Owner of USB DESIGN Digital Printing who also likes public speaking and writing

Kuasa Garmen dan Dinamika Isu Gender di Jepara

ummi tanzila

3 min read

“Mama keren, papa rak kopen.

Jargon yang berarti “Mama keren, papa tidak terurus” ini kian akrab di telinga masyarakat Jepara. Di balik pabrik-pabrik garmen raksasa yang menancapkan kukunya di Jepara belakangan, terdapat nasib ribuan lelaki yang terpaksa menjadi bapak rumah tangga dengan penghasilan rendah, bahkan pengangguran. Sebab, pabrik garmen lebih memilih pekerja wanita dibanding laki-laki.

Puluhan ribu wanita diserap sebagai karyawan karena pabrik garmen menuntut kerapian, ketelitian, dan kecepatan dalam pekerjaan. Kualifikasi ini dinilai lebih sesuai dengan stereotip wanita Jawa yang lemah lembut, ulet, dan rajin. Para lelaki yang tidak mampu tembus bekerja di pabrik garmen terpaksa menjadi bapak rumah tangga secara penuh.

Baca juga:

Delapan pabrik garmen besar yang disebut menjadi sumber ketimpangan lowongan kerja itu berpusat di Jepara bagian selatan. Mereka merekrut pekerja sangat banyak dalam waktu cepat sehingga “bekerja di pabrik garmen” seakan menjadi sebuah tren yang harus diikuti. 

PT HWI, bergerak di bidang manufaktur sepatu merek Adidas, beroperasi di Desa Banyuputih dan mampu mempekerjakan lebih dari 6.500 karyawan. PT Jiale, bergerak di bidang tekstil dan busana dan bertempat di Desa Gemulung, mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 4.000 orang. PT Kanindo yang bergerak di bidang pembuatan tas di Desa Pendosawalan dan Desa Pulodarat mempekerjakan lebih dari 5.000 orang karyawan. Kemudian, PT Samwon Busana di Desa Gemulung, PT Bunga Matahari Jepara di Desa Lebuawu, dan PT Starcam Apparel Indonesia mempekerjakan lebih dari 1.700 karyawan. Terbanyak, ada PT Parkland World di desa Pelang yang menyerap tenaga kerja 20.000 lebih karyawan.

Dari data di atas, sudah bisa dibayangkan lautan karyawan yang tujuh puluh persennya perempuan. Manajemen menilai karyawan perempuan lebih penurut dan mudah diatur. Bahkan, semakin penurut dan tidak banyak protes, akan semakin mulus kariernya.

Menyesuaikan banyaknya serapan karyawan wanita, pabrik garmen memberi kenyamanan pada karyawan yang hamil dan melahirkan. Ada ruangan terpisah untuk ibu hamil dan mereka tidak diperkenankan masuk lembur. Mereka mendapat pin khusus bertuliskan “Ibu Hamil” dan hanya diberi pekerjaan yang ringan-ringan saja. Pabrik juga menyediakan kursi agar mereka bisa bekerja sambil duduk. Lapor kehamilan kepada pihak pabrik harus sedini mungkin. Jika laporan baru masuk di usia kehamilan tiga bulan ke atas, maka leader akan langsung dapat teguran SP1 dari HRD. Sementara itu, ibu melahirkan mendapat cuti kerja selama tiga bulan.

Tak heran, banyak wanita berbondong-bondong berebut posisi di lowongan pabrik garmen. Selain ramah terhadap kondisi wanita, pabrik garmen memang mengutamakan wanita untuk menjadi karyawannya. Padahal, banyak juga lelaki yang memenuhi kualifikasi pekerja garmen, tetapi keburu dipandang sebelah mata. Alasan dari manajemen adalah lelaki sulit diatur, cenderung membangkang terhadap atasan, enggan menerima masukan apalagi perintah. Fakta di lapangan, beberapa karyawan lelaki yang diterima bekerja memang banyak yang memilih resign setelah bekerja satu hingga dua bulan.

Sebelum pandemi, lelaki bisa masuk dengan memberi dana pelicin tiga sampai lima juta rupiah untuk leader dan supervisor. Praktik ini sudah menjadi rahasia umum meski pihak HRD melarang adanya pungli. Namun, saat pandemi melanda, dana pelicin ini sudah tidak mempan lagi karena pabrik garmen tengah gencar melakukan perampingan karyawan akibat turunnya produksi.

Terkait pemutusan kerja, karyawan lelaki menjadi target utama dikeluarkan dari pabrik garmen, apalagi dengan masa kerja di bawah tiga bulan. Nasibnya berbanding terbalik dengan karyawan perempuan yang ketika sudah resign pun bisa mudah kembali diterima bekerja.

Ketimpangan penyerapan tenaga kerja ini menyisakan nasib tragis dalam keluarga. Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, angka perceraian di Jepara pada 2020 mencapai 2.089 kasus. Sebanyak 1.601 kasus atau 76,63 persen di antaranya adalah kasus gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri. Keadaan ekonomi yang berbalik dari kebiasaan (pendapatan istri lebih tinggi dibanding suami) jarang bisa diterima dan menimbulkan cekcok.

Merangkum hasil bertanya langsung dan amatan saya terhadap beberapa karyawan pabrik garmen, keluarga wanita yang bekerja di pabrik garmen mengalami beberapa kondisi. Ada keluarga yang tetap harmonis; biasanya sang suami pergi merantau dan memiliki pendapatan yang bagus. Ada yang suaminya tidak merantau; biasanya sang suami merasa muak karena tidak mendapat waktu dan perhatian dari istrinya yang pergi pagi pulang malam, bahkan lembur. Inilah akar ketidakharmonisan yang bisa berujung perceraian.

Lebih jauh, masalah perselingkuhan kerap terjadi, terutama pada rumah tangga karyawan yang kost. Meski sudah berkeluarga, banyak karyawan wanita pabrik garmen memilih kost di sekitar pabrik garmen dengan alasan efektivitas waktu dan mobilitas. Perselingkuhan bukan hanya di pihak istri, pihak suami pun selingkuh dengan alasan mencari sosok yang bisa mengisi hari-harinya. Jika perceraian kemudian terjadi, anak-anak biasanya ikut sang ibu sehingga memaksa ibu menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah dan pengasuh anak.

Baca juga:

Ada pula suami yang tidak bekerja dan merawat anak-anak di rumah mengandalkan penghasilan sepenuhnya dari istri. Mereka menjadi bapak rumah tangga. Sebenarnya tidak masalah, toh, seorang ibu rumah tangga juga bisa dan biasa mencari uang.

Namun, masalah ini kadang menjadi pelik karena budaya yang merendahkan posisi perempuan. Sering kali, perempuan yang menjadi pencari nafkah utama tetap direndahkan di rumah dan mesti menanggung sepenuhnya kerja-kerja domestik. Ini ironis; di tahun 2023, masyarakat belum siap sepenuhnya dengan peran baru yang lebih setara.

Secara umum, lelaki memang susah masuk pabrik garmen. Akan tetapi, Jepara adalah kabupaten dengan banyak jenis industri rumahan. Jika memang tidak menemukan nasib baik di pabrik garmen, masih banyak lahan pekerjaan yang bisa dimasuki untuk menunjang kehidupan lebih layak. Uang tetap bisa dicari di luar pabrik garmen.

 

Editor: Emma Amelia

ummi tanzila
ummi tanzila Owner of USB DESIGN Digital Printing who also likes public speaking and writing

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email