Berawal di situs ini karena tugas UAS mata kuliah Dinamika Kawasan Asia Pasifik

FOIP vs BRI: Rivalitas Geopolitik Jepang dan China di Asia Pasifik

Haliza Nurazizah

5 min read

Asia Pasifik menjadi arena bagi kontestasi geopolitik dan regional yang sangat dinamis. Berkembangnya, organisasi regional, kerja sama dan kebijakan luar negeri yang strategis telah mewarnai kompleksitas Asia Pasifik sebagai aktor internasional. Negara-negara di kawasan tersebut juga identik dengan karakteristik yang berbeda-beda, beragam dari segi kekuatan ekonomi, politik, dan sosial.

Eksistensi Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Indonesia, Australia, serta campur tangan dari Amerika Serikat, menjadi contoh dari pentingnya Asia Pasifik dalam hubungan internasional. Wilayah geografisnya yang juga sangat strategis juga menempatkan wilayah Asia Pasifik sebagai rute perdagangan internasional yang diincar oleh berbagai negara, Barat maupun Timur. Pentingnya Asia Pasifik sebagai suatu regional strategis telah mendorong negara-negara untuk memiliki arah kebijakan luar negeri yang kuat dalam kawasan ini, khususnya dalam kepentingan ekonomi internasional. 

Terbentuknya Belt and Road Initiative (BRI) milik Tiongkok sebagai suatu strategi kebijakan luar negeri telah mengubah dinamika Tiongkok dengan berbagai negara di kawasan Asia Pasifik. Popularisasi BRI telah meningkatkan posisi Tiongkok sebagai aktor internasional, khususnya di Asia Pasifik. Beberapa tahun kemudian, Jepang resmi menetapkan Free Open Indo-Pacific (FOIP) sebagai strategi kebijakan luar negerinya di kawasan Asia Pasifik.

Kehadiran kedua strategi tersebut telah menuai pertanyaan yang menarik. Apakah kemunculan FOIP merupakan respon Jepang terhadap BRI milik Tiongkok? Apakah eksistensi kedua strategi tersebut dapat memunculkan ketegangan antara kedua negara dominan di Asia Pasifik? 

Belt and Road Initiative (BRI)

Belt and Road Initiative (BRI) adalah strategi investasi global yang diluncurkan oleh Presiden Xi Jin Ping pada tahun 2013. Inisiatif yang sebelumnya berjudul One Belt One Road, merupakan rancangan modern untuk membangkitkan Jalur Sutra Tiongkok yang melibatkan lebih dari 150 negara dan agensi internasional. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi Tiongkok serta mendukung integrasinya dalam perekonomian global. Selain itu, dengan BRI, Tiongkok bertujuan untuk mendorong kemajuan ekonomi di negara-negara kurang berkembang di Asia, Eropa, dan Afrika. BRI merupakan manifestasi Tiongkok dalam menunjukkan dirinya sebagai poros di Asia. Strategi BRI dilakukan dengan membentuk jalur perdagangan, perjanjian kerjasama, investasi, dan pembangunan infrastruktur di negara-negara rekan. 

Baca juga: 

Sejak tahun 2013, ketika proposal BRI dirilis, lebih dari 75% negara dan wilayah di seluruh dunia telah bergabung dengan BRI. Tiongkok telah menandatangani lebih dari 200 perjanjian dengan lebih dari 150 negara dan 30 organisasi internasional untuk bersama-sama membangun BRI (Zhang Xu Lu. 2024).  Perjanjian internasional dengan BRI telah membuka kesempatan bagi Tiongkok untuk berkolaborasi dengan berbagai negara di seluruh dunia, khususnya untuk kerja sama ekonomi. Selain itu, BRI juga bekerja dalam bentuk investasi asing dengan menawarkan pembangunan infrastruktur bagi negara rekan.

Beberapa contoh pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam program BRI adalah pembangunan Kereta Api Berkecepatan Tinggi Jakarta-Bandung (Whoosh) dengan total investasi untuk proyek ini sebesar $1,2 miliar (Murphy. 2023). Selain di Indonesia, proyek BRI lainnya yang cukup terkenal di Kamboja adalah Jalan Tol Phnom Penh-Sihanoukville. Jalan bebas hambatan ini telah mempersikat jarak tempuh serta memfasilitasi pariwisata lokal. 

Tiongkok telah berinvestasi di bidang manufaktur, sumber daya, industri berat, dan industri tersier di Asia Tenggara. Antara tahun 2013 dan 2016, industri penyewaan dan layanan bisnis mengalami tingkat pertumbuhan tertinggi sebesar 186,31 persen, sementara industri manufaktur mencapai tingkat pertumbuhan yang signifikan sebesar 181,43 persen. Industri perdagangan besar dan eceran, meskipun berada di posisi yang berdekatan, memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah dibandingkan dengan dua industri sebelumnya, dengan nilai hanya 103,43 persen ( Arvis, et al. 2019).

