaimana telah diberlakukan untuk dosen PNS. Dengan memberikan kesempatan dan dukungan yang memadai, dosen dan guru P3K dapat terus mengembangkan diri dan karier mereka, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.
Editor: Prihandini N