Melihat Danantara Merusak Bumi Wawonii

Firdaus Cahyadi

2 min read

Presiden Prabowo Subianto akhirnya meresmikan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Menurut pemerintah, gelombang pertama investasi di Danantara senilai US$ 20 miliar akan dialokasikan untuk puluhan proyek strategis nasional.

“Kurang lebih ada 20 proyek strategis bernilai miliaran dolar. Pembiayaan akan difokuskan pada hilirisasi nikel, bauksit, tembaga, pembangunan pusat data kecerdasan buatan, kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, akuakultur, serta energi terbarukan,” kata Prabowo Subianto, seperti ditulis tempo.co (24/2).

Hiliriasi nikel adalah salah satu fokus pendanaan dari Danantara ini. Pertanyaannya, apakah Prabowo Subianto memahami derita rakyat di hulu hingga hilir dari mineral kritis itu? Salah satu hulu proyek hilirisasi nikel itu ada di Pulau Wawonii. Pulau kecil itu terletak di Kabupaten Kanowe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Kini, pulau kecil itu terancam hancur oleh aktivitas tambang nikel.

Sebagian besar penduduk di Pulau Wawonii berkebun untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Hasil bumi mereka berupa cengkeh, pala, kelapa dan kacang mente. Dari hasil berkebun itu mereka bukan hanya bisa mencukupi kebutuhannya sehari-hari, melainkan juga untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Bahkan sebagian anak-anak mereka telah berhasil meraih gelar diploma dan sarjana dari kampus-kampus di Provinsi Kendari hingga Jakarta.

Baca juga:

Selain berkebun, mereka juga menjadi nelayan. Ikan segar bagi mereka bukan hanya dijual di pasar, melainkan juga untuk lauk bergizi  makan sehari-hari. Ikan-ikan, yang bila sudah sampai di restoran berharga mahal, begitu mudah didapatkan di Pulau Wawonii. Penduduk Wawonii pun hampir setiap hari menyantap ikan-ikan itu. Pendek kata, penduduk Wawonii sejatera secara ekonomi.

Bukan hanya secara ekonomi, kehidupan sosial penduduk Wawonii juga harmonis. Mereka saling membantu satu dengan yang lainnya. Namun, kehidupan sosial yang harmonis dan sejahtera penduduk Wawonii tidak bertahan lama. Sejak kedatangan perusahaan tambang nikel di pulau itu, kesejahteraan dan keharmonisan seperti hanya sekedar sejarah. Tambang nikel di Wawonii tidak hanya merusak alam secara fisik, tetapi juga kehidupan sosial di Wawonii.

Mata air di Wawonii banyak yang rusak setelah tambang nikel beroperasi. Sebelum perusahaan tambang Nikel beroperasi di pulau kecil itu, penduduk bisa menikmati air bersih untuk kegiatan mereka sehari-hari, dari minum, mandi hingga mencuci. Setelah tambang nikel beroperasi di kawasan itu, mereka menjadi kesulitan menggunakan air bersih. Sebagian mereka mulai menggali sumur, menggunakan air hujan hingga harus berjalan jauh mencari air bersih untuk kehidupan sehari-hari.

Nikel Menghancurkan Kehidupan Masyarakat Wawonii

Bukan hanya air bersih yang langka di Wawonii, udara bersih juga menjadi persoalan serius bagi warga di pulau kecil itu, setelah perusahaan tambang nikel beroperasi di Wawonii. Debu-debu yang dihasilkan dari operasional tambang tidak hanya telah mencemari udara, tetapi juga telah merusak tanaman-tanaman penduduk lokal.

Sebagian tanaman di kebun penduduk rusak akibat debu-debu dari operasional tambang nikel. Kerusakan tanaman-tanaman ini berujung pada penurunan produksi dari kebun-kebun mereka. Akibatnya, pendapatan mereka menurun drastis bila dibandingkan sebelum tambang beroperasi di pulau terebut.

Beberapa infrastruktur yang dibuat untuk memfasilitasi operasional tambang juga telah merusak wilayah pesisir. Ikan-ikan tertentu yang bernilai mahal sudah semakin sulit ditemukan. Bila ingin menangkap ikan-ikan tersebut, para nelayan harus melaut lebih jauh lagi. Artinya, biaya produksi mereka untuk sekali melaut akan meningkat.

Kesejahteraan ekonomi penduduk Wawonii menurun akibat kerusakan alam yang ditimbulkan oleh tambang nikel di pulau tersebut. Tambang nikel di pulau-pulau kecil seperti Wawonii tidak menyejahterakan penduduknya, tapi justru menciptakan kemiskinan baru. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah yang mengizinkan masuknya tambang di Pulau Wawonii menjadi penyebab utama kemiskinan struktural penduduk setempat.

Baca juga:

Bukan hanya kemiskinan, relasi sosial penduduk Wawonii yang tadinya harmonis pun menjadi terusik. Terjadi polarisasi antara pendukung dan penolak tambang Nikel. Penduduk yang mendukung tambang nikel tidak lagi saling membantu dan menyapa dengan penduduk yang menolak tambang. Modal sosial gotong-royong yang sebelumnya lekat dalam kehidupan penduduk Wawonii menjadi hancur.

Danantara untuk Hilirisasi Nikel

Persoalan kehancuran alam, ekonomi dan juga relasi sosial ini tampaknya tidak dianggap sebagai sesuatu yang serius bagi pengambil kebijakan di tingkat lokal dan nasional. Para pengambil kebijakan menganggap bahwa Wawonii baik-baik saja setelah datangnya perusahaan tambang nikel. Padahal pada Maret 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas telah menolak permohonan perusahaan nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, untuk menghapus larangan menambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pesona nikel memang menggiurkan, terlebih setelah muncul kecenderungan penggunaan mobil listrik. Data dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa permintaan nikel terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan mobil listrik. Pada 2020 kebutuhan nikel untuk baterai kendaraan listrik dan “power bank” atau Energy Storage System (ESS) mencapai 154 ribu ton. Kemudian, naik pada 2025 menjadi 372 ribu ton. Dan pada 2030 diperkirakan akan melonjak menjadi 795 ribu ton.

Cadangan nikel di dunia sebesar 139.409.000 ton. Dari jumlah cadangan nikel di dunia itu, sebesar 52% atau 72 juta ton Nikel ada di Indonesia. Angka-angka ini tentu menggiurkan para pebisnis tambang nikel. Angka-angka itu sangat menggiurkan para pemain tambang dan investor. Tak heran Danantara juga akan fokus mendanai hilirisasi nikel. Namun, apakah Danantara akan tetap fokus mendanai hilirisasi nikel jika di hulunya industri ini telah merusak alam dan kehidupan sosial warga sekitar?

 

 

Editor: Prihandini N

Firdaus Cahyadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email