Sebagian besar orang Indonesia mungkin terlahir dengan kemampuan mengubah tragedi menjadi komedi. Akan tetapi, wajarkah bila orang-orang kita lantas terbiasa mereduksi topik bencana menjadi komedi untuk bahan konten?
Pamor Twitter sebagai sumber informasi terus mengalami peningkatan di Indonesia. Membuka media sosial ini mungkin menjadi pilihan aksi banyak orang ketika merasakan adanya guncangan. Banyak orang memprioritaskan mencuit pertanyaan retorik serupa “gempa, ya?” ketimbang bergegas mengevakuasi diri. Dugaan terjadinya gempa seakan dapat dicek kebenarannya dengan melihat trending topic dan bertanya kepada warganet di Twitter.
Baca juga:
Satu hal yang tak luput dari perbincangan warganet mengenai topik gempa adalah cuitan-cuitan sarat komedi yang berhasil menuai atensi pengguna Twitter lainnya. Unggahan mengenai betapa kocaknya perilaku masyarakat saat tengah melakukan evakuasi serta berbagai guyonan lain dapat dengan mudah ditemukan sesaat setelah terjadi gempa. Tak cukup sampai di situ, portal-portal media pun beramai-ramai mengunggah artikel berisikan cuitan-cuitan lucu warganet.
Bagi sebagian orang, komedi dapat menjadi jalan untuk sejenak mengesampingkan kegelisahan. Akan tetapi, saat membicarakan bencana, persoalannya semestinya bukan kejadian mana yang cukup lucu untuk diunggah di media sosial, tapi persoalan antara hidup dan mati.
Tinggal di Indonesia berarti harus siap dengan berbagai potensi bencana karena faktor geografis negara ini. Sepanjang awal tahun 2022, BNPB mencatat sebanyak 1.223 kejadian bencana alam selama 1 Januari hingga 8 April. Jenis bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (474 kali), disusul kejadian cuaca ekstrem (451 kali), dan tanah longsor (220 kali). Selain itu, ada pula bencana kebakaran hutan dan lahan (61 kali), gempa bumi dengan kekuatan guncangan yang signifikan (9 kali), serta gelombang pasang dan abrasi (8 kali).
Yang lebih baru, selama bulan November hingga awal Desember 2022, gempa beberapa kali terjadi dan salah satunya menyebabkan kerusakan parah di Cianjur. Dampak dari bencana-bencana itu meliputi rusaknya fasilitas umum dan rumah warga, serta banyak korban manusia, baik itu yang luka maupun meninggal dunia. Selama tahun 2022 saja, jumlah pengungsi dan warga yang menderita akibat bencana menyentuh angka 1.703.719 jiwa.
Bencana gempa bumi kerap trending di Twitter lantaran belakangan banyak terjadi gempa dengan magnitudo besar di sekitaran Pulau Jawa. Pada pertengahan 2022, warga di wilayah Jakarta yang jarang terdampak gempa dikagetkan dengan guncangan kuat yang memicu kepanikan dan kehebohan. Hingga kini, seiring dengan rentetan guncangan gempa yang terus melanda wilayah Jawa bagian barat, topik gempa kian hangat diperbincangkan oleh warganet Twitter.
Minim Pengetahuan Mitigasi
Data keluaran BPS pada 2017 menunjukkan bahwa hanya sebesar 2,39% rumah tangga di Indonesia yang mengikuti pelatihan simulasi dan penyelamatan bencana alam. Angka ini memprihatinkan karena rumah tangga merupakan komponen penting dalam kegagalan maupun kesuksesan mitigasi bencana. Rumah tangga seharusnya dapat menjadi lingkungan yang memberi rasa aman bagi individu di dalamnya, salah satunya dengan memberi pemahaman dan kemampuan menyelamatkan diri dalam menghadapi bencana.
Darurat pengetahuan mengenai bencana merupakan masalah yang gawat. Mitigasi bencana tidak hanya menyangkut kesiapan dan kesigapan masyarakat, tetapi juga peran aktif pemerintah dalam melakukan sosialisasi dan menekankan urgensi isu ini kepada masyarakat. Jumlah korban manusia yang tidak sedikit seharusnya cukup untuk menggerakkan pemerintah agar menggencarkan penyebaran pengetahuan tentang mitigasi bencana.
Baca juga:
Beragam unggahan tentang perilaku nyeleneh masyarakat Indonesia saat terjadi gempa adalah bukti nyata kurangnya pengetahuan terkait mitigasi bencana. Komedi tak akan menyelamatkanmu dari jatuhnya runtuhan bangunan, derasnya arus air banjir, atau terjangan angin puting beliung. Pemahaman dan kemampuan mitigasi bencanalah yang dapat menjadi harapan dan upaya nyata untuk bertahan hidup saat menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi bencana memang tidak secara ajaib dapat menghilangkan segala risiko bencana. Namun, mitigasi perlu dipahami sebagai upaya mengurangi risiko bencana. Pemahaman dan kemampuan menerapkan rangkaian mitigasi bencana seharusnya menjadi pengetahuan dasar bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.
Belum terlambat bagi kita untuk membekali diri dengan kesiapsiagaan apabila sewaktu-waktu berhadapan dengan bencana. Selama pemerintah dan instansi terkait belum bisa menyosialisasikan panduan mitigasi bencana secara memadai, tak ada salahnya untuk mulai mempelajari dan mengajarkan mitigasi bencana kepada orang-orang terdekat.
Materi mitigasi bencana garapan BNPB yang tersedia secara daring dapat menjadi panduan belajar. Mengutip Buku Saku Tanggap Tangkas Menghadapi Bencana keluaran BNPB, beberapa upaya mitigasi dalam menghadapi gempa bumi antara lain:
- Jika berada dalam bangunan, cari perlindungan di bawah meja yang kokoh untuk menghindari benda yang berpotensi jatuh.
- Lindungi kepala dengan helm, bantal, atau hal kokoh lain. Apabila kondisi dirasa sudah aman, segera lari ke luar rumah.
- Apabila tengah memasak, segera matikan kompor dan cabut segala peralatan yang terhubung dengan listrik.
- Ketika berada di luar bangunan, tetap lindungi kepala dan bergegas ke lapangan terbuka. Sebisa mungkin hindari pohon atau bangunan tinggi yang berpotensi roboh.
- Jangan menggunakan lift apabila telah terasa guncangan. Gunakan tangga darurat untuk evakuasi.
- Kenali bagian bangunan yang memiliki struktur kuat, seperti sudut bangunan.
- Ikuti instruksi evakuasi dengan siaga apabila terdapat petugas di lapangan.
Editor: Emma Amelia