Kejujuran Penuh Empati: Refleksi UWRF 2024

Mina Megawati

2 min read

Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) selalu menjadi ajang yang dinantikan oleh pecinta literasi, intelektual, dan para seniman dari berbagai penjuru dunia. Setiap tahunnya, festival ini bukan hanya sekadar tempat pertemuan bagi penulis dan pembaca, tetapi juga menjadi ruang untuk berbagi ide, inspirasi, dan pemikiran kritis yang sering kali mampu memantik diskusi lebih luas tentang isu-isu kontemporer.

Di tahun 2024, UWRF mengusung tema “Speak the Truth, Practice Kindness” yang terasa begitu relevan dengan kondisi dunia saat ini. Di tengah gempuran informasi yang membingungkan dan polarisasi sosial yang semakin meruncing, tema ini seolah menjadi panggilan moral untuk kembali pada dasar kemanusiaan: kejujuran dan kebaikan.

Polarisasi Era Digital

Berbicara tentang kebenaran tidak pernah semudah membalikkan telapak tangan. Di era digital saat ini informasi mengalir begitu cepat. Sering kali batas antara fakta dan opini menjadi buram. Berbagai platform media sosial menyediakan ruang bagi siapa saja untuk berbicara. Namun ironisnya, semakin banyak yang bersuara justru makin banyak pula yang enggan mendengarkan. Dalam konteks ini, kejujuran — berbicara tentang kebenaran — menjadi sesuatu yang mahal. Bukan hanya karena sering kali orang tidak siap mendengar kebenaran, tetapi juga karena kebenaran itu sendiri bisa saja berhadapan langsung dengan kenyamanan atau kepentingan pribadi.

Tema “Speak the Truth” mengajak kita untuk merenungkan kembali pentingnya kejujuran, bukan hanya dalam diskusi-diskusi intelektual, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Di masyarakat yang terpecah akibat perbedaan ideologi politik, agama, dan sosial, berbicara tentang kebenaran sering kali diabaikan demi menjaga harmoni semu. Namun, apakah benar kita harus berdiam diri ketika melihat ketidakadilan terjadi? Atau, apakah kita seharusnya lebih berani menyuarakan hal yang benar meskipun itu mungkin menyakitkan?

Di sinilah tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini: bagaimana kita bisa bicara tentang kebenaran tanpa menciptakan lebih banyak keretakan sosial? Pencarian jawabannya ada pada bagian kedua dari tema UWRF 2024: “Practice Kindness.”

 Jembatan Penghubung

Ketika kita dihadapkan pada kebenaran yang sulit diungkapkan, kebaikan dapat menjadi jembatan penghubung. Kebenaran yang disampaikan tanpa empati sering kali hanya berujung pada perpecahan. Kita sering melihat contoh ini di media sosial, di mana orang berdebat dengan penuh semangat tetapi kehilangan esensi dari diskusi itu sendiri. Menyampaikan kebenaran tanpa memperhatikan perasaan dan perspektif orang lain hanya akan memperdalam jurang perbedaan.

“Practice Kindness” adalah pengingat untuk selalu mengedepankan empati dalam setiap tindakan kita, terutama ketika kita berusaha untuk menyampaikan kebenaran. Kebaikan tidak berarti menutupi atau memutarbalikkan fakta, tetapi menyampaikan hal yang benar dengan cara yang lebih lembut, menghormati, dan mendengarkan perasaan orang lain. Dalam konteks ini kebaikan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang mampu menyatukan.

Baca juga:

Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan peningkatan tajam dalam ujaran kebencian, hoaks, dan polarisasi di media sosial. Masyarakat seolah terpecah menjadi kubu-kubu yang berbeda, dengan masing-masing pihak merasa bahwa mereka memegang kebenaran. Ketika orang saling menyerang dalam debat politik, keagamaan, atau isu-isu sosial lainnya, sering kali kehilangan rasa empati dan kemanusiaan. Dalam konteks ini, tema yang diusung UWRF 2024 menjadi semakin penting.

Ketika kita berbicara tentang kebenaran, ada tanggung jawab moral yang melekat pada penyampaiannya. Kita tidak bisa hanya mengatakan apa yang kita anggap benar tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain. Di sinilah kebaikan berperan. Menyampaikan kebenaran dengan bijak dan penuh empati dapat mencegah konflik, mempererat hubungan, dan mendorong pemahaman yang lebih mendalam di antara individu dan kelompok yang berbeda pandangan.

Sebagai contoh, di Indonesia sendiri, kita melihat bagaimana perdebatan seputar isu-isu sensitif seperti kebijakan publik, agama, dan kebebasan berpendapat sering kali berakhir dengan retorika penuh kebencian. Tema “Speak the Truth, Practice Kindness” bisa menjadi panduan bagi kita semua dalam menghadapi perbedaan pandangan ini. Alih-alih memaksakan pandangan kita kepada orang lain, kita bisa mulai dengan mendengarkan, memahami, dan menyampaikan perspektif kita dengan cara yang lebih ramah dan inklusif.

Literasi sebagai Kunci

Salah satu cara untuk mewujudkan tema UWRF 2024 dalam tindakan nyata adalah dengan meningkatkan literasi masyarakat. Dengan literasi yang baik, kita bisa lebih kritis dalam menerima informasi dan lebih bijaksana dalam menyaring mana yang benar dan mana yang hanya opini belaka. Literasi juga memungkinkan kita untuk memahami perspektif orang lain, yang pada akhirnya bisa mengurangi polarisasi.

Di sinilah peran festival seperti UWRF menjadi sangat penting. Dengan mengumpulkan para penulis, pemikir, dan kreatif dari berbagai latar belakang, UWRF menciptakan ruang dialog yang jujur dan penuh empati. Ini adalah tempat di mana kebenaran dan kebaikan dapat berinteraksi secara harmonis, menghasilkan diskusi yang mendalam namun tetap menghormati perbedaan.

Pada akhirnya, “Speak the Truth, Practice Kindness” bukan hanya tema untuk festival, tetapi juga filosofi hidup yang relevan bagi kita semua. Di tengah dunia yang semakin terpecah, kita perlu lebih banyak berbicara tentang kebenaran, tetapi dengan cara yang penuh empati dan kebaikan. Kebaikan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti bahwa kita menghargai kemanusiaan di atas segalanya. Jika kita bisa mempraktikkan keduanya, kita akan menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, penuh pemahaman, dan tentunya lebih damai. Ubud Writers & Readers Festival 2024 bukan sekadar acara untuk merayakan literasi, tetapi juga momen refleksi bagi kita semua tentang bagaimana kita bisa berkontribusi untuk menciptakan dunia yang lebih baik — dengan berbicara tentang kebenaran dan selalu mengedepankan kebaikan. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

 

 

Mina Megawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email