Melalui BRI, Tiongkok mempromosikan integrasi ekonomi yang ditunjukkan dari pembentukkan Bank Pembangunan Tiongkok di berbagai wilayah sebagai lembaga keuangan multilateral dengan penekanan khusus pada pendanaan proyek-proyek infrastruktur dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Di luar bidang ekonomi, Tiongkok juga melaksanakan kerja sama budaya dan pariwisata, pertukaran pendidikan, kerja sama media dan lembaga pemikir, dan pertukaran sipil di Brunei, Kamboja, Yunani, Italia, Malaysia, Rusia, dan ASEAN.

Free Open Indo-Pasific (FOIP)

Free and Open Indo-Pacific (FOIP) merupakan strategi kebijakan luar negeri yang dikenalkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe sejak tahun 2006. Meskipun begitu, istilah FOIP baru resmi digunakan pada tahun 2016 setelah Abe mengenalkannya di Konferensi Internasional Tokyo keenam tentang Pembangunan Afrika (TICAD VI). Jepang membentuk FOIP berdasarkan analisis ancaman yang ditemukannya di kawasan Indo-Pasifik seperti perompakan, terorisme, proliferasi senjata pemusnah massal, bencana alam, dan perubahan status quo.

FOIP diciptakan untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik dan sekitarnya, dengan membangun tatanan yang bebas dan terbuka berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip bersama seperti supremasi hukum. Nilai-nilai yang dipromosikan Jepang lewat FOIP adalah diplomasi publik mengenai tatanan maritim, ekonomi yang bebas dan adil, membangun konektivitas di Samudra Hindia dan Pasifik, memperkuat tata kelola dengan pembangunan kapasitas, serta menjaga keamanan maritim.

Baca juga:

FOIP memiliki tiga pilar utama. Pertama, promosi dan pembentukan tatanan hukum, kebebasan navigasi, dan perdagangan bebas. Kedua, kesejahteraan ekonomi. Ketiga, komitmen terhadap kedamaian dan stabilitas. Menurut Abe, berdasarkan pidatonya di Parlemen India, aspek kunci dari pelaksanaan FOIP adalah keterbukaan, kebebasan, Asia yang lebih luas, serta kerja sama antara Amerika Serikat, Australia dan India. 

Bentuk inisiatif yang lahir dari FOIP merupakan adaptasi dari sejarah Jepang pasca Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II berlalu, Jepang hanya diperbolehkan untuk melakukan pembangunan di luar bidang militer. Jepang bahkan hingga saat ini tidak memiliki angkatan militer yang dapat digunakannya kecuali untuk perlindungan domestik. Berdasarkan hal tersebut, Jepang memfokuskan kontribusi internasionalnya dalam bidang pembangunan ekonomi, seperti investasi dan pemberian bantuan (ODA).

Melalui FOIP, Jepang aktif melakukan kerja sama dengan negara-negara untuk membangun keterhubungan di Indo-Pasifik. Beberapa contoh program FOIP adalah pembangunan infrastruktur berupa jalan, pelabuhan, dan bandara di Kamboja, Indonesia, Papua New Guinea, dan Sri Lanka. Kerja sama dengan ASEAN menjadi salah satu program yang paling tersorot dalam FOIP.

Untuk meningkatkan kemampuan negara-negara ASEAN dalam memantau keamanan maritim, Jepang menyediakan 35 kapal patroli, 13 kapal cepat kecil, dan 11 unit radar pengawasan pantai melalui kombinasi ODA dari Kementerian Luar Negeri, diplomasi pertahanan dari Kementerian Pertahanan, dan dukungan tambahan dari Pasukan Penjaga Pantai Jepang. Selain itu, pertukaran informasi juga dilakukan antara ahli dari Jepang dan negara-negara ASEAN (Hosada. 2022). 

Dinamika FOIP vs BRI

Pembentukkan BRI dan FOIP dapat dilihat sebagai strategi navigasi kedua negara khususnya di kawasan Asia Pasifik. Keduanya sama-sama memiliki fokus dalam pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan ekonomi, dan konektivitas jalur maritim. Grisler dan Vargo mengatakan bahwa FOIP merupakan inisiatif yang dilakukan oleh Jepang untuk melawan kebangkitan Tiongkok.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi ancaman kompetitif bagi Jepang, terutama di sektor-sektor di mana kedua negara bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan investasi. Jepang khawatir bahwa BRI dapat menyebabkan peningkatan ketergantungan ekonomi negara-negara tetangga terhadap Tiongkok, sehingga merusak kepentingan ekonomi Jepang sendiri di kawasan Asia Pasifik. Jepang juga percaya bahwa kebangkitan Tiongkok dapat menyebabkan pergeseran norma dan nilai global, terutama mengenai tata kelola pemerintahan, hak asasi manusia, dan supremasi hukum.

BRI dipandang sebagai sarana bagi Cina untuk mempromosikan model pemerintahannya sendiri, yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi Jepang dan negara-negara sekutunya. Tentunya ide-ide tersebut tidak terlepas dari campur tangan Amerika Serikat dalam FOIP. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa FOIP merupakan bentuk manifestasi AS di Asia Pasifik lewat Jepang sebagai aliansi middle power mereka.

Bentuk perbandingan BRI dan FOIP juga terlihat dari pembangunan aliansi yang tercipta dalam kedua strategi tersebut. BRI utamanya didukung oleh Rusia. Sedangkan FOIP didukung AS, Uni Eropa, Australia, dan India, negara-negara yang memiliki kekhawatiran akan kebangkitan Tiongkok.

Apabila kita melihat perbandingan jalur BRI dan FOIP yang saling berlawanan membuktikan bahwa adanya upaya dari Jepang untuk menyaingi BRI melalui jalur yang berbeda. Jalur yang BRI tempuh dimulai dari Tiongkok menuju utara ke arah Kirgistan, Tajikistan dan Rusia. Sedangkan jalur maritim BRI bergerak ke arah Laut Cina Selatan, Indonesia, Sri Lanka, hingga ke arah Afrika dan seterusnya. Di sisi lain, FOIP memilih jalur selatan ke arah negara kepulauan di Pasifik, kemudian beririsan dengan BRI di daerah negara-negara ASEAN dan Afrika. 

Melihat kedua strategi tersebut, apakah terjadi perbenturan antara FOIP dan BRI? BRI dengan pembentukannya yang lebih awal telah memberikannya popularitas dibandingkan FOIP. Meskipun begitu, opini tersebut tidak dapat menutupi fakta bahwa FOIP juga memiliki popularitas dalam hubungan internasional. Tetapi dengan pencapaian BRI yang sudah lebih luas, telah memberikan nuansa familiar kepada nama BRI.

Di sisi lain,  BRI telah menuai kritik terhadap kualitas pembangunan infrastrukturnya dibandingkan dengan FOIP. FOIP menekankan “infrastruktur berkualitas” yang berkelanjutan, transparan, dan inklusif. Sedangkan infrastruktur BRI mendapatkan kritik terhadap pembangunannya yang tidak berkelanjutan dan kurang memperhatikan faktor ramah lingkungan. Selain itu, upaya Jepang dalam menyoroti pentingnya keamanan maritim melalui tata kelola dan supremasi hukum juga menunjukkan bagaimana FOIP menjadi bentuk pertahanannya terhadap strategi maritim Tiongkok yang agresif. Khususnya  mengenai Ten Dash Line milik Tiongkok yang secara aturan perjanjian internasional telah melanggar United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS). 

Arah Ketegangan FOIP vs BRI di Masa Depan

Rivalitas antara BRI dan FOIP memiliki proyeksi yang kompleks di masa depan. Kedua strategi kebijakan luar negeri tersebut memiliki potensi untuk terus berevolusi. Terlebih dengan dinamika Asia Pasifik yang terus bergeser, eksistensi kedua strategi tersebut dapat memunculkan polarisasi geopolitik.

Selain itu dengan kebangkitan Tiongkok yang masih terus terjadi, akan menjadi tantangan bagi FOIP untuk menandingi BRI. Melihat kondisi dinamika internasional yang sedang terjadi, BRI masih unggul dan dominan dibandingkan FOIP. Cepatnya implementasi program dan kegencaran Tiongkok dalam mempromosikan BRI menjadi daya tarik negara-negara untuk bergabung dalam program tersebut.

Penekanan Tiongkok terhadap peningkatan kemakmuran ekonomi juga menjadi pendukung bagi partisipasi negara-negara dalam BRI. Untuk saat ini, ketegangan antara BRI dan FOIP masih jauh dari potensi pecahnya konflik. Kedua strategi kebijakan luar negeri tersebut masih berjalan berdampingan dalam jalurnya masing-masing. Karakteristik Jepang yang cenderung non-agresif dapat menjadi alasan dari penekanan potensi konflik. Selain itu, dinamika hubungan internasional yang semakin multipolar juga memungkinkan koeksistensi BRI dan FOIP. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

Haliza Nurazizah
Haliza Nurazizah Berawal di situs ini karena tugas UAS mata kuliah Dinamika Kawasan Asia Pasifik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